MA Perberat Hukuman Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan Jadi 13 Tahun Penjara, Bagaimana Kasusnya?

19 hours ago 10

TEMPO.CO, Jakarta - Hukuman mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan ditambah oleh Mahkamah Agung (MA) dari semula sembilan tahun penjara menjadi 13 tahun. Keputusan ini merupakan jawaban dari kasasi yang diajukan terdakwa kasus korupsi pengadaan gas alam cair (liquefied natural gas/LNG) tersebut.

“Pidana penjara 13 tahun,” bunyi petikan amar putusan, dikutip dari laman Kepaniteraan MA pada Jumat, 28 Februari 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Selain menjadi lebih berat, majelis hakim kasasi juga menjatuhkan pidana denda sebesar Rp 650 juta kepada Karen Agustiawan. Apabila dia tak mampu membayar, diganti enam bulan kurungan. Majelis hakim menilai, Karen terbukti melanggar Pasal 3 UU Tipikor serta Pasal 55 dan 64 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Kasus dugaan korupsi pengadaan gas alam cair atau LNG ini sebenarnya terjadi pada kurun 2011 hingga 2014 di mana Karen Agustiawan adalah Direktur Utama PT Pertamina periode 2009-2014. Namun, ia baru ditetapkan sebagai tersangka pada September 2023 dan ditahan pada bulan yang sama.

Awal Kasus

Berdasarkan laporan Koran Tempo, kasus ini berawal dari perjanjian jual beli LNG pada 2009 lalu. Kesepakatan tersebut berisi pengiriman LNG sebesar 1 million ton per annum dalam jangka waktu 20 tahun. Tetapi, masalah kemudian muncul setelah harga gas dunia turun dan pasokan LNG dalam negeri melimpah.

Hal ini membuat serapan gas domestik, termasuk untuk diekspor, tidak maksimal. Akibatnya, suplai LNG nasional berlebih harus dijual di lantai bursa dengan harga lebih rendah. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuduh Karen merugikan negara sebesar Rp 2,1 triliun dalam kontrak dari Corpus Christi Liquefaction pada periode 2011-2021 itu.

Menurut laporan majalah Tempo, KPK menilai kontrak LNG dengan Corpus Christi pada 2012 melanggar aturan internal Pertamina lantaran tak pernah dibahas dalam rencana kerja dan anggaran perusahaan 2013, 2014, dan 2015. Kerja sama itu juga belum mendapatkan persetujuan dewan komisaris selaku perpanjangan tangan pemerintah.

Dalam kesimpulan KPK, keputusan pembelian gas itu dibuat secara sepihak tanpa kajian analisis supply and demand yang memadai. Akibatnya, Pertamina merugi karena terpaksa melepas LNG yang dibeli ke pasar dengan harga murah.

Selain itu ada pula dugaan gratifikasi yang melibatkan anak kandung Karen dalam proyek pembelian gas dari anak Cheniere Energy Inc itu. Selain itu, perbuatan Karen juga disebut dilakukan bersama Yenni Andayani selaku Senior Vice President Gas and Power PT Pertamina 2013-2014 dan Hari Karyulianto selaku Direktur Gas PT Pertamina 2012-2014.

Sebenarnya, ini adalah kasus yang diambil alih oleh KPK dari Kejaksaan Agung (Kejagung l. Komisi antirasuah tersebut telah menelisik kasus ini sejak akhir 2021. Kemudian pada Juni 2022, KPK pun meningkatkan status kasus dugaan korupsi pengadaan LNG ini ke tahap penyidikan.

Dalam kasus ini, penyidik KPK juga sempat memeriksa Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Periode 2011-2014 Dahlan Iskan. Dahlan diperiksa pada Kamis 14 September 2023. Meski demikian, dia mengaku tak banyak tahu soal korupsi pengadaan LNG di PT Pertamina pada 2011-2014 tersebut.

“Tidak (tahu). Saya kan bukan komisaris, bukan direksi. Itu teknis sekali di perusahaan,” kata Dahlan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.

Vonis Karen Agustiawan

Dalam perjalanan kasusnya, Karen kemudian divonis sembilan tahun penjara. Selain itu, hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi atau Tipikor juga menjatuhkan denda sebesar Rp500 juta kepada mantan Dirut Pertamina periode 2009-2014 tersebut. Hakim menyatakan Karen terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi.

“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa, oleh karena itu dengan pidana penjara selama 9 tahun dan denda sebesar Rp 500 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan,” ujar Hakim Maryono di PN Tipikor, Jakarta Pusat, Senin, 24 Juni 2024.

Vonis itu lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Sebelumnya, JPU menuntut Karen dipidana 11 tahun penjara dan harus membayar denda Rp 1 miliar. Selain pidana utama, Karen juga dituntut pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sebesar Rp 1,09 miliar dan US$ 104 ribu subsider 2 tahun penjara.

Jaksa mendakwa Karen telah merugikan negara sebesar US$ 113,84 juta atau setara Rp 1,77 triliun dalam kasus pengadaan LNG tersebut. Karen didakwa memperkaya diri sebesar Rp 1,09 miliar dan US$ 104.016, serta memperkaya korporasi Amerika Serikat, yakni Corpus Christi Liquefaction LLC (CCL) senilai US$ 113,84 juta yang mengakibatkan kerugian keuangan negara.

Ajukan Banding dan putusannya

Karen Agustiawan kemudian memutuskan mengajukan banding segera divonis sembilan tahun penjara tersebut. Namun Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta tetap menghukum Karen dengan pidana penjara sembilan tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider tiga bulan kurungan, sebagaimana keputusan yang diambil pada September tahun lalu.

“Menguatkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 12/Pid.Sus-TPK/2024/PN.JKT. PST, tanggal 24 Juni 2024 untuk selain dan selebihnya,” demikian bunyi amar putusan banding dikutip dari laman Direktori Putusan PT DKI.

Tak puas, Karen Agustiawan mengambil langkah terakhir demi menghindari hukuman: Kasasi. Ia mengajukan kasasi ke MA pada 19 September. Dua hari sebelumnya, pihak KPK juga mengajukan kasasi atas putusan PT DKI Jakarta tersebut. KPK mengajukan kasasi pada 17 September 2024.

Keputusan Kasasi

MA akhirnya mengetuk keputusan kasasi kasus Karen dengan perkara nomor 1076 K/PID.SUS/2025 tersebut diketok pada Jumat, 28 Februari 2025. Majelis hakim kasasi yang mengadili kasasi perkara korupsi di Pertamina ini dipimpin oleh Dwiarso Budi Santiarto, dengan anggota Sinintha Yuliansih Sibarani, dan Achmad Setyo Pudjoharsoyo. Hukuman penjara Karen jadi 13 tahun.

Raden Putri, Amelia Rahima Sari, Andika Dwi, Arkhelaus Wisnu Triyogo, dan Eko Wahyudi berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |