Kilas Balik Dugaan Kartel Suku Bunga Pinjaman Online

6 hours ago 6

TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) segera membawa dugaan pelanggaran kartel suku bunga dalam industri pinjaman online (pinjol) ke meja hijau. Ketua KPPU Fanshurullah Asa mengatakan sidang ini menandai adanya indikasi pengaturan bunga secara kolektif di kalangan pelaku usaha pinjol.

Dugaan kartel suku bunga pinjaman online ini berawal dari indikasi anggota Asosiasi Fintech Pembayaran Indonesia (AFPI) kompak menaikkan suku bunga melewati batas maksimum yang ditetapkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Tindakan kartel ini diduga melanggar Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KPPU telah menetapkan 97 perusahaan penyelenggara layanan pinjaman online, dari sebelumnya 89 perusahaan, sebagai terlapor kasus dugaan permainan suku bunga pinjaman online ini. Perusahaan pinjaman online tersebut ditengarai mengatur tingkat bunga pinjaman yang meliputi biaya pinjaman dan biaya-biaya lain melebihi ketentuan selama 2020-2023. “Mereka menetapkan plafon bunga harian yang tinggi secara bersama-sama melalui kesepakatan internal yang dibuat AFPI,” kata Asa.

Karena sejumlah perusahaan pinjaman online tersebut mengatur bunga pinjaman di atas ketentuan, pilihan konsumen menjadi terbatas. Konsumen pun terpaksa memakai layanan pinjaman online yang bunganya di atas ketentuan. Selama 2020, suku bunga pinjaman berlaku flat sebesar 0,8 persen per hari di mana mestinya 0,4 persen menurut aturan OJK. Besaran itu berubah jadi 0,4 persen pada 2021.

Berdasarkan catatan Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas), awalnya AFPI menetapkan suku bunga maksimal pinjol sebesar 0,8 persen per hari. Namun, pada 2021, OJK merilis hasil riset yang menyatakan tingkat suku bunga wajar pinjol sebesar 0,30-0,45 persen per hari. Karena itu, Asosiasi membuat kesepakatan baru dengan menurunkan tingkat bunga pinjaman maksimal 0,4 persen per hari.

Direktur Ideas, Yusuf Wibisono, mengatakan tingkat suku bunga maksimum yang ditetapkan AFPI sebesar 0,4 persen per hari atau 12 persen per bulan terhitung masih sangat tinggi. Terutama dibanding suku bunga kredit usaha rakyat yang hanya di kisaran 7 persen per tahun. Tingginya suku bunga di industri pinjol, menurut Yusuf, menjadikan beban bunga dan pengembalian utang menjadi lebih berat bagi peminjam.

“Kondisi ini pun membuat semakin banyak masyarakat dengan kategori risiko tinggi yang menjadi peminjam. Akibatnya, peminjam akan terpaksa terlibat dalam aktivitas berisiko demi memenuhi kewajiban pembayaran utang,” katanya.

Kasus ini masuk ke tahap penyidikan per 4 Oktober 2023 seiring KPPU menetapkan 44 penyelenggara peer to peer (P2P) lending sebagai terlapor atas dugaan pelanggaran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, khususnya pasal 5 terkait penetapan harga. Direktur Investigasi pada Kedeputian Penegakan Hukum KPPU Gopprera Panggabean berujar, tahap penyelidikan ini ditetapkan melalui Rapat Komisi pada 25 Oktober 2023.

Dilansir dari Antara, KPPU dalam Rapat Komisi pada 25 April 2025 kemudian memutuskan menaikkan kasus kartel pinjol ke tahap Sidang Majelis Pemeriksaan Pendahuluan. Keputusan tersebut bertujuan untuk menyampaikan dan menguji validitas temuan terkait kasus pinjol dan membuka ruang pembuktian lebih lanjut. Agenda sidang ini bertujuan menyampaikan dan menguji validitas temuan, serta membuka ruang pembuktian lebih lanjut.

“Jika terbukti melanggar, para pelaku usaha dapat dikenakan sanksi administratif berupa denda hingga 50 persen dari keuntungan dari pelanggaran atau hingga 10 persen dari penjualan di pasar bersangkutan dan selama periode pelanggaran,” kata Asa.

AFPI membantah tuduhan KPPU mengenai dugaan adanya kartel suku bunga pinjol. Sekretaris Jenderal AFPI Ronald Andi Kasim mengatakan tidak pernah ada kesekapatan harga antara pelaku industri fintech. Ronald menjelaskan, AFPI sebelumnya memang pernah menetapkan batas bunga maksimum sebesar 0,8 persen per hari. Sebelum kemudian jadi 0,4 persen.

Batas 0,8 persen, kata Ronald, berdasarkan regulasi yang tertuang dalam Code of Conduct yang terbit pada 2018, sebelum ada UU Nomor 4 tentang Pengambangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) tahun 2023—yang mengatur batas maksimum bunga pinjol 0,3 persen. Menurut dia, batas maksimum ditentukan agar membedakan pinjaman daring dengan pinjol ilegal yang bunganya tinggi dan mencekik.

“Dinamika yang terjadi pada saat itu adalah kami merasa sangat dirugikan dengan praktek-praktek yang dilakukan oleh pinjol ilegal,” ucap Ronald dalam konferensi pers di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu, 14 Mei 2025.

Wakil Ketua Umum AFPI periode 2019-2020 Sunu Widyatmoko mengklaim inisiatif untuk menetapkan batas maksimum suku bunga waktu itu datang dari OJK selaku regulator. Namun OJK, kata Sunu, pada saat itu tidak memiliki kewanangan untuk mengatur suku bunga karena belum ada perangkat hukum UU P2SK. Sunu mengaku sempat mengajukan keberatan terhadap penetapan batas maksimum.

“Saya menyampaikan, ‘Pak, kami sudah punya asosiasi, sudah punya Code of Conduct, biarkan mekanisme pasar yang bekerja,” ucap Sunu.

Namun langkah menetapkan batas maksimum suku bunga pada akhirnya tetap diambil sebagai respons atas maraknya pinjol ilegal. Setelah ada UU P2SK, OJK menerbitkan Surat Edaran Nomor 19 tahun 2023 yang mengatur batas maksimum suku bunga. Setelah itu, batas maksimum 0,8 persen berdasarkan Code of Conduct AFPI tidak berlaku lagi. Berdasarkan SEOJK tersebut, batas bunga untuk pendanaan konsumtif adalah sebesar 0,3 persen per hari.

Adil Al Hasan, Vindry Florentin, Salsabilla Azzahra Octavia, Anastasya Lavenia Y, Riani Sanusi Putri, Yohanes Maharso, Ghoida Rahmah, dan Amelia Rahima Sari berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan Editor: BPOM Beri Izin Uji Klinis Vaksin TBC Bill Gates

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |