PDIP perlu Jelaskan soal Larangan Kepala Daerah Ikut Retret

9 hours ago 7

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (KedaiKOPI) Hendri Satrio mengatakan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) perlu menjelaskan secara gamblang maksud dari instruksi Megawati Soekarnoputri melarang kadernya ikut retret kepala daerah di Akademi Militer Magelang, Jawa Tengah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pria yang disapa Hensa ini mengatakan, penjelasan dari PDIP diperlukan untuk menjaga kepercayaan publik dan memastikan bahwa langkah partai berlambang banteng itu tidak dipandang sebagai bentuk konfrontasi terhadap pemerintahan yang sah.

Hensa juga menegaskan pentingnya membedakan peran kepala daerah sebagai pejabat publik dengan status mereka sebagai kader partai. “Mereka diundang sebagai kepala daerah yang dipilih rakyat, bukan sebagai kader partai. PDIP harus jelaskan ini supaya tidak ada salah paham,” kata Hensa dalam keterangan tertulisnya pada Sabtu, 22 Februari 2025. 

Pendiri lembaga survei KedaiKOPI ini mengatakan status kepala daerah yang telah menjadi pejabat publik dan dipilih langsung oleh rakyat, bukan semata-mata sebagai kader partai.

“Kepala daerah itu kan sudah jadi pejabat publik, dipilih oleh rakyat, bukan sebagai kader partai. Jadi, kalau ada surat dari partai yang melarang mereka hadir di acara negara, menurut saya, PDI Perjuangan harus menjelaskan lebih lanjut,” katanya.

Hensa juga menuturkan surat larangan tersebut akan menimbulkan dua dampak bagi situasi negara serta politik saat ini. Pertama, surat larangan itu berpotensi membuat kepala daerah yang berpartai PDIP tidak tegak lurus terhadap Prabowo. Kemudian, surat larangan tersebut berpotensi membuat para kepala daerah PDIP itu berpindah partai mengatasnamakan rakyat. Sebab, kata dia, para kepala daerah itu kemungkinan juga akan merasa bahwa mereka bisa menjadi kepala daerah karena dipilih oleh rakyat.

“PDI Perjuangan apakah sudah menghitung kemungkinan kalau kepala daerah yang diusung oleh mereka berpotensi keluar demi memperjuangkan rakyat yang memilih mereka? Itu yang patut jadi sorotan,” ujarnya.

Hensa juga meminta pemerintah memberikan penjelasan terkait sifat acara retret tersebut. Menurut dia, hingga kini belum ada kejelasan apakah acara tersebut wajib atau tidak. Ia menyebut penjelasan dari pemerintah diperlukan untuk mencegah kebingungan di masyarakat.

“Kalau emang itu enggak wajib, jelaskan kalau itu enggak wajib, kalau memang wajib juga jelaskan, beri sanksi jika ada kepala daerah yang tidak datang,” kata Hensa.

Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya Sugiarto belum merespons konfirmasi apakah ada konsekuensi bagi kepala daerah yang tidak ikut retret. 

Sementara itu, juru bicara PDIP Guntur Romli belum bisa memberikan penjelasan lebih lanjut soal instruksi Ketua Umum PDIP mengenai larangan ikut retret. PDIP juga belum menjelaskan konsekuensi bagi kadernya yang tetap ikut retret.

“Sekarang semua menunggu sikap dari Ibu Ketua Umum (Megawati),” kata Guntur saat dikonfirmasi Tempo. 

Sebelumnya, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri menginstruksikan para kepala daerah yang diusung partainya tidak mengikuti acara pembekalan atau retret di Akademi Militer Magelang, Jawa Tengah, pada 21–28 Februari 2024.

Instruksi itu termuat dalam surat resmi PDIP bernomor 7294/IN/DPP/II/2025 yang ditandatangani Ketua Umum Megawati Soekarnoputri pada Kamis, 20 Februari 2025, beberapa jam setelah Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto ditahan KPK sebagai tersangka dugaan suap terkait Harun Masiku. 

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |