TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengungkap hasil investigasi terhadap dugaan tindak pidana kekerasan seksual dan eksploitasi anak yang dilakukan bekas Kapolres Ngada Ajun Komisaris Besar Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja. Temuan tersebut menunjukkan bahwa kekerasan terjadi terhadap tiga anak di Kota Kupang, NTT, sepanjang Februari 2024 hingga Januari 2025.
“Kami sudah melakukan pemeriksaan terhadap para korban, saksi, serta meninjau lokasi yang diduga menjadi tempat kejadian perkara,” kata Koordinator Sub Komisi Penegakan HAM Uli Parulian Sihombing dalam konferensi pers di Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, pada Kamis, 27 Maret 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Komnas HAM menemukan bahwa AKBP Fajar pertama kali memesan jasa layanan kencan pada Februari 2024. Pemesanan dilakukan melalui seorang perempuan berinisial IK, yang diduga beberapa kali menyediakan jasa layanan kencan untuknya. Setelah beberapa kali menggunakan jasa ini, pada Juni 2024, AKBP Fajar meminta F, salah satu penyedia layanan tersebut, untuk membawakan anak perempuan balita ke sebuah hotel di Kota Kupang.
“Permintaan ini disanggupi oleh F, dengan alasan bahwa Fajar ingin bermain dan mengasuh anak kecil karena ia tidak memiliki anak perempuan,” kata Uli.
Komnas HAM juga menemukan AKBP Fajar berkenalan dengan korban kedua, anak berusia 16 tahun, melalui aplikasi kencan. Korban yang berasal dari keluarga kurang mampu itu kemudian mengenalkan saudari sepupunya yang berusia 13 tahun kepada Fajar. Kekerasan seksual terhadap kedua korban ini terjadi di beberapa hotel di Kota Kupang dalam kurun waktu Juni 2024 hingga Januari 2025.
Komnas HAM telah melakukan koordinasi dengan berbagai pihak, termasuk LBH APIK NTT, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3A) Kota Kupang, serta Bareskrim Mabes Polri. Lembaga ini juga telah meminta keterangan langsung dari para korban, saksi, dan keluarga korban.
“Kami memastikan korban mendapatkan perlindungan dan pendampingan, termasuk menempatkan dua korban di rumah aman serta memastikan kondisi psikologis mereka stabil,” ujar Wakil Ketua Internal Komnas HAM Pramono Ubaid Tanthowi.
Komnas HAM meminta agar kepolisian memproses hukum kasus ini secara profesional dan transparan. Mereka juga menyoroti peran perantara jasa layanan kencan yang belum terungkap.
“Kami mendesak kepolisian mengungkap keterlibatan pihak lain, termasuk perantara yang menyediakan jasa layanan kencan untuk AKBP Fajar,” kata Uli Parulian.
Selain itu, Komnas HAM turut merekomendasikan agar Gubernur NTT dan Wali Kota Kupang memastikan pemulihan psikologis dan kesehatan korban secara berkelanjutan. Mereka juga meminta Kementerian Komunikasi dan Informatika meningkatkan pengawasan terhadap penggunaan media sosial yang berpotensi digunakan untuk eksploitasi anak.
“Kami ingin memastikan hak pendidikan korban tetap terpenuhi dan proses pendampingan tidak hanya berlangsung selama proses hukum, tapi hingga mereka siap kembali ke masyarakat,” kata Uli.
Berkas perkara kasus kekerasan seksual dengan tersangka eks Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma sudah dilimpahkan kepada Kejaksaan. “Berkas perkara untuk kasus kekerasan seksual dan pencabulan anak sudah tahap satu. Prosesnya terus berjalan saat ini,” kata Kepala Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur Inspektur Jenderal Daniel Tahi Monang dikutip dari keterangan tertulis, Ahad, 23 Maret 2025.
Daniel mengatakan penyidik telah memeriksa 19 orang saksi selama penyidikan. Dia juga memastikan proses penanganan perkara ini berjalan secara transparan. “Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban ikut mengawal, dari Komnas HAM juga ada, termasuk pengawasan dari koalisi masyarakat. Jadi semuanya terbuka,” katanya.
Diberitakan sebelumnya, eks Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma diduga melecehkan tiga orang anak di bawah umur. Ketiga anak tersebut masing-masing berusia 6 tahun, 13 tahun dan 16 tahun.
Ia juga merekam aksi cabul tersebut dan mengunggah videonya ke website pornografi yang berbasi di Australia. Pihak kepolisian Australia yang melakukan operasi di situs dark web mengunduh sejumlah video yang diduga direkam di Indonesia. Rekaman itu dikirimkan kepada Divisi Hubungan Internasional Mabes Polri.
Berbekal video tersebut, Polda NTT kemudian menyelidiki sebuah hotel di Kupang. Polisi menggali informasi dari staf hotel setempat terkait data pada 11 Juni 2024 silam. Dari hasil penyelidikan, polisi berhasil mengamankan barang bukti dari 9 orang saksi. Selain itu, polisi juga memeriksa CCTV hotel tersebut dan dokumen registrasi di resepsionis.
“Barang bukti berupa 1 baju dress anak bermotif love pink, dan alat bukti surat berupa visum, dan CD berisi kekerasan seksual sebanyak 8 video,” kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda NTT Kombes Patar Silalahi. Sebelumnya, Komisi Etik Polri telah menjatuhkan sanksi pemberhentian tidak dengan hormat kepada Fajar.
Nandito Putra berkontribusi dalam penulisan artikel ini.