TEMPO.CO, Jakarta - Tragedi pendakian puncak Carstensz menelan dua nyawa. Dua pendaki perempuan yang tewas dalam perjalanan turun dari puncak, yaitu Lilie Wijayanti Poegiono dan Elsa Laksono. Salah satu pendaki dalam rombongan ini, Indira Alaika, menceritakan detik-detik insiden tragis itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Indira bercerita, dalam perjalanan kembali dari puncak rombongan mereka diterpa cuaca buruk pada Jumat, 28 Februari 2025. Akibat hujan salju, hujan deras, dan angin kencang, menyebabkan separuh pendaki di antaranya Lilie dan Elsa terserang hipotermia. Lilie dan Elsa tak bisa bertahan. ”Dua pendaki, Lilie Wijayati Poegiono dan Elsa Laksono meninggal,” kata Indira melalui unggahan di story Instagram, Ahad, 2 Maret 2025. Kedua pendaki yang berusia mendekati 60 tahun berada di lokasi Teras II—dalam perjalanan turun.
Ada lima pendaki terkena serangan hipotermia. Lilie dan Elsa tak tertolong. Tiga lainnya berhasil diselamatkan. ”Tiga pendaki yang selamat terjebak dan terpaksa bermalam di area Summit Ridge dekat puncak,” tulis Indira, yang juga mengalami hipotermia bersama Alvin Reggy dan Saroni.
Indira bersama Alvin dan Saroni selamat setelah datang tim rescue keesokan harinya. Beredar kabar bahwa para pendaki turun dari Puncak Jaya Wijaya—nama lain—puncak Carstensz—pada malam hari. Perjalanan malam hari atau sekitar pukul 02.00 dini hari—dianggap sebagian pendaki bukan keputusan yang tepat.
Dalam keterangan lain, pada 27 Februari 2025, rombongan yang terdiri dari 20 orang pendaki melakukan aklimatisasi dan hingga ascending dan descending. Keesokan hari, Jumat, 28 Februari, rombongan mulai melakukan perjalanan. Pukul 10.51 WIT korban bersama tim pendaki melakukan penyeberangan di Jembatan Tyrollean.
”Pukul 14.00 WIT pendaki terakhir mencapai puncak Cartenz. Karena HT (handy talky) low sehingga tidak ada komunikasi,” dikutip informasi tertulis yang diterima Tempo dari Ketua Umum Asosiasi Pemandu Gunung Indonesia (APGI) Rahman Mukhlis, Ahad, 2 Maret 2025.
Pendakian terakhir Lilie Wijayati dan Elsa Laksono di Carstenzs, Papua. Keduanya meninggal dalam pendakian ini pada Sabtu, 1 Maret 2025. Foto: Instagram @mamakpendaki.
Indira Alaika menulis kronologi perjalanan pendakian Carstensz. Tim ini berangkat dari Bandara Moses Kilangin, Timika, menuju Base Camp Yellow Valley atau Lembah Kuning dengan menumpang helikopter. ”Setelah sampai di Base Camp Yellow Valley Carstensz Pyramid, rombongan melaksanakan aklimatisasi selama dua hari,” tutur Indira. Aklimatisasi adalah proses penyesuaian diri organisme terhadap lingkungannya.
Menurut Indira, selain melakukan aklimatisasi mereka juga melakukan latihan teknis, seperti teknik pemanjatan naik menggunakan tali (ascending) dan teknik turun menggunakan tali (descending). Medan puncak Carstensz memang berbentuk tebing sempit dan terjal. Carstensz adalah tebing yang menjulang sekitar 600 meter.
Indira mengatakan, rombongan pendaki berjumlah 20 orang. Mereka memulai perjalanan dari Yellow Valley menuju puncak Carstensz pukul 04.00 Waktu Indonesia Timur. Puluhan orang itu terdiri dari 5 pemandu, 7 pendaki Indonesia, 6 pendaki asing, dan 2 pendaki Taman Nasional Lorentz.
Setelah tahu lima pendaki terjebak, tim di base camp bersepakat menjalankan pertolongan terhadap korban. Kabar ini baru diketahui setelah Nurhuda—salah satu pemandu—berhasil turun dan tiba di base camp sekitar pukul 20.45 WIT. Nurhuda sendiri terkena hipotermia. ”Beliau istirahat sebentar dan kembali naik membantu pendaki yang ada di atas,” kata Indira.
Pemandu lokal, Yustinus Sondegau, berusaha naik menuju Indira, Alvin, dan Saroni yang terjebak di Summit Ridge. Menurut Indira, Yustinus berjalan dengan membawa bantuan sleeping bag, fly sheet, air panas, dan radio. ”Tetapi upaya tersebut terhenti di Teras Besar karena cuaca semakin memburuk,” kata Indira.
Saat tidak berhasil menjangkau tiga rekannya yang terjebak Yustinus kembali turun. Ia bertemu dengan Luddy. Saat itulah ia mendampingi Luddy hingga ke base camp. “Seluruh peralatan yang dibawa ditinggal di Teras Besar,” ucap Indira.
Lilie Wijayati saat memanjat tebing di Citatah 90, Cipatat, kabupaten Bandung Barat, September 2024. Dok. Pribadi
Upaya pertolongan pun dilakukan pemandu asal Nepal—tim lain dalam pendakian Carstensz—Dawa Gyalje Sherpa. Namun perjalanan Dawa terhenti di Teras II. Di sini ia menemukan Lilie dan Elsa. Namun keduanya tidak tertolong. Ia menemukan mereka sudah putus napas.
Pemandu lokal lain, Poxy dan dan Damar (guide) kembali mencoba naik ke Teras II untuk memberikan bantuan kepada korban. Keduanya menghubungi tim di base camp dan melaporkan telah memberikan pertolongan kepada Lilie dan Elsa. ”Namun Lilie dan Elsa telah dinyatakan meninggal,” ucap Indira.
Salah satu pemandu, Octries, yang berkomunikasi dengan Poxy dan Dawa, menginformasikan dari basecamp bahwa dua pendaki perempuan itu tidak tertolong di Teras II. Berikutnya, Huda (guide) naik menuju puncak untuk menolong Indira, Alvin, dan Saroni di Summit Ridge.
Namun Huda mengabarkan bahwa ia tak sanggup meneruskan perjalanan ke titik keberadaan Indira, Alvin, dan Saroni. Akhir cerita, Huda meletakan peralatan bantuan untuk rekannya di bawah Summit Ridge.
Menurut Indira, langkah berikutnya dibentuk dua tim penyelamat. Tim 1 terdiri dari atas tiga pemandu international, yaitu Garret Madison, Tashi Sherpa, dan Ben Jones. Kelompok ini berusaha mendaki kembali untuk menyelamatkan Indira, Alvin, dan Saroni di Summit Ridge. Adapun Tim 2 terdiri dari dokter Adnan dan Meidi berjalan dengan tujuan menjemput Lilie dan Elsa di Teras II.
Tim I berhasil menjemput Indira, Alvin, dan Saroni. Ketiga pemandu asing itu lantas melayangkan kabar ke base camp bahwa ketiga orang masih hidup tapi dalam posisi kritis. ”Tim rescue memberikan pertolongan pertama dan menormalisasi (tiga pendaki) dengan mengganti pakaian, memberikan isotonik, makanan, serta obat-obatan,” ucap Indira.
Setelah memberikan pertolongan penyelamatan, tim penyelamat dan tiga korban yang terjebak kembali turun menuju Lembah Kuning. ”Tim rescue dan survivor dari Summit Ridge tiba di Base Camp Yellow Valley,” tutur Indira.