Panglima TNI dan Menhan Soal Prajurit Wajib Mundur Jika Menjabat di Lembaga Negara

4 hours ago 6

TEMPO.CO, Jakarta - Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto menegaskan bahwa prajurit aktif yang menjabat di kementerian atau lembaga lain harus pensiun dini atau mengundurkan diri dari dinas aktif. Ketentuan ini sejalan dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.

"Jadi, prajurit TNI aktif yang menjabat di kementerian atau lembaga lain akan pensiun dini atau mengundurkan diri dari dinas aktif sesuai dengan Pasal 47," ujar Agus di Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK), Jakarta Selatan, Senin, 10 Maret 2025.

Pernyataan ini muncul sebelum pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI yang sedang dibahas oleh Komisi I DPR RI bersama Menteri Pertahanan (Menhan) Sjafrie Sjamsoeddin dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Supratman Andi Agtas. Rapat tersebut digelar di Kompleks Parlemen, Jakarta, pada Selasa, 11 Maret 2025.

Ketua Komisi I DPR RI Utut Adianto menyebutkan bahwa pemerintah telah menyerahkan daftar inventarisasi masalah (DIM) terkait RUU tersebut dalam Surat Presiden Nomor: R-12/Pres/02/2025. Dalam pembahasannya, Komisi I juga telah mendengar masukan dari berbagai pihak, termasuk pakar, akademisi, Persatuan Purnawirawan dan Warakawuri TNI-Polri (Pepabri), serta lembaga swadaya masyarakat (LSM).

Wakil Ketua Komisi I DPR RI Dave Laksono menambahkan bahwa revisi UU TNI diperlukan untuk menyesuaikan dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat. Perubahan ini mencakup batas usia pensiun prajurit serta aturan mengenai penempatan TNI dalam jabatan sipil.

"Perubahan ini dilandasi kebutuhan akan kepastian hukum terkait substansi yang memerlukan perbaikan dan penyempurnaan, antara lain batasan pensiun TNI dan penempatan TNI pada jabatan sipil," ujar Dave.

RUU TNI ini juga dianggap sebagai bagian dari reformasi berkelanjutan dalam tubuh TNI dengan penekanan pada profesionalisme dan adaptasi terhadap dinamika geopolitik yang terus berkembang. Perubahan lingkungan strategis serta tantangan pertahanan negara mendorong perlunya pengelolaan sumber daya yang lebih optimal serta peningkatan kapabilitas organisasi.

Menhan Sjafrie Sjamsoeddin menyatakan bahwa revisi UU TNI bertujuan memberikan landasan hukum yang lebih jelas terhadap peran TNI dalam berbagai tugas, termasuk tugas di luar perang tanpa melanggar prinsip demokrasi dan supremasi sipil.

"Ada tugas lain selain perang yang harus dijalankan oleh TNI tanpa melanggar prinsip demokrasi dan supremasi sipil," kata Sjafrie dalam rapat kerja bersama Komisi I DPR RI.

Selain itu, Sjafrie menyoroti pentingnya modernisasi alat utama sistem senjata (alutsista), penguatan industri pertahanan dalam negeri, peningkatan kesejahteraan prajurit, serta penyesuaian aturan terkait jenjang karir dan usia pensiun prajurit.

Salah satu isu krusial dalam revisi UU TNI adalah pengaturan mengenai jabatan yang dapat diisi oleh prajurit aktif di kementerian/lembaga. Saat ini, Pasal 47 ayat 2 UU TNI hanya mengizinkan prajurit aktif menduduki jabatan di 10 kementerian/lembaga, antara lain:

1. Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Negara
2. Kementerian Pertahanan
3. Sekretariat Militer Presiden
4. Badan Intelijen Negara
5. Badan Siber dan Sandi Negara
6. Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas)
7. Dewan Pertahanan Nasional
8. Badan SAR Nasional
9. Badan Narkotika Nasional
10. Mahkamah Agung

Namun, dalam revisi UU yang diusulkan, jumlah tersebut bertambah menjadi 15 kementerian/lembaga dengan penambahan:

1. Kementerian Kelautan dan Perikanan
2. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
3. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT)
4. Badan Keamanan Laut (Bakamla)
5. Kejaksaan Agung

Eka Yudha Saputra turut berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan Editor: Panglima TNI Prajurit Aktif yang Isi Jabatan Sipil di Luar Aturan Harus Mundur

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |