Kronologi Meninggalnya Suparta, Narapidana Korupsi Timah yang Harus Menggganti Uang Negara Rp 4,7 T

14 hours ago 13

TEMPO.CO, Jakarta - Terpidana 19 tahun penjara kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk pada tahun 2015–2022, Suparta, meninggal pada Senin, 28 April 2025. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Jawa Barat Kusnali mengungkapkan kronologi kematian koruptor tersebut.

Suparta merupakan warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan (lapas) Kelas II A Cibinong di Pondok Rajeg, Kota Cibinong, Jawa Barat. Selain harus menjalani pidana penjara 19 tahun penjara, dia juga divonis harus membayar ganti rugi Rp 4,57 triliun karena korupsi timah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Berdasarkan laporan yang diterima Kanwil Ditjendpas Jawa Barat, Kusnali mengatakan bahwa Suparta meninggal karena serangan jantung. Sebelum meninggal, Suparta sempat menyampaikan keluhan atas kesehatannya saat masih mendekam di Lapas Cibinong. 

"Dalam laporan atensi kalapas, dua kali atas permintaan sendiri, Suparta diperiksa di klinik lapas, tapi tidak diketahui penyakitnya," kata Kusnali saat dihubungi Tempo, Selasa, 29 November 2025.

Suparta kemudian di bawa ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cibinong Bogor pada Senin sore dalam keadaan masih hidup. Namun, terpidana kasus korupsi timah itu meninggal saat dilakukan penanganan di Instalasi Gawat Darurat. 

"Informasi yang kami terima dari pihak rumah sakit, yang bersangkutan meninggal saat dalam penanganan di Instalasi Gawat Darurat, karena serangan jantung," ujar dia. Jenazah direktur utama PT Refined Bangka Tin (RBT) itu juga, kata Kusnali, sudah diserahterimakan kepada keluarganya saat masih di rumah sakit.

Sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar membenarkan kabar kematian Suparta. “Benar, atas nama Suparta pada hari Senin tanggal 28 April 2025 sekitar pukul 18.05 WIB di RSUD Cibinong Bogor,” ucap Harli saat dikonfirmasi Antara di Jakarta, Senin, 28 April 2025.

Adapun mengenai beban uang pengganti yang dijatuhkan kepada Suparta, Harli mengatakan bahwa hal itu kemungkinan akan dibebankan kepada ahli waris yang bersangkutan. Selain itu, status pidananya juga akan gugur.

“Mengacu kepada ketentuan Pasal 77 KUHP, di sana intinya disebutkan bahwa gugurnya kewenangan untuk melakukan penyidikan atau penuntutan itu karena yang bersangkutan tersangka atau terdakwa meninggal dunia,” tuturnya.

Meski begitu, status gugur tersebut tidak serta merta menghilangkan hukuman pembebanan uang pengganti sebesar Rp 4,5 triliun yang divoniskan kepada Suparta.

Harli mengatakan bahwa berdasarkan Pasal 34 Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999, disebutkan bahwa berita acara persidangan terdakwa yang meninggal dunia akan diserahkan oleh jaksa penuntut umum (JPU) kepada jaksa pengacara negara untuk dilakukan gugatan keperdataan dalam rangka pengembalian kerugian keuangan negara.

Lebih lanjut, Harli menyampaikan bahwa gugatan perdata ini nantinya akan diarahkan kepada ahli waris dari Suparta. Meski demikian, ia menegaskan bahwa jaksa penuntut umum akan terlebih dahulu melakukan kajian terhadap proses hukum selanjutnya.

“Diarahkan ke ahli waris. Di aturannya seperti itu, tapi nanti bagaimana prosesnya, kita mulai dulu bagaimana sikap dari penuntut umum akan dikaji dulu,” ujar Harli.

Sebelumnya, Suparta dijatuhi hukuman penjara 8 tahun, denda Rp1 miliar subsider pidana kurungan 6 bulan, serta membayar uang pengganti Rp 4,57 triliun subsider 6 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.

Pada Februari 2025, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperberat vonis pidana penjara yang bersangkutan menjadi 19 tahun setelah menerima permintaan banding dari penuntut umum dan Suparta.

Untuk pidana denda, hukuman terhadap Suparta tetap sebesar Rp1 miliar dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka akan diganti (subsider) dengan pidana kurungan selama 6 bulan.

Sementara pada pidana tambahan, Majelis Hakim menetapkan uang pengganti yang dibayarkan Suparta tetap sebesar Rp 4,57 triliun.

Tetapi hukuman pengganti apabila Suparta tidak membayarkan uang pengganti tersebut diperberat Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menjadi 10 tahun penjara.

Usai dijatuhi putusan banding, Suparta mengajukan kasasi di Mahkamah Agung. Hal tersebut dikonfirmasi oleh Kapuspenkum Harli. Namun keputusan kasasi belum diambil.

Ayu Cipta berkontribusi dalam penulisan artikel ini
Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |