Presipitasi adalah salah satu proses yang terjadi dalam siklus hidrologi. Ini merupakan peristiwa jatuhnya air dari atmosfer ke permukaan bumi dalam berbagai bentuk, seperti hujan, salju, hujan es, atau kabut.
Meski mencakup semua bentuk air yang turun ke bumi, namun presipitasi kerap identik sebagai curah hujan. Proses ini menjadi salah satu faktor utama yang mengendalikan proses daur hidrologi atau daur air di suatu daerah aliran sungai.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Untuk penjelasan lebih lanjut mengenai presipitasi, simak rangkuman informasi selengkapnya berikut ini.
Pengertian Presipitasi
Melansir dari dokumen yang dirilis laman Digilib Universitas Negeri Lampung, Triatmodjo (2008) menjelaskan bahwa presipitasi adalah turunnya air dari atmosfer ke permukaan bumi yang bisa berupa hujan, hujan salju, kabut, embun, dan hujan es.
Di daerah tropis, hujan memberikan sumbangan terbesar sehingga seringkali hujanlah yang dianggap presipitasi.
Sementara Sosrodarsono (1976) berpendapat presipitasi sebagai istilah umum yang merujuk pada uap air yang terkondensasi dan jatuh ke tanah sebagai bagian dari siklus hidrologi.
Jumlah presipitasi biasanya dinyatakan dalam satuan kedalaman (mm). Jika uap air yang jatuh berbentuk cair, maka disebut hujan (rainfall), sedangkan jika berbentuk padat disebut salju (snow).
Dikutip dari laman Mayong Staff UGM, presipitasi, khususnya hujan, merupakan salah satu elemen paling penting dalam hidrologi. Hujan sendiri adalah proses turunnya air dari atmosfer ke permukaan bumi.
Sebagai salah satu komponen input dalam siklus hidrologi, hujan berperan sebagai faktor pengontrol yang mudah diamati, terutama di wilayah daerah aliran sungai (DAS).
Proses Terjadinya Presipitasi
Menurut Chay Asdak dalam bukunya Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (2023), proses terbentuknya presipitasi dimulai ketika uap air di atmosfer bergerak ke daerah yang lebih tinggi akibat perbedaan tekanan uap air.
Uap air akan bergerak dari daerah dengan tekanan uap air yang lebih tinggi menuju daerah dengan tekanan uap air yang lebih rendah.
Saat uap air naik ke ketinggian yang lebih tinggi (di mana suhu udara menjadi lebih dingin), pada ketinggian tertentu, uap air tersebut akan jenuh. Jika proses ini diikuti dengan kondensasi, uap air akan berubah menjadi tetesan air hujan.
Singkatnya, mekanisme terjadinya hujan melibatkan tiga faktor utama. Pertama, massa uap air naik ke tempat yang lebih tinggi hingga atmosfer menjadi jenuh.
Kedua, terjadi kondensasi pada partikel-partikel uap air di atmosfer. Ketiga, partikel-partikel uap air tersebut membesar seiring berjalannya waktu, lalu jatuh ke permukaan bumi dan laut karena gaya gravitasi.
Bentuk-Bentuk Presipitasi
Berdasarkan Modul Hidrometeorologi dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan UGM, berikut adalah berbagai bentuk presipitasi.
- Gerimis: Tetesan air dengan diameter kurang dari 0,5 mm dan intensitas kurang dari 1 mm per jam.
- Hujan: Tetesan air dengan diameter lebih dari 0,5 mm dan intensitas lebih dari 1,25 mm per jam.
- Salju: Kristal es putih yang bergumpal dan terbentuk dalam serpihan.
- Batu Es Hujan: Bola es dengan ukuran lebih dari 5 mm dan butiran es dengan ukuran kurang dari 5 mm.
- Vigra: Partikel air es yang jatuh dari awan namun menguap sebelum menyentuh permukaan bumi.
- Kabut: Tetesan air kecil yang mengapung di udara, membentuk lapisan seperti awan.
- Embun: Air yang mengembun pada permukaan benda di dekat tanah dengan suhu di atas titik beku, namun di bawah titik embunnya. Jika air mengembun pada suhu di bawah titik beku, ini disebut embun beku.
Jenis-Jenis Presipitasi atau Hujan
Hujan terjadi ketika udara lembap yang naik ke atmosfer mengalami pendinginan, menyebabkan proses kondensasi. Naiknya udara ke atas dapat berlangsung melalui proses siklonik, orografik, atau konvektif.
Menurut Triatmodjo beberapa jenis hujan berdasarkan cara udara naik ke atmosfer adalah sebagai berikut:
1. Hujan Konvektif
Di wilayah tropis selama musim kemarau, udara di dekat permukaan tanah sering mengalami pemanasan intensif.
Pemanasan ini mengurangi massa jenis udara, sehingga udara lembap naik ke atas, mengalami pendinginan, dan terkondensasi hingga terbentuk hujan.
Hujan yang dihasilkan melalui proses ini disebut hujan konvektif. Biasanya, hujan ini bersifat lokal, memiliki intensitas tinggi, namun berlangsung dalam waktu singkat.
2. Hujan Siklonik
Hujan siklonik terjadi ketika massa udara panas yang lebih ringan bertemu dengan massa udara dingin yang lebih berat. Udara panas terdorong ke atas oleh udara dingin, kemudian mendingin, terkondensasi, dan membentuk awan hingga menghasilkan hujan.
Hujan siklonik biasanya memiliki intensitas sedang dan berlangsung dalam durasi yang lebih lama dibandingkan hujan konvektif.
3. Hujan Orografis
Ketika udara lembap tertiup angin dan melintasi daerah pegunungan, udara akan naik, mendingin, dan terkondensasi, menghasilkan awan dan hujan. Sisi gunung yang menghadap arah angin cenderung menerima curah hujan yang tinggi, sementara sisi lainnya (daerah bayangan hujan) lebih kering.
Hujan orografis sering terjadi di kawasan pegunungan dan menjadi sumber penting untuk air tanah, danau, bendungan, serta sungai.