TEMPO.CO, Jakarta - Sekelompok anggota geng motor di Bandung diduga mengeroyok seorang juru parkir berinisial RS (24) hingga tewas di dalam minimarket. Insiden maut itu terjadi di Kecamatan Cimaung, Kabupaten Bandung pada Ahad, 16 Maret 2025. Dalam video yang beredar, geng motor itu melakukan pengejaran kepada korban hingga ke dalam minimarket.
Tak lama setelah pengeroyokan dilakukan, korban dinyatakan tewas dengan kondisi bersimbah darah di lokasi kejadian. Para pelaku pun berlarian meninggalkan minimarket tersebut. Setelah rekaman kejadian pengeroyokan itu viral di media sosial, Polresta Bandung pun langsung menyelidiki kasus penganiayaan tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Usai dilakukan penyelidikan, Polresta Bandung menetapkan lima tersangka pengeroyokan terhadap juru parkir tersebut. “Lima orang ini merupakan pelaku yang ikut langsung menganiaya kalau kita melihat di CCTV atau video yang beredar ini orang-orang yang ikut memukul korban sehingga meninggal dunia,” ucap Kapolresta Bandung Kombes Pol Aldi Subartono di Kabupaten Bandung, Selasa, 18 Maret 2025, seperti dikutip dari Antara.
Aldi mengungkapkan bahwa motif sementara dari aksi pengeroyokan ini adalah ketersinggungan. Para pelaku yang merupakan geng motor ini diduga merasa tersinggung setelah terjadi ejekan dengan korban, yang berujung pada aksi pengejaran dan penganiayaan.
Kasus ini kembali menyoroti kehadiran geng motor di Bandung, yang sebelumnya telah mendeklarasikan untuk membubarkan diri pada akhir 2010 silam. Lantas, bagaimana sebenarnya sejarah geng motor di Bandung tersebut? Berikut informasinya.
Sejarah Geng Motor di Bandung
Melansir dari laporan Tempo edisi 23 April 2012 berjudul “Dari Berkonvoi sampai Membantai,” sejarah geng motor di Bandung dimulai dari hadirnya geng motor bernama Moonraker yang berdiri pada 1978 di Dago, Bandung. Mereka terdaftar dalam Ikatan Motor Indonesia dan beberapa anggotanya dikenal sebagai atlet balap motor andal, seperti “Benny Moonaker.”
Kemunculan Moonraker membuat kelompok geng motor semakin berkembang luas di Bandung. Bahkan, saat itu tercatat ada empat geng motor paling ditakuti di Kota Kembang, yakni XTC, Brigez, Moonraker, dan GBR. Sebagaimana organisasi pada umumnya, geng-geng ini punya struktur, bendera, slogan, dan ciri khas. Satu yang menautkan mereka: sejak 1980, jika ada tawuran, pengeroyokan, pencurian, atau penusukan, nama empat geng ini selalu muncul
XTC berdiri pada 1982. Beranggotakan ribuan orang, geng ini berkali-kali berurusan dengan polisi, termasuk karena melakukan penjarahan dan pembunuhan. Pada awal 2010, misalnya, seorang anggotanya dihukum dua tahun penjara karena membunuh seorang remaja di Jalan A.H. Nasution. Di Kuningan, setahun kemudian, tiga anggota XTC masuk bui karena membunuh pemuda lain. XTC sudah melebarkan sayap hingga Jakarta dan sejumlah kota di luar Jawa.
Sementara itu, Brigez atau Brigade Senja didirikan pada 1987 oleh Teguh Gumilar, siswa SMA Negeri 7 Bandung. Nama Brigez diambil dari kebiasaan Teguh dan kawan-kawannya yang suka nongkrong di sekolah hingga senja, lalu berkonvoi pulang dengan sepeda motor. Nama itu beberapa kali berubah, menjadi Brigade Seven, lalu Brigade Gestapo.
Seperti XTC, Brigez tak kalah sadis. Kesadisan anggota Brigez terkenal pada 2008 ketika Putu Ogik Suwarsana, pegawai kantor Bea-Cukai, dibunuh di Kiaracondong. Pada 2009, polisi juga menangkap anggota Brigez, Herdi, karena menyiksa pengendara lain tanpa. Empat anggotanya yang lain dibui selama 14 bulan karena menganiaya mahasiswa tanpa sebab di minimarket Circle K Buah Batu pada 2009.
Tak lama setelah Brigez berdiri, geng motor Grab on Road atau GBR didirikan oleh seorang siswa SMP Negeri 2 Bandung pada 1989. Bersama Moonraker, geng motor ini menjadi musuh besar XTC. Jika berpapasan, mereka akan bentrok. Pada 2008, Ketua GBR Stefanus Gultom dihukum 20 bulan penjara karena memimpin teman-temannya menjarah Circle K Cihampelas dan menganiaya pembeli.
Tetapi, anggota geng motor Bandung berusaha menutup cerita sadis itu. Pada akhir 2010, mereka berkumpul di Markas Kepolisian Daerah Jawa Barat dan secara resmi membubarkan organisasi mereka. Sejak itu, aksi kekerasan geng motor mereda.
Fanny Febiana, Erick P. Hardi, Ahmad Fikri, Sigit Zulmunir berkontribusi dalam penulisan artikel ini.