TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Perdagangan Budi Santoso mengungkapkan ada 66 perusahaan yang terindikasi mencurangi penjualan minyak goreng murah merek MinyaKita. Budi Santoso menyebut temuan itu merupakan hasil kerja sama Kementerian Perdagangan, Satuan Tugas Pangan Polri serta Kementerian, dan lembaga terkait yang meningkatkan pengawasan distribusi MinyaKita sejak Desember 2024 dalam rangka Natal dan Tahun Baru 2025 hingga sekarang menjelang Idul Fitri.
“Dari pengawasan yang diperketat itu, kami menemukan beberapa perusahaan yang melakukan pelanggaran. Tercatat ada sekitar 66 perusahaan,” ujar Budi Santoso di Kabupaten Karawang, Jawa Barat, pada Kamis, 13 Maret 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Budi Santoso berujar jenis pelanggaran yang dilakukan oleh 66 perusahaan itu bermacam-macam. Mulai dari menjual Minyakita secara paketan dengan produk lain (bundling), yang menyalahi Surat Edaran Nomor 3 Tahun 2023 tentang Pedoman Penjualan Minyak Goreng Rakyat.
Mendag juga menyebutkan pelanggaran lain berupa perizinan yang tidak lengkap serta pelanggaran yang paling jamak ditemukan di pasaran, yakni menjual MinyaKita lebih dari harga ecer tertinggi (HET) Rp 15.700 per liter.
Terhadap 66 perusahaan yang menerobos aturan penjualan MinyaKita, Mendag mengklaim telah menetapkan sanksi administrasi. Ia lalu mencontohkan, pada 24 Januari 2025 lalu telah menyegel gudang PT Navyta Nabati Indonesia (NNI) yang melanggaran sejumlah aturan izin produksi hingga distribusi MinyaKita.
“Yang ditemukan juga memproduksi Minyakita tidak mencapai 1 liter atau waktu itu 750 ml. Perusahaan sudah kami tutup, sudah tidak beroperasi dan sekarang dalam proses di Polri,” kata Budi Santoso.
Menurut catatan Kemendag PT NNI tidak memiliki izin edar BPOM untuk MinyaKita, tidak memiliki Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) 82920 atau aktivitas pengepakan sebagai syarat wajib repacker minyak goreng.
Selain itu, PT NNI menurut Budi juga tidak terdaftar di sistem informasi minyak goreng curah (SIMIRAH) serta dicurigai memalsukan surat rekomendasi izin edar dari Kemendag. Lalu pelanggaran berikutnya yakni PT NNI memproduksi MinyaKita menggunakan minyak goreng non domestic market obligation (DMO).
Pelanggaran yang terakhir itu juga ditemukan Kemendag dalam kasus kecurangan yang dilakukan PT Artha Eka Global Asia (AEGA) yang pabriknya disegel pada hari ini. Menurut temuan Kemendag, PT AEGA aslinya berlokasi di Depok, Jawa Barat, tapi bermigrasi ke Karawang Jawa Barat. Budi memperkirakan, perpindahan itu disebabkan karena PT AEGA berusaha kabur dari pengawasan Kemendag yang mendatangi pabrik PT AEGA di Depok pada 7 Maret 2025 lalu. “. Tetapi ternyata perusahaannya sudah tutup dan menurut informasi sudah pindah,” kata Budi.
Sehari setelahnya, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman melakukan inspeksi mendadak ke Pasar Lentang Agung, Jakarta Selatan, dan menemukan MinyaKita berisi 750 ml yang dikemas oleh PT AEGA.
“Kami temukan sekarang banyak botol-botol yang berukuran 750 ml yang rencananya akan untuk produksi minyaKita, akhirnya belum sempat diproduksi dan sudah ketahuan dari tim pengawas sehingga tidak bisa memproduksi lagi,” ujar Budi Santoso sambil menunjukkan ribuan botol kosong di belakangnya.
Selain itu, Budi Santoso juga membeberkan pelanggaran lain PT AEGA yang menjual lisensi MinyaKita kepada dua perusahaan di Kecamatan Rajeg dan di Kecamatan Pasar Kemis, Tangerang, Banten. Kedua perusahaan itu, kata Budi, membayar kompensasinya kepada PT AEGA masing-masing Rp 12 juta per bulan.
"Kedua perusahaan yang di Rajeg dan di Pasar Kemis juga tidak memenuhi syarat, artinya melanggar aturan, salah satunya juga memproduksi atau menjual MinyaKita dengan ukuran 750 ml," ucap Budi Santoso. Atas temuan itu, Mendag menuturkan, pabrik yang mendapat lisensi dari PT AEGA telah ditutup dan kasusnya ditangani oleh Polda Banten.
Tak hanya sampai di situ, Budi Santoso mengungkapkan, pelanggaran lain dari PT AEGA yang mengemas MinyaKita dengan menggunakan minyak goreng non domestic market obligation (DMO). Padahal pemerintah mensyaratkan produsen untuk memproduksi MinyaKita dengan minyak goreng DMO sebagai syarat ekspor.
"Minyakita yang dijual oleh PT Aiga ini minyak non-DMO. Ini non-DMO, jadi bisa jadi dia ambil dari minyak komersial," kata dia. Adapun konsekuensi bagi pelanggaran itu, menurut Mendag, adalah dengan penutupan pabrik PT AEGA dengan diikuti pencabutan izin usaha.