Jakarta, CNN Indonesia --
Peneliti dari The Prakarsa, organisasi sipil pemerhati kebijakan publik, Aditya Utama mengkritik program makan bergizi gratis (MBG) pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka yang fokus pada kuantitas, alih-alih kualitas.
Menurut Aditya program tersebut seharusnya bisa memperbaiki gizi masyarakat, khususnya di level anak dan ibu hamil. Namun, pemerintah, kata dia, harusnya juga fokus pada kualitas bukan hanya kuantitas sebagai indikator kesuksesan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami melihat bahwa pada akhirnya program ini lebih fokus pada ekspansi jangkauan, dibanding misalnya menjaga dulu terkait standar operasional, terus gizi, lalu soal keamanan," kata Aditya dalam program satu tahun janji perbaikan gizi Prabowo-Gibran di CNNIndonesia, Senin (20/10).
Dengan fokus pada kuantitas itu, Aditya karenanya ragu terhadap angka pemenuhan gizi sekitar 36 juta penerima manfaat program tersebut. Apalagi, khususnya di daerah 3T (Tertinggal, Terbelakang, Terluar).
"Bagaimana nasib mereka saat ini dengan SPPG (Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi). Apakah, udah terjangkau belum dari 36 juga sekian penerima manfaat," kata dia.
Merespons itu, Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana mengatakan program MBG memiliki tiga tahap pelaksanaan.
Pada tahun pertama, pihaknya fokus pada intervensi jumlah.
Menurut dia, penduduk Indonesia saat ini tercatat mengalami penambahan sebanyak tiga juta per tahun, hingga 2045. Dengan kondisi itu, dia mengingatkan, sebagian besar penduduk Indonesia hidup dengan tingkat pendidikan hanya 9 tahun.
"Sehingga tidak heran kalau 60 persen anak Indonesia tidak punya akses terhadap gizi dengan menu seimbang. Tidak heran juga banyak anak 60 persen tidak pernah minum susu," katanya.
Oleh karenanya, kata Dadan, sesuai arahan Presiden Prabowo, dari target semula MBG di 2025 hanya melayani 17,5 juta dengan 5 ribu SPPG, jumlahnya naik menjadi 82,9 juta. Menurut Dadan, permintaan masyarakat terhadap program itu terus naik dalam setiap kunjungan Presiden.
"Jadi artinya kita harus memberikan hak dulu kepada yang ingin mendapatkan. Sambil juga kita dari awal kita sudah memberikan good pratice terhadap aspek higienis, sanitasi, dan keamanan pangan," kata dia.
(thr/kid)