Laporan CORE: Ada Anomali pada Daya Beli Menjelang Hari Raya Idul Fitri 2025

2 days ago 14

TEMPO.CO, Jakarta - Center of Reform on Economics atau CORE menilai adanya anomali pada daya beli masyarakat menjelang Hari Raya Idul Fitri tahun ini. Hal tersebut disampaikan oleh lembaga riset itu melalui laporan bertajuk ‘CORE Insight: Awas Anomali Konsumsi Jelang Lebaran 2025’ yang ditulis oleh Yusuf Rendy Manilet, Azhar Syahida, dan Dwi Setyorini.

CORE menyebut Ramadan dan Idul Fitri 2025 tidak membawa berkah bagi konsumsi rumah tangga domestik. “Menjelang Lebaran 2025, kelompok rumah tangga kelas menengah ke bawah semakin terimpit oleh carut marut ekonomi domestik,” demikian tertulis dalam laporan CORE, dikutip Jumat, 28 Maret 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut CORE, tren belanja untuk kebutuhan Ramadan dan Hari Raya pada tahun ini tidak tampak. Bahkan hingga pekan ketiga Maret 2025, konsumsi rumah tangga dinilai masih lesu. CORE mengungkap ada sinyal kuat bahwa kelompok rumah tangga menengah ke bawah mengerem belanja. “Kelesuan di bulan Ramadan dan menjelang Hari Raya ini adalah sebuah anomali yang menggambarkan ketidakberesan di ekonomi domestik Indonesia,” kata CORE.

CORE berpendapat gejala anomali konsumsi rumah tangga menjelang Lebaran ini terlihat dari tren deflasi pada awal 2025. Badan Pusat Statistik (BPS) sebelumnya mencatat Indonesia mengalami deflasi pada Februari 2025. Deflasi Februari tercatat secara tahunan sebesar 0,09 persen, bulanan sebesar 0,48 persen, dan juga secara tahun berjalan atau year-to-date sebesar 1,24 persen. Faktor terbesar penyumbang deflasi berasal dari kelompok pengeluaran perumahan, air, listrik dan bahan bakar rumah tangga, yang dipicu oleh insentif diskon tarif listrik 50 persen pada Januari-Februari 2025 lalu. 

Kendati demikian, CORE melihat adanya kejanggalan. Deflasi Februari 2025 tidak hanya terjadi pada kelompok pengeluaran tersebut, melainkan juga pada kelompok makanan, minuman dan tembakau, dengan andil deflasi 0,12 persen secara bulanan. “Padahal, menjelang bulan Ramadan pada tahun-tahun sebelumnya, kelompok makanan, minuman dan tembakau selalu menyumbang inflasi, meskipun dorongan kenaikan harga biasanya tertahan oleh musim panen yang sudah dimulai pada bulan Februari di beberapa daerah di Indonesia,” tulis laporan CORE.

Selain itu, CORE juga menyoroti catatan indeks penjualan riil (IPR) dari Bank Indonesia. Bank sentral tersebut memperkirakan IPR pada Februari 2025 merosot sebesar 0,5 persen secara tahunan. Hal ini dipengaruhi jatuhnya penjualan kelompok makanan, minuman, dan tembakau yang menurun 1,7 persen. 

IPR, kata CORE, mencerminkan tingkat penjualan eceran di beberapa kota besar di Indonesia dan merupakan salah satu indikator penting dari sisi produsen yang dapat menggambarkan pergerakan konsumsi rumah tangga. Pertumbuhan IPR juga disebut sudah melambat sejak 2017. “Perlambatan pertumbuhan IPR sejak 2017 mencerminkan adanya tekanan yang semakin mengeras terhadap konsumsi rumah tangga, puncaknya adalah anomali pada Ramadan dan Lebaran 2025,” kata laporan itu.

Lebih jauh, melemahnya pertumbuhan penjualan beberapa ritel menguatkan hasil survei IPR yang dilakukan oleh BI tersebut. Misalnya, ungkap CORE, pertumbuhan penjualan Indomaret melambat signifikan dari 44,7 persen pada 2022- 2023, menjadi hanya 4 persen pada 2024. Sedangkan penjualan Alfamart terpangkas menjadi 10 persen pada 2024, dari 13,9 persen pada 2022. Menurut catatan CORE, perusahaan ritel Ramayana juga mengalami perlambatan penjualan, yakni dari 8,1 persen pada 2022, menjadi hanya 0,1 persen pada 2024. 

Hal-hal tersebut, kata CORE, menguatkan hipotesis adanya kejanggalan perilaku konsumsi rumah tangga menjelang Lebaran 2025. “Tentu, ini adalah cerminan situasi genting dalam rumah tangga masyarakat Indonesia,” tulis lembaga itu dalam laporannya.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |