Jakarta, CNN Indonesia --
Koalisi masyarakat sipil menyoroti daftar inventarisasi masalah (DIM) RUU TNI yang telah diserahkan pemerintah kepada DPR pada 11 Maret 2025. Menurut mereka DIM RUU TNI masih mengandung pasal-pasal bermasalah yang tetap akan mengembalikan dwifungsi militer dan menguatnya militerisme dalam tata kelola pemerintahan.
Koalisi masyarakat sipil ini terdiri dari Imparsial, Elsam, PBHI, Centra Initiative, Amnesty International Indonesia, HRWG, WALHI, KontraS, SETARA hingga YLBHI.
"Koalisi menolak DIM RUU TNI yang disampaikan pemerintah ke DPR karena masih mengandung pasal-pasal bermasalah yang tetap akan mengembalikan dwi fungsi TNI dan militerisme," bunyi keterangan koalisi masyarakat sipil, Kamis (13/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Koalisi masyarakat sipil merinci ada beberapa substansi di RUU TNI masih mengandung pasal bermasalah.
Pertama, masih adanya perluasan di jabatan sipil hingga menambah Kejaksaan Agung dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Bagi mereka, rencana tidak tepat dan ini jelas merupakan bentuk dwifungsi TNI.
Mereka juga memandang penempatan TNI di Kejaksaan Agung tidaklah tepat karena fungsi TNI sebagai alat pertahanan negara. Di sisi lain, Kejaksaan Agung memiliki fungsi sebagai aparat penegak hukum.
"Perwira TNI aktif yang menjabat di Kejaksaan Agung itu semestinya harus mengundurkan diri terlebih dahulu," desak koalisi masyarakat sipil.
Sebaliknya, koalisi sipil melihat bukan perluasan jabatan sipil yang dapat diduduki oleh prajurit TNI aktif, melainkan penyempitan, pembatasan dan pengurangan TNI aktif untuk duduk di jabatan sipil.
Mereka juga mendesak agar seluruh prajurit TNI yang saat ini menduduki jabatan sipil di luar dari 10 lembaga yang diperbolehkan dalam UU TNI untuk segera mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif TNI.
"Terutama Letkol Teddy Indra Wijaya yang berulangkali melanggar ketentuan dalam UU TNI, mulai dari terlibat dalam kampanye politik praktis 2024 hingga pengangkatannya sebagai Seskab," bunyi keterangannya.
Poin krusial kedua dari RUU TNI yang disorot koalisi masyarakat sipil adalah penambahan tugas operasi militer selain perang yang meluas seperti menangani masalah narkotika. Baginya, tambahan tugas ini terlalu berlebihan dan tak seharusnya dilakukan TNI.
Koalisi sipil melihat upaya penanganan narkotika semestinya tetap dalam koridor penegakan hukum. Penanganan narkotika seharusnya lebih menekankan pada aspek medis dan penegakan hukum pun harus dilakukan secara proporsional bukan represif.
"Karena itu, pelibatan TNI dalam penanganan narkotika adalah berlebihan dan akan meletakkan model penanganan narkotika menjadi 'war model' dengan melibatkan militer di dalamnya. Sehingga ini berbahaya karena akan membuka potensi kekuasaan yang berlebihan," bunyi keterangan tersebut.
Sebelumnya pemerintah menargetkan revisi UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI bisa selesai sebelum masa reses DPR RI atau sebelum libur lebaran tahun ini mulai Jumat (21/3) nanti.
Menhan Sjafrie Sjamsoeddin mengungkap empat poin pokok objek perubahan. Pertama, penguatan dan modernisasi alutsista. Kedua, memperjelas batasan penempatan TNI dalam tugas nonmiliter di lembaga sipil. Kemudian ketiga, peningkatan kesejahteraan prajurit. Terakhir, mengatur batas usia pensiun TNI.
Sementara itu, KSAD Jenderal TNI Maruli Simanjuntak tak sepakat dengan isu hidupnya kembali Dwifungsi ABRI.
Ia pun menyebut pihak yang mempersoalkan penempatan prajurit aktif di lembaga/kementerian justru ingin menyerang institusi TNI.
"Jadi tidak usah ramai bikin ribut di media, ini itu lah, orde baru lah, tentara dibilang hanya bisa membunuh dan dibunuh. Menurut saya, otak-otak (pemikiran) seperti ini, kampungan menurut saya," ujar Maruli lewat keterangan tertulis, Kamis (13/3).
Di sisi lain, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto mengklaim sejumlah perubahan dalam Revisi Undang-undang nomor 34 Tahun 2024 tentang TNI tidak akan mengubah prinsip supremasi sipil di Indonesia.
Agus mengatakan TNI dalam menjalankan tugasnya akan menjaga keseimbangan peran tentara dan masyarakat secara profesional.
"TNI berkomitmen untuk menjaga keseimbangan peran militer dan otoritas sipil dengan tetap mempertahankan prinsip supremasi sipil serta professionalisme militer dalam menjalankan tugas pokoknya," kata Agus dalam rapat kerja dengan Komisi I DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (13/3).
Lebih lanjut, Agus menjelaskan RUU TNI berperan untuk mendefinisikan ulang tugas pokok TNI di tengah segala perkembangan ancaman yang muncul.
(rzr/dal)