Rapat Bareng DPR, Koalisi Sipil Tolak Penulisan Ulang Sejarah RI

6 hours ago 10

Jakarta, CNN Indonesia --

Koalisi sipil yang terdiri dari sejarawan, aktivis, hingga arkeolog yang tergabung dalam Aliansi Keterbukaan Sejarah Indonesia (AKSI) menolak upaya penulisan ulang sejarah Indonesia dan mendesak proyek ini dihentikan.

Hal tersebut disampaikan AKSI saat rapat dengar pendapat umum dengan Komisi X DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (19/5).

"Dengan ini menyatakan menolak proyek penulisan 'sejarah resmi' Indonesia oleh Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia," kata Ketua AKSI Marzuki Darusman saat membacakan pembukaan Manifesto Aksi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Terdapat 5 poin yang menjadi dasar AKSI menyampaikan penolakan terhadap upaya penulisan ulang sejarah RI.

Pertama, AKSI menilai upaya penulisan ulang sejarah ini sebagai upaya rekayasa masa lalu bangsa Indonesia dengan tafsir tunggal.

"Tindakan itu merupakan cara halus pemerintah untuk mengontrol pemikiran rakyat dan memonopoli kebenaran atas sejarah bangsa," jelas Marzuki membacakan poin pertama.

Berikut Manifesto AKSI yang dibacakan secara bergiliran:

Kami dari AKSI (Aliansi Keterbukaan Sejarah Indonesia) dengan ini menyatakan menolak proyek penulisan 'sejarah resmi' Indonesia oleh Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia. Sikap kami menolak berdasarkan pada pemikiran sebagai berikut

Kesatu, pernyataan Kementerian Kebudayaan tentang rencana penulisan sejarah Indonesia secara nyata merupakan kehendak sadar untuk melaksanakan suatu proyek masif berupa rekayasa masa lalu bangsa Indonesia dengan tafsir tunggal.

Dalam lingkup proses rekayasa itu tampak tertanam tujuan pokok kepentingan pemerintah untuk menegakkan suatu bangunan atau rekonstruksi suatu sejarah monumental tertentu. Sejalan upaya mewujudkan visi serupa itu, lahirlah ilusi bahwa pemerintah seolah telah mendapat mandat bangsa untuk menegakkan sejarah yang dirancangnya itu.

Tindakan itu merupakan cara halus pemerintah untuk mengontrol pemikiran rakyat dan memonopoli kebenaran atas sejarah bangsa.

Kedua, atas dasar fiksi politik tersebut, pemerintah menggunakan mandat sejaran untuk menegakkan suatu tatanan politik atau orde tertentu, menjadi imperatif dan absah bagi pemerintah untuk meletakkan dan menetapkan secara definitif keseluruhan batasan normatif tentang perilaku, pemikiran, dan pernyataan pendapat masyarakat yang harus berkesesuaian dengan akseptabilitas pemerintah, seperti yang dibentuk dalam citra kesejarahan itu.

Ketiga, spektrum politik seluruh kekuasaan pemerintah digelar dan dilaksanakan, dalam suatu jangkauan politik yang batas-batas terluarnya dibingkai paham otoriterianisme di satu sisi, dan totaliterianisme di sisi lain. Totaliterianisme bukanlah akumulasi otoriterisme; sebaliknya otoriterianisme bukanlah totaliterianisme moderat yang bisa ditangkal dan dicegah melalui pengingkaran, dan serangkaian narasi verbal oleh pemerintah.

Keempat, seluruh proyek penulisan Sejarah Indonesia oleh Kementerian Kebudayaan adalah sebuah sejarah buatan, yang telah jauh melebihi interpretasi tentang sejarah, yang adalah sumber daya ilham politik dan identitas kebangsaan. Tindakan ini merupakan suatu tindak pengkhianatan terhadap paham dasar kerakyatan yang dianut bangsa Indonesia, dan menghancurkan memori kolektif tentang kapasitas alamiah dan kekuatan bangsa, untuk mengatasi tantangan eksistensialnya.

Sesungguhnya kerakyatanlah yang telah menyelamatkan bangsa Indonesia dari kungkungan kolonialisme, pertarungan ideologisme, dan dominasi otoriterianisme. Pemerintah bukanlah satu-satunya penafsir tunggal atas sejarah bangsa. Suara rakyat, sebagai korban dari tindakan dan kebijakan pemerintah tidak boleh dihilangkan haknya untuk menjelaskan pengalaman sejarahnya.

Kelima, pengalaman kesejarahan bangsa Indonesia telah menjadi rujukan sejarah dunia, bagaimana pengalaman pahit bangsa Indonesia, sebagai instrumen sejarah yang bertujuan memuliakan kekuasaan; menunjukkan bahwa penggelapan sejarah akan membawa petaka bagi bangsa Indonesia. Maka, penjamahan sejarah sekecil apa pun oleh kekuasaan apalagi penulisan sejarah tunggal Indonesia oleh Kementerian Kebudayaan perlu dihentikan dan ditolak!

Demikian Manifesto AKSI sebagai warga negara yang peduli terhadap keterbukaan penulisan Sejarah Indonesia, yang egaliter dan demokratis.

Menteri Kebudayaan Fadli Zon sebelumnya mengatakan bahwa penulisan ulang sejarah RI sepenuhnya diserahkan kepada para sejarawan yang terlibat. 

Fadli menyebut pemerintah tidak ikut campur di dalamnya. Namun, dia mengungkap sejumlah hal yang akan dimasukkan dalam proyek tersebut. Menurut Fadli, salah satu yang akan diubah adalah cerita bahwa Indonesia dijajah selama 350 tahun.

Fadli mengatakan perubahan ini akan menonjolkan upaya perlawanan Indonesia di banyak daerah terhadap kolonialisme Belanda dan Jepang.

"Di Aceh, di Sumatera Utara, Sumatera Barat, Perang Jawa Diponegoro itu. Ada yang perlawanannya 200 tahun, ada yang perlawanannya puluhan, Jadi kita ubah bukan sejarah kita dijajahnya tapi perlawanannya yang harus kita tonjolkan," kata Fadli di kawasan Jakarta Selatan, Selasa (6/5) malam.

Fadli menjelaskan perubahan sejarah penjajahan Indonesia itu juga dilakukan untuk merubah pola pikir masyarakat yang mempercayai Indonesia dijajah 350 tahun.

(mab/wis)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |