TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Hukum mengatakan Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau RUU KUHAP harus selesai pada tahun 2025.
Wakil Menteri Hukum Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan hal tersebut akan berdampak pada pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang mulai berlaku per tanggal 2 Januari 2026.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Mau tidak mau, suka tidak suka, bahkan senang atau tidak senang RUU KUHAP harus disahkan pada tahun 2025 ini. RUU KUHAP memiliki implikasi signifikan terhadap KUHP," kata dia dalam keterangan resmi pada Kamis, 29 Mei 2025.
Pria yang akrab disapa Eddy ini menjelaskan bahwa sejumlah pasal mengenai penahanan tidak akan lagi berlaku mulai 2 Januari 2026.
Akibatnya, aparat penegak hukum akan kehilangan dasar hukum untuk melakukan penahanan. Karena itu, diperlukan KUHAP baru, yang selaras dengan KUHP.
Contohnya, kata dia, adalah dalam draf RUU KUHAP saat ini yang mengatakan penahanan masih dimungkinkan terhadap pelanggaran yang ancaman pidananya di bawah lima tahun, asalkan termasuk dalam sejumlah ketentuan yang tercantum dalam KUHP lama.
Namun, mulai 2 Januari 2026, KUHP lama tidak lagi berlaku. Artinya, jika tersangka atau terdakwa ditahan berdasarkan ketentuan Pasal 21 ayat (4) KUHAP, maka secara mutatis mutandis, aparat penegak hukum akan kehilangan dasar hukum atau legitimasi untuk melakukan penahanan.
Wakil Menteri Hukum ini juga mengklaim bahwa RUU KUHAP yang disusun saat ini telah mengacu pada KUHP baru dan berlandaskan paradigma hukum pidana modern, yakni mengedepankan keadilan korektif, keadilan rehabilitatif, dan keadilan restoratif.
“Maka dari itu keadilan restoratif juga dimungkinkan di dalam RUU KUHAP untuk semua tingkatan yaitu kepolisian, pengadilan, kejaksaan, bahkan sampai ketika orang tersebut merupakan penghuni lembaga pemasyarakatan,” tuturnya.
Sebelumnya, Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan (DJPP) Kementerian Hukum menggelar rapat penyusunan daftar inventarisasi masalah (DIM) Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) bersama perwakilan tenaga ahli dan masyarakat sipil.
Rapat itu dihadiri oleh unsur pemerintah yang terdiri dari Kementerian Koordinator Bidang Hukum, Imigrasi dan Pemasyarakatan; Kementerian Hukum; Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan; perwakilan dari advokat; dan tenaga ahli dari universitas dan ICJR.
Direktur Jenderal (Dirjen) Peraturan Perundang-undangan Dhahana Putra mengatakan kegiatan ini merupakan bagian dari partisipasi publik dalam penyusunan RUU KUHAP.
“Tujuannya untuk mendengarkan masukan ataupun tanggapan secara komprehensif dalam rangka penyempurnaan terhadap RUU KUHAP,” ujarnya melalui keterangan resmi pada Kamis, 22 Mei 2025.
Dhahana mengatakan proses penyusunan RUU KUHAP tidak hanya menjadi tugas pemerintah dan legislatif, tetapi juga merupakan bagian dari tanggung jawab kolektif seluruh elemen masyarakat dalam rangka membangun sistem peradilan pidana yang lebih baik. Dia berujar partisipasi publik dalam penyusunan RUU KUHAP ini bertujuan untuk memastikan peraturan tersebut benar-benar mencerminkan kebutuhan dan aspirasi masyarakat.
“Melalui forum ini, pemerintah membuka ruang dialog guna menjaring berbagai perspektif, masukan, serta kritik konstruktif dari akademisi, praktisi hukum, advokat,” kata dia.