Panja RUU TNI soal Dwifungsi: Tak Ada yang Bisa Membalik Jarum Jam

4 hours ago 8

Jakarta, CNN Indonesia --

Ketua Panja RUU TNI Utut Adianto angkat suara desakan publik yang meminta agar proses perubahan UU TNI dihentikan karena berpotensi mengembalikan dwifungsi militer.

Menurutnya semangat zaman saat ini berbeda ketika menyatakan dwifungsi akan kembali seperti masa rezim Orde Baru (Orba) berkuasa lewat agenda perubahan UU 34/2004 tentang TNI saat ini.

"Kalau TNI ditakutkan akan kembali seperti zaman Orde Baru, saya udah usia 60 tahun, supaya dipahami di dunia ini enggak ada yang bisa membalikkan jarum jam," katanya kepada wartawan di sela-sela rapat panja yang digelar di Hotel Fairmont, Sabtu (15/3).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Semangat zamannya beda," imbuh politikus PDIP itu.

Rapat panja di hotel tersebut sudah berlangsung sejak Jumat (14/3).

Menurutnya pembuatan undang-undang dilakukan pemerintah dan DPR bukan untuk golongan tertentu, melainkan untuk Indonesia.

"Ketika membuat undang-undang itu buat siapa? Buat golongan tertentukah? Buat diri saya kah? Ini saya pastikan untuk Merah Putih, untuk Indonesia. Enggak akan ada any wrong doing, enggak akan ada any wrong doing," kata pria yang sebelumnya dikenal sebagai atlet catur dengan titel Grand Master tersebut.

Utut memandang adanya penolakan terhadap Revisi UU TNI berasal dari mereka-mereka yang memiliki masa lalu traumatis. Pasalnya, ia menilai jika ditelaah lebih jauh revisi tersebut dibutuhkan untuk masa depan yang lebih baik.

"Yang masa lampaunya traumatis, pasti kontra. Tapi kalau kita melihat ke depan, moving forward, dugaan saya ini okey-dokey," katanya.

Utut lantas meminta agar masyarakat tidak khawatir secara berlebihan terkait Revisi UU TNI itu. Menurutnya Revisi dilakukan dengan niatan baik untuk kepentingan bangsa.

"Yang saya perlu sampaikan ke teman-teman, janganlah khawatir berlebihan. Tetapi kalau keberpihakan saya enggak bisa omong," tuturnya.

"Cuman please kita sesama anak bangsa tidak saling menjelekkan. Kalau orang kayak saya pasti niatannya baik," imbuhnya.

Komisi I DPR bersama pemerintah kembali menggelar rapat Panitia Kerja (Panja) terkait revisi Undang-Undang TNI di Hotel Fairmont, Jakarta Pusat, pada Sabtu (15/3) hari ini.

Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin sebelumnya mengaku telah menugaskan Sekjen Kemenhan untuk ikut terlibat pembahasan RUU tersebut bersama DPR. Pihaknya ingin agar RUU TNI selesai sebelum masa reses DPR.

Sjafrie mengatakan ada empat poin pokok objek perubahan RUU TNI yang telah diserahkan pemerintah kepada DPR. Pertama, penguatan dan modernisasi alutsista.

Kedua, memperjelas batasan penempatan TNI dalam tugas nonmiliter di lembaga sipil. Ketiga, peningkatan kesejahteraan prajurit. Terakhir, mengatur batas usia pensiun TNI.

Namun, Sjafrie menegaskan revisi hanya akan menyasar tiga pasal. Masing-masing Pasal 3 soal kedudukan TNI, Pasal 47 terkait penempatan TNI di institusi sipil, dan Pasal 53 terkait masa pensiun.

Sementara itu, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mengkritik keras langkah Panitia Kerja Revisi UU TNI dan pemerintah membahas perubahan UU 34/2004 tentang TNI di hotel mewah, Fairmont, Jakarta, selama dua hari terakhir.

Pada Sabtu kemarin pun ada perwakilan koalisi sipil yang datang ke hotel mewah tersebut dan melakukan aksi di depan ruang yang dipakai pembahasan RUU TNI. Menurut koalisi sipil pembahasan yang kebut bahkan sampai dibahas di hotel mewah bintang 5 pada akhir pekan ini menunjukkan pemerintah dan DPR menyakiti hati rakyat.

Selain itu, dalam pernyataan sikap resminya, mereka menolak revisi UU TNI saat ini. Mereka menilai agenda dari pengubahan UU TNI itu berpotensi mengembalikan dwifungsi militer seperti yang pernah dipraktikan rezim Orba di bawah kendali Presiden kedua RI Soeharto.

"Agenda revisi UU TNI justru akan melemahkan profesionalisme militer itu sendiri dan sangat berpotensi mengembalikan Dwifungsi TNI dimana militer aktif akan dapat menduduki jabatan-jabatan sipil," demikian pernyataan koalisi sipil yang diterima Sabtu (15/3) malam.

"Perluasan penempatan TNI aktif di jabatan sipil, tidak sesuai dengan prinsip profesionalisme TNI dan berisiko memunculkan masalah, seperti eksklusi sipil dari jabatan sipil, menguatkan dominasi militer di ranah sipil dan pembuatan kebijakan, dan loyalitas ganda," tambahnya.

Koalisi itu terdiri atas sejumlah organisasi dan kelompok masyarakat sipil seperti Imparsial, YLBHI, Walhi, KontraS, Setara Institute, AJI Jakarta, hingga BEM SI.

"Kami menolak draf RUU TNI maupun DIM [Daftar Inventaris Masalah] RUU TNI yang disampaikan Pemerintah ke DPR karena mengandung pasal-pasal bermasalah dan berpotensi mengembalikan dwifungsi TNI dan militerisme di Indonesia," kata mereka.

(kid/tfq)

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |