Kode-Kode Rahasia Kasus Korupsi Gubernur Riau: 7 Batang, Jatah Preman

2 hours ago 10

Jakarta, CNN Indonesia --

Gubernur Riau Abdul Wahid memiliki kode rahasia dalam transaksi dugaan korupsi di lingkungan Dinas PUPR-PKPP. Ia menggunakan kode '7 batang' untuk hasil kesepakatan permintaan uang.

Wakil Ketua KPK Johanis Tanak mengatakan Wahid meminta uang tersebut dengan kode 'jatah preman' kepada Sekretaris Dinas PUPR-PKPP dan 6 Kepala UPT Wilayah I-VI Dinas PUPR-PKPP Riau.

Ia menjelaskan hal itu merupakan imbal balik lantaran anggaran untuk proyek jalan dan jembatan di Dinas PUPR-PKPP telah dinaikkan hingga 147 persen dari yang semula hanya Rp71,6 miliar menjadi Rp177,4 miliar.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Di kalangan Dinas PUPR-PKPP Riau, permintaan ini dikenal dengan istilah 'jatah preman'," tuturnya.

"Hasil pertemuan tersebut kemudian dilaporkan kepada Kepala Dinas PUPR PKPP Riau dengan menggunakan bahasa kode '7 batang'," imbuhnya.

Aksi korupsi ini bermula pada Mei 2025 ketika Sekretaris Dinas PUPR-PKPP Riau Ferry Yunanda bertemu dengan 6 Kepala UPT Wilayah I-VI Riau.

Dalam pertemuan di salah satu kafe itu, Ferry dan para Kepala UPT membahas kesanggupan pemberian fee untuk disetorkan kepada Abdul Wahid.

"Fee tersebut atas penambahan anggaran 2025 yang dialokasikan pada UPT Jalan dan Jembatan Wilayah I-VI Dinas PUPR PKPP," ujarnya dalam konferensi pers, Rabu (5/11).

Pasca pertemuan tersebut, Ferry kemudian bertemu M Arief Setiawan selaku Kepala Dinas PUPR-PKPP Riau untuk menyampaikan pemberian fee sebesar 2,5 persen dari nilai proyek.

Akan tetapi, Arief yang merupakan representasi dari Abdul Wahid meminta jatah tersebut dinaikkan menjadi 5 persen atau sebesar Rp7 miliar.

"MAS (Arief) yang merepresentasikan AW (Abdul) meminta fee sebesar 5 persen (Rp7 miliar)," jelasnya.

Agar disetujui, Abdul Wahid melalui Arief juga mengancam akan mencopot atau memutasi para pejabat Dinas PUPR-PKPP yang tidak mau menuruti perintah tersebut.

Setelahnya, Sekretaris Dinas bersama seluruh Kepala UPT Wilayah Dinas PUPR-PKPP kembali melakukan pertemuan dan menyepakati besaran fee untuk Gubernur sebesar 5 persen atau Rp7 miliar.

Johanis merincikan setoran pertama dilakukan Sekretaris Dinas Ferry Yunanda selaku pengepul uang dari Kepala UPT pada Juni 2025 sebesar Rp1,6 miliar.

Uang itu kemudian disetorkan kepada Abdul Wahid lewat Tenaga Ahli Gubernur Riau, Dani M Nursalam sebesar Rp1 miliar. Sementara sisanya diserahkan kepada Kepala Dinas PUPR-PKPP Muhammad Arief Setiawan.

Selanjutnya, pada Agustus 2025, Dani menginstruksikan Arief untuk meminta jatah setoran kembali kepada Ferry dan para Kepala UPT.

Ferry kemudian mengumpulkan uang Rp1,2 miliar untuk disetorkan kepada Abdul Wahid. Setoran itu selanjutnya diserahkan kepada Arief sebesar Rp300 juta, kemudian untuk proposal kegiatan perangkat desa Rp375 juta dan disimpan Ferry sebesar Rp300 juta.

"Pada November 2025, tugas pengepul dilakukan Kepala UPT III dengan total mencapai Rp1,25 miliar yang dialirkan untuk AW (Abdul) melalui MAS (Arief) senilai Rp450 juta," jelasnya.

Sementara sisanya sebesar Rp800 juta diberikan langsung oleh Kepala UPT III kepada Abdul Wahid.

Wahid disebut menerima setoran uang sebesar Rp4,05 miliar dari Dinas PUPR-PKPP selama periode Juni hingga November 2025.

"Sehingga total penyerahan pada Juni - November 2025 mencapai Rp4,05 miliar dari kesepakatan awal sebesar Rp7 miliar," tuturnya.

Atas perbuatannya, KPK Abdul Wahid sebagai tersanga korupsi terkait jatah fee penambahan anggaran unit kerja di Dinas PUPR-PKPP.

Selain itu, KPK juga menetapkan dua tersangka lainnya yakni Kepala Dinas PUPR-PKPP Muhammad Arief Setiawan dan Tenaga Ahli Gubernur Riau Abdul Wahid, Dani M. Nursalam.

(ryn/isn)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |