Mengapa Transmigrasi Lokal Tak Jamin Penyelesaian Konflik Agraria di PSN Rempang Eco City?

9 hours ago 5

TEMPO.CO, Jakarta - Pengajar Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Universitas Indonesia (UI) Rissalwan Habdy Lubis menyebut transmigrasi lokal warga terdampak Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco City tidak akan menyelesaikan konflik lahan yang terjadi. Sebelumnya, usulan ini disampaikan Menteri Transmigrasi Muhammad Iftitah Sulaiman Suryanagara. Ia mengusulkan transmigrasi ke tempat baru tetapi masih di Pulau Rempang.

Rissalwan menuturkan, transmigrasi idealnya dilakukan dengan membuka kawasan baru di tempat baru. Konsep awal program transmigrasi pun, kata dia, memindahkan penduduk dari daerah padat ke daerah kurang padat untuk pemerataan. Karena itu, ia menilai konsep transmigrasi lokal warga Rempang ini sejatinya sama dengan relokasi yang ditawarkan pemerintah sebelumnya.

“Menurut saya salah kaprah memindahkan orang, yang dalam tanda kutip kalah dari PSN, dibilang transmigrasi,” kata Rissalwan kepada Tempo, Jumat, 14 Februari 2025. “Tapi namanya pemerintah berkuasa, ya sah-sah saja menganggap itu transmigrasi.”

Dengan konsep awal transmigrasi untuk pemerataan penduduk dan ekonomi, Rissalwan menambahkan, transmigrasi tidak diprogramkan untuk menjawab persoalan konflik lahan. Ia juga mengatakan transmigrasi lokal tidak akan mudah diterima warga terdampak Rempang Eco City. Pasalnya, hubungan masyarakat dengan tanah kelahiran merupakan hubungan kultural yang sulit dipisahkan. 

“Kalau mereka dipindah tapi lokasinya dekat, tetap akan ada rasa dongkol, jengkel, melihat tanah mereka dulu ‘dirampass’ untuk kepentingan lain,” kata Rissalwan. “Ini malah bisa menciptakan masalah historical dengan tempat lama.” 

Menurut Rissalwan, lahan pengganti yang lebih luas di tempat transmigrasi juga tidak menjamin masyarakat bisa menerimanya. Sebab, di tempat baru itu masyarakat tidak memiliki ikatan batin lebih kuat dibanding ikatan batin dengan tanah kelahiran yang kini sedang menjadi objek konflik. “Akar masalah tidak selesai dengan transmigrasi lokal,” ucapnya.

Oleh karena itu, Rissalwan mengatakan pemerintah perlu berhati-hati dengan konsep transmigrasi lokal agar tidak menciptakan konflik agrarian baru. Kalaupun pemerintah hendak membangun kawasan ekonomi transmigrasi yang terintegrasi, menurut Rissalwan, pemerintah juga harus memastikan tidak ada konflik agraria di awal maupun di akhir program. “Karena transmigrasi dasar masalahnya bukan konflik tanah tapi kebutuhan untuk sumber penghirupan baru,” tuturnya.

Alasan di Balik Usulan Iftitah

PSN Rempang Eco City merupakan proyek warisan Presiden ke-7 Jokowi. Pengembangan proyek ini adalah hasil kerja sama antara pemerintah pusat melalui Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam alias BP Batam dan Pemerintah Kota Batam dengan PT Makmur Elok Graha (MEG) yang merupakan anak usaha Artha Graha, kelompok usaha yang dibangun Tomy Winata.

Dalam pengembangannya, PT MEG bakal menyiapkan Pulau Rempang sebagai kawasan industri, perdagangan, hingga wisata terintegrasi. Proyek itu diharapkan bisa mendorong peningkatan daya saing Indonesia dari Singapura dan Malaysia.

Proyek ini bermasalah dan menuai penolakan sejak lama. Konflik ini pecah sejak awal September 2023 ketika sejumlah aparat gabungan TNI dan Polri memaksa masuk ke perkampungan warga. Mereka datang untuk memasang patok tanda batas lahan proyek Rempang Eco City, padahal masyarakat tidak sepakat digusur.

Hingga kini, konflik pun belum selesai. Bahkan, belum lama ini terjadi  kriminalisasi terhadap tiga warga penolak PSN tersebut. Menteri Transmigrasi Iftitah Sulaiman kemudian mengusulkan transmigrasi lokal warga Rempang dalam forum rapat bersama Komisi V DPR RI di Gedung DPR pada Kamis, 13 Februari 2025.

Saat ditemui Tempo usai rapat, Iftitah mengatakan bahwa transmigrasi lokal akan menjadi jalan keluar konflik lahan  yang menghambat jalannya PSN Rempang Eco City. Lagipula, menurut dia, transmigrasi tidak selalu berarti memindahkan penduduk dari satu pulau ke pulau lainnya. Sehingga, Iftitah memastikan warga terdampak Rempang Eco City bisa tetap tinggal di pulau yang terletak di Kepualauan Riau itu.

“Nanti kami bikin kawasan transmigrasinya,” kata Iftitah. Politikus Partai Demokrat ini sekaligus memastikan masyarakat akan mendapat hak atas rumah tinggal dan tanahnya. 

Iftitah pun menyebut transmigrasi lokal warga Rempang akan menjawab persoalan penciptaan lapangan kerja. Pasalnya, menurut Iftitah, melalu investasi awal senilai Rp 198 triliun di Rempang Eco City, aka nada 57 ribu tenaga kerja yang terserap. Kemudian saat pabrik pengolahan pasir silika beroperasi, kebutuhan tenaga kerjanya bisa mencapai 82.500 orang.

Untuk itu, Kementerian Transmigrasi akan memberi pendampingan dan pelatihan kepada warga begitu transmigrasi lokal dilaksanakan. Harapan Iftitah, masyarakat terdampak bukan hanya bisa menjadi pekerja kasar. Bahkan, ia berencana beasiswa untuk generasi muda Rempang agar kemampuannya bisa menjawab kebutuhan industri di level manajemen.

“Mereka insyaallah akan mendapat kesejahteraan yang lebih,” kata Iftitah. “Kami pastikan mereka mendapat pekerjaan atau manfaat dari proyek industri ini.”

Iftitah bakal meminta restu Presiden Prabowo Subianto untuk merealisasikan program ini. Ia juga menyatakan siap berkantor di Rempang dan berjanji menyerap aspirasi masyarakat. Ia akan mengunjungi masyarakat untuk menganalisis persoalan yang terjadi.  “Saya harus tahu apa alasan mereka tidak mau pindah, lalu cari solusinya,” kata dia.

Adapun menurut Iftitah, konflik lahan di Pulau Rempang selama ini terjadi karena masyarakat tidak mendapat hak yang sepadan, termasuk soal relokasi. Bahkan, mereka juga disebut-sebut sebagai bukan penduduk asli. “Ngapain kita harus rebutan dengan penduduk asli dan penduduk tidak asli. Biarkan mereka menjadi tuan di rumahnya sendiri,” kata Iftitah.

Yogi Eka Saputra berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan Editor: Mengapa Menteri Iftitah Usul Warga Korban Rempang Eco City Dijadikan Transmigran? 

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |