Mensesneg soal Polemik Revisi UU TNI: Demokrasi Boleh, tapi Jangan Kebablasan

13 hours ago 13

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi menyampaikan sikap Presiden Prabowo Subianto terhadap polemik yang mencuat di masyarakat atas revisi UU TNI. Dalam menanggapi persoalan ini, dia mengatakan bahwa masyarakat diminta untuk tidak kebablasan dalam berdemokrasi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Seperti yang saya sampaikan tadi, bahwa demokrasi boleh, tapi juga ya enggak boleh kebablasan,” kata Prasetyo kepada awak media saat ditemui di kantor Kemenpan RB, Jakarta Selatan pada Senin, 17 Maret 2025.

Pihaknya menilai, poin penting dalam proses demokrasi adalah menyalurkan semangat yang konstruktif atau membangun. Energi yang dilahirkan dari pembahasan terkait RUU TNI, kata dia, harus positif.

Di samping itu, Prasetyo mengatakan apabila ada elemen masyarakat yang ingin menyampaikan aspirasi atau masukan, perlu dilakukan dengan baik serta didasarkan pada ketelitian dan kejelasan. “Apa yang dipolemikkan adalah sesuatu yang memang mau dikerjakan, jangan mempolemikkan sesuatu yang tidak ada. Itu, tolonglah dikurangi energi-energi yang seperti itu,” ujarnya.

Menurut dia, masyarakat perlu mengurangi semangat yang bertendensi negatif dan menimbulkan kontradiktif. “Apa pun dianggap kontra, apa yang dikerjakan dianggap selalu tidak baik, tidak benar. Belum juga mulai bekerja, sudah dicurigai, kan agak susah kalau seperti itu,” kata dia.

Kendati demikian, pihaknya mengaku terbuka dengan seluruh masukan. Dia menilai beberapa hal yang terjadi belakangan merupakan bagian dari dialektika berdemokrasi dan pembelajaran bagi negara.

“Tapi juga kami berkewajiban memberikan kesadaran bagi kita semua, mari bergotong-royong, apapun itu, ini semua untuk kepentingan kita,” kata Prasetyo.

Lebih lanjut, Prasetyo memastikan bahwa pembahasan terkait revisi UU TNI yang dilakukan pemerintah tidak akan berujung pada penghidupan kembali dwifungsi TNI.

Dia menjelaskan, secara substansi, hal-hal yang dibahas dalam rapat membahas revisi UU TNI guna memperkuat kedudukan tentara sebagai salah satu institusi negara. Siapa pun, kata dia, berkewajiban menjaga badan yang berperan penting bagi kedaulatan bangsa. Hal ini mencakup peningkatan kemampuan TNI dalam menghadapi ancaman militer maupun non-militer.

“Jadi tolonglah untuk tidak mengeluarkan statement-statement seolah-olah ada dikotomi, kemudian disampaikan juga masyarakat akan kembali ada dwifungsi abri, tidak begitu,” tuturnya.

Sebelumnya, lembaga aktivis Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menginterupsi rapat pembahasan RUU TNI yang digelar Komisi I dan pemerintah di hotel Fairmont, Jakarta Pusat pada Sabtu. Dalam aksi itu, Andrie dan sejumlah perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan merangsek masuk ke ruang rapat dan menyatakan penolakan terhadap revisi UU TNI.

Mereka juga mengkritik proses pembahasan RUU TNI yang dilakukan secara tertutup di hotel mewah. "Selain bertolak belakang dengan kebijakan negara mengenai efisiensi, juga terkait dengan pasal dan substansinya yang jauh dari upaya semangat menghapus dwifungsi militer," kata salah satu aktivis Kontras Andrie Yunus saat dihubungi, Ahad, 16 Maret 2025.

Penolakan tersebut merambat ke jagat media pasca video penggerudukan beberapa aktivis KontraS tersebut viral. Setelahnya, media sosial Indonesia diramaikan dengan tagar Tolak Revisi UU TNI yang menggema usai terbongkarnya rapat panitia kerja DPR tersebut.

Nandito Putra, Vedro Imanuel Girsang, dan Raden Putri Alpadillah Ginanjar berkontribusi dalam penulisan artikel ini. 

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |