Penerimaan Pajak di Awal Tahun 2025 Melorot, Ini Penyebabnya

11 hours ago 12

TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Keuangan mencatat bahwa realisasi penerimaan pajak hingga akhir Februari 2025 hanya mencapai Rp 187,8 triliun, menurun sekitar 30,1 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Pada Februari 2024, penerimaan pajak tercatat sebesar Rp 269,02 triliun.

Penurunan ini menjadi perhatian utama karena berkontribusi pada turunnya penerimaan perpajakan secara keseluruhan hingga 24,9 persen dari Rp 320,51 triliun pada Februari 2024 menjadi Rp 240,4 triliun pada Februari 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Beberapa faktor yang diduga menjadi penyebab merosotnya penerimaan pajak di awal tahun 2025 adalah sebagai berikut.

1. Pelemahan Ekonomi Nasional
Menurut ekonom Bright Institute, Awalil Rizky, Kementerian Keuangan belum sepenuhnya mengakui adanya pelemahan ekonomi nasional yang berdampak pada penerimaan pajak. Selama dua bulan pertama 2025, ekonomi nasional mengalami perlambatan, yang memengaruhi daya beli masyarakat dan aktivitas usaha, sehingga berimbas pada penerimaan pajak.

"Kemenkeu tidak mengakui terjadinya pelemahan dinamika perekonomian selama dua bulan ini, yang berdampak pada penurunan penerimaan pajak," kata Awalil dalam keterangan tertulisnya seperti dikutip Tempo pada Sabtu, 15 Maret 2025.

2. Permasalahan Implementasi Sistem Coretax
Penerapan sistem perpajakan baru, Coretax, juga dikritik sebagai salah satu faktor yang berkontribusi terhadap penurunan penerimaan pajak. Masalah teknis dalam sistem ini dapat menghambat kelancaran pembayaran pajak oleh wajib pajak, yang berpotensi menyebabkan keterlambatan atau bahkan penurunan setoran pajak. "Tidak pula ada pengakuan bahwa penerapan Coretax yang bermasalah juga turut berkontribusi (terhadap kinerja penerimaan pajak)," ucap Awalil

3. Pola Setoran Pajak yang Cenderung Menurun di Awal Tahun
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan bahwa penurunan penerimaan pajak pada Januari dan Februari 2025 tidak sepenuhnya di luar perkiraan, mengingat pola setoran pajak tahunan memang menunjukkan tren penurunan pada awal tahun. Hal ini terjadi karena mayoritas wajib pajak membayar pajak dalam jumlah besar pada periode akhir kuartal atau menjelang batas pelaporan pajak.

“Penerimaan negara memang mengalami penurunan tapi polanya sama dan dalam hal ini beberapa memang karena adanya measure, policy,” ujarnya.

4. Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang Tidak Menyeluruh
Sebelumnya, pemerintah berencana menaikkan tarif PPN secara menyeluruh, tetapi kebijakan ini akhirnya hanya diterapkan pada barang mewah. Keputusan ini berdampak pada penerimaan pajak yang lebih rendah dari proyeksi awal karena basis pajak yang lebih kecil dibandingkan dengan skenario kenaikan PPN secara menyeluruh.

Beberapa kebijakan yang mempengaruhi penurunan penerimaan pajak mencakup relaksasi PPN dalam negeri dan penerapan tarif efektif rata-rata (TER) atas PPh Pasal 21. Selain itu, perlambatan harga komoditas utama seperti batu bara, minyak, dan nikel turut berkontribusi terhadap anjloknya penerimaan pajak di awal tahun.

5. Defisit Anggaran dan Pengaruh terhadap Keuangan Negara
Hingga akhir Februari 2025, pendapatan negara tercatat sebesar Rp 316,9 triliun, turun sekitar 20,8 persen dibandingkan dengan Februari 2024 yang mencapai Rp 400,36 triliun. Sementara itu, belanja negara sudah mencapai Rp 348,1 triliun, sehingga menyebabkan defisit APBN sebesar Rp 31,3 triliun atau 0,13 persen dari PDB. Situasi ini memperburuk tekanan fiskal dan menambah tantangan dalam mencapai target penerimaan pajak tahun ini.

“APBN 2025 didesain dengan defisit Rp 616,2 triliun, jadi defisit ini masih di dalam target yang didesain dari APBN,” tutur Sri Mulyani.

Vedro Imanuel Girsang dan Ervana Trikarinaputri turut berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: Penerimaan Pajak Turun, Ekonom: Kemenkeu Masih Ogah Akui Perekonomian Melemah

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |