Pengamat Pendidikan Sebut Program SMA Unggulan Berpotensi Tumpang Tindih

2 days ago 12

TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat pendidikan, Edi Subkhan, menyebut wacana program sekolah menengah atas atau SMA unggulan perlu dikaji lagi. Menurut dia, terdapat banyak hal yang mesti dipertimbangkan seperti dasar pemikirannya, bagaimana konsep program, hingga pertimbangan kondisi saat ini di lapangan terkait dengan keberadaan SMA negeri.

"Jika yang diinginkan adalah menghasilkan anak-anak didik yang mampu masuk ke kampus-kampus bereputasi dunia di luar negeri, apakah tidak lebih efisien jika bertumpu pada SMA-SMA yang ada sekarang?" kata Edi kepada Tempo pada Rabu, 1 Januari 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Edi merasa janggal terhadap wacana tersebut. Sebabnya, wacana tersebut justru dikemukakan oleh Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, bukan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah. Hal ini, kata dia, menunjukkan ada potensi tumpang tindih tanggung jawab dan kewenangan, jika wacana SMA unggulan tersebut akan terlaksana. 

Di sisi lain, menurut dia, program ini bisa jadi adalah kompensasi dari sistem zonasi yang akan tetap digunakan sebagai salah satu jalur seleksi masuk sekolah negeri, termasuk SMA Negeri. Ketika banyak calon siswa dan orang tua protes anaknya yang punya motivasi belajar tinggi dan berprestasi tak dapat masuk sekolah yang selama ini dilabeli sebagai sekolah favorit, SMA unggulan bisa jadi penawar untuk itu.

"Sehingga ketika sistem zonasi tetap jalan, mereka diarahkan untuk masuk sekolah unggulan oleh pemerintah," ujar Edi. 

Dia belum bisa menakar apakah program tersebut akan efektif atau tidak. Musababnya, konsep dari program tersebut belum disampaikan secara jelas ke publik. 

Edi menyoroti ketika sekolah-sekolah unggulan dihentikan, bahkan ketika itu diberi label Sekolah Rintisan Bertaraf Internasional (RSBI), karena ada ketidakadilan dan ketimpangan. Dia mengatakan, RSBI justru memperoleh dukungan berkali-kali lipat dari sisi pendanaan dibanding sekolah biasa. Padahal, siswanya sama-sama warga negara Indonesia yang butuh dukungan peningkatan kualitas pembelajaran. 

"Jika teknis SMA unggulan nanti sama dengan RSBI, maka jelas bertentangan dengan keputusan MK sebelumnya dan harus batal demi hukum," ujar dia. 

Terlepas dari itu, menurut Edi, pekerjaan rumah pendidikan Indonesia adalah memenuhi kebutuhan semua sekolah negeri, termasuk SMA Negeri. Dengan harapan, kualitasnya bisa mumpuni baik dari sisi sarana, guru, pembelajaran, hingga siswa.

Sebelumnya, Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek) Satryo Soemantri Brodjonegoro memastikan program SMA unggulan sudah dalam proses untuk dilaksanakan. Dia mengatakan, program ini bisa dimulai pada awal 2025.

"Sekolah Unggulan Garuda sudah diproses untuk bisa dimulai awal 2025," katanya usai rapat koordinasi tingkat menteri di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Jakarta Pusat, pada Senin, 30 Desember 2024.

Satryo mengatakan, kementeriannya menunggu Instruksi Presiden (Inpres) dan Peraturan Presiden (Perpres) yang bakal dikeluarkan Presiden Prabowo Subianto. Dia menyebut, kedua regulasi itu diperlukan sebagai dasar hukum bagi kementeriannya sebelum mengeksekusi SMA Unggulan.

Dia tak menyebutkan detail jumlah sekolah unggulan yang akan dibangun tahun ini. Namun, kata Satryo, pemerintah menargetkan total ada 40 SMA unggulan yang akan tersebar di Indonesia hingga 2029.

"Sementara kami targetkan sampai 2029 ada 20 SMA unggulan baru dan 20 SMA atau MA eksisting yang ditingkatkan menjadi SMA unggulan," ucapnya.

Program SMA Unggulan ini menjadi salah satu program percepatan pemerintah di bidang pendidikan. Program ini disebut sebagai permintaan langsung Presiden Prabowo Subianto kepada Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi.

Novali Panji berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |