Paling Rentan Terdampak, Penyandang Disabilitas Sampaikan Aspirasi dalam RUU Perubahan Iklim

4 hours ago 5

TEMPO.CO, Jakarta — Perubahan iklim memberikan dampak yang beragam bagi semua kelompok masyarakat, termasuk penyandang disabilitas. Bahkan para difabel merupakan kelompok paling rentan atas dampak perubahan iklim

Menurut Ketua Perhimpunan Jiwa Sehat (PJS) Yeni Rosa Damayanti, terdapat tiga dampak perubahan iklim yang paling rentan dialami penyandang disabilitas. Pertama, kerentanan keselamatan saat evakuasi. Bagi orang yang tidak memiliki kedisabilitasan, menyelamatkan diri sekejap dengan berpindah tempat adalah hal yang biasa dan memungkinkan untuk dilakukan. Namun bagi penyandang disabilitas, menyelamatkan diri sendiri dalam sebuah bencana dapat menjadi hal yang sulit dilakukan. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Yeni mencontohkan bagi penyandang disabilitas pengguna kursi roda yang tinggal hanya berdua dengan ibunya yang sudah tua. "Saat bencana, siapa yang menyelamatkan bila tetangga di sekitarnya sibuk menyelamatkan diri? Atau penyandang disabilitas mental yang sering diumpetin keluarganya, disembunyikan dari pergaulan umum, sering saat ada kebakaran luput dari perhatian umum, dan ditemukan sudah dalam keadaan meninggal," kata dia dalam Webinar Partisipasi Penuh Penyandang Disabilitas Dalam Penyusunan Rancangan Undang Undang Perubahan Iklim, Selasa, 28 April 2025.

Kedua, kerentanan ekonomi. Menurut Yeni, bencana alam yang memberikan dampak rusaknya sebuah wilayah mengharuskan penduduknya pindah tempat tinggal maupun mata pencarian. Hal itu dapat mendatangkan masalah bagi kelompok disabilitas.

Bagi orang yang tidak memiliki disabilitas, menurut Yeni, berpindah tempat dan mata pencaharian akan menjadi sebuah solusi. Namun, bagi orang dengan disabilitas, berganti pekerejaan atau tempat mata pencaharian berarti memutus rantai penghidupan.

"Karena kesempatan kerja untuk mereka tidak banyak, lingkungan baru belum tentu juga dapat menerima mereka untuk bekerja, jadi tidak mudah bagi disabilitas kalau disuruh untuk berpindah tempat," kata Yeni.

Kerentanan ketiga yang dialami penyandang disabilitas adalah kerentanan pasca bencana  Menurut Yeni, kerentanan ini hampir mirip dengan kerentanan ekonomi. Namun, kali ini terkait dengan aksesibilitas tempat tinggal. Seperti korban bencana yang harus dipindahkan ke tempat tinggal baru yang aksesibilitasnya kurang. "Misalnya rumah barunya tidak memiliki standart aksesibilitas seperti di rumah lamanya, ini akan membuat mereka semakin terisolasi dan membahayakan hidupnya," ujarnya.

Lantaran itulah, kelompok disabilitas menyampaikan beberapa aspirasinya dalam pembahasan Rancangan Undang-undang Perubahan Iklim. Aspirasi ini disampaikan bersama Aliansi Rakyat Untuk Keadilan Iklim (ARUKI).

Pertama, dalam setiap pembahasan RUU Perubahan Iklim, penyandang disabilitas minta ikut serta agar dapat berpatisipasi penuh dalam menyampaikan kebutuhan mereka menghadapi perubahan iklim. "Karena yang tahu kebutuhan penyandang disabilitas dalam berbagai situasi adalah penyandang disabilitas itu sendiri," kata Yeni. 

Selain itu, menurut Direktur PIKUL, Torry Kuswardono, kelompok difabel adalah kelompok yang tidak memiliki kontribusi dalam perubahan iklim atau kegiatan merusak alam yang berdampak pada perubahan iklim. "Tapi teman-teman disabilitas menjadi kelompok yang paling rentan dan paling terdampak oleh perubahan iklim, khususnya saat bencana alam terjadi," kata dia .

Kedua, penyandang disabilitas berharap agar dalam pembahasan RUU Perubahan Lingkungan juga dimasukkan alokasi anggaran dampak ekonomi bagi kelompok penyandang disabilitas, dengan alasan kerentanan ekonomi yang sangat parah paska kejadian alam dampak perubahan iklim.

Ketiga, penyandang disabilitas juga meminta disertakannya pembahasan mengenai jaringan sosial sebagai antisipasi dampak yang lebih parah pasca bencana alam akibat perubahan iklim. Jaringan sosial ini, menurut Yeni, berfungsi sebagai jaring pengaman sosial bagi difabel yang terdampak perubahan iklim.

"Karena sudah saya sampaikan, disabilitas itu memiliki banyak barrier, tidak saja soal sulit mencari kerja atau mata pencaharian, ingin menempuh pendidikan saja sulit, lantaran banyak distigmatisasi tidak mampu," kata Yeni.

Menanggapi aspirasi yang disampaikan para penyandang disabilitas, Direktur Adaptasi Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup Yulia Suryanti mengatakan beberapa pertimbangan sosial, ekonomi dan budaya telah dimasukkan ke dalam beleid RUU Perubahan Iklim yang tahun ini sudah masuk program legislasi nasional (Prolegnas). "Termasuk juga kepentingan intergenerasional, karena Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNFCCC) juga memasukkan berbagai kepentingan yang dimiliki oleh para pemangku kepentingan, termasuk penyandang disabilitas," kata Yulia dalam forum yang sama.

Sementara itu, Graal Taliawo, Anggota Komite II DPD selaku pemrakarsa Undang Undang Perubahan Iklim mengatakan bila RUU tersebut sudah memiliki pasal yang mencantumkan pengaturan mengenai hak lingkungan hidup bagi semua warga masyarakat. "Mengenai ketentuan normatif, UU Perubahan Iklim ini memiliki Pasal 28H yang mengatur mengenai hak lingkungan hidup yang baik dan sehat buat semua masyarakat tanpa terkecuali, kemudian pasal 33 bagaimana negara memiliki tanggung jawab untuk memanfaatkan dan mengelola sumber daya alam, termasuk lingkungan di dalamnya untuk bagaimana mendatangkan kesejahteraan bagi rakyat," kata Graal.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |