TEMPO.CO, JAKARTA - Resistensi merujuk pada istilah yang menyatakan tentang ketahanan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), resistensi disebut sebagai resistansi (kata baku), yang banyak diterapkan dalam konteks kesehatan, biologi, maupun sikap manusia.
Menurut Kamus Oxford, resistensi atau resistansi diketahui paling awal pada periode bahasa Inggris abad pertengahan (1150-1500). Lantas, apa itu resistensi?
Pengertian Resistensi
Melansir wisynu.lecture.ub.ac.id, resistensi merupakan istilah yang menyebut seberapa besar sikap konsumen bisa berubah. Dalam dunia pemasaran (marketing), sikap resistensi dapat diatasi dengan metode pemasaran ofensif, yaitu strategi yang dirancang untuk memperoleh pasar utama dari pesaing.
Kemudian, mengacu pada jurnal.ar-raniry.ac.id, resistensi adalah aksi tubuh yang menentang sesuatu atau oposisi sosial (negativism) dalam mereaksi peraturan, perintah, kebijakan politik, dan seterusnya. Resistensi juga didefinisikan sebagai adanya perlawanan (diam-diam atau secara terang-terangan) terhadap suatu kebijakan yang dibuat pihak tertentu.
Senada dengan hal itu, menurut laman ejournal.upi.edu, resistensi merupakan suatu hal yang sering terjadi dan bersifat alamiah jika di dalam suatu organisasi terjadi perubahan. Resistensi pada setiap individu dapat dipengaruhi oleh faktor kebiasaan, ekonomis, ideologis atau nilai-nilai yang dianut, persepsi terhadap informasi, dan aspek loyalitas.
Sejarah Resistensi
Pada akhir 1980-an, resistensi menjadi isu yang menarik bagi para ilmuwan sosial. Bagi para peneliti, resistensi dianggap berkarakteristik kultural, karena timbul melalui ekspresi serta tindakan keseharian masyarakat. Resistensi muncul dalam proses penelaahan kasus-kasus yang mudah diamati dan bersifat empiris.
Sebagian pakar berpendapat bahwa isu terkait resistensi mencuat sejak 1960-an, di mana kala itu mulai banyak otokritik terhadap ilmu-ilmu sosial. Situasi sejarah pada 1960-an adalah ketika berjayanya rezim Hitler di Jerman, Mussolini di Italia, dan sebagainya. Kondisi seperti itu menjadi ancaman bagi kelangsungan ilmu sosial, sehingga muncul kritikan.
Dalam antropologi, benih-benih kritik internal yang dianggap sebagai upaya resistensi telah muncul kala itu. Misalnya, Lila Abu-Lughod membahas resistensi perempuan sebagai kaum yang sering disisihkan di dalam sebuah komunitas Benouin di Gurun Mesir Barat. Dalam studi tersebut, isu yang diangkat adalah bagaimana strategi dan bentuk perlawanan kaum hawa terhadap struktur budaya.
Penyebab Resistensi
Kreitner dan Kinicki mengidentifikasi beberapa penyebab resistensi, antara lain:
Ketidaksukaan Terhadap Perubahan
Tidak semua orang dengan mudah dapat menerima suatu perubahan. Terlebih lagi, perubahan tersebut merupakan sesuatu yang belum biasa terjadi di dalam lingkungan sosial.
Kejutan dan Ketakuan yang Tidak Diketahui
Ketika perubahan inovasi dan radikal yang berbeda dirilis tanpa adanya peringatan, maka dapat mengakibatkan masyarakat menjadi takut terhadap implementasi perubahan. Pada kondisi tersebut, masyarakat cenderung menolak terhadap kebijakan.
Iklim Ketidakpercayaan
Kepercayaan melibatkan intensitas dan perilaku timbal balik dari pihak-pihak yang terlibat. Saling tidak percaya yang diperkuat dengan kerahasiaan akan melahirkan kegagalan dari suatu perubahan.
Rasa Takut Akan Kegagalan
Tekanan atau rangsangan dari luar dapat menimbulkan keraguan. Keraguan dalam diri tersebut dapat mengikis rasa percaya diri serta menghambat pertumbuhan dan perkembangan personal.
Kehilangan Status
Berbagai perubahan, termasuk administrasi dan teknologi yang mengancam dapat mengubah alur kekuasaan atau menghilangkan pekerjaan. Hilangnya status pekerjaan atau jabatan tersebut umumnya mampu memicu resistensi yang kuat.
Ketidaknyamanan pada Ketidakpastian
Setiap individu mempunyai batasan toleransi kenyamanan yang berbeda-beda. Bagi beberapa orang, perubahan adalah ketidakpastian yang memperbesar kurangnya keyakinan bahwa diri-sendiri mempunyai kemampuan yang dibutuhkan dalam situasi perubahan.
Bentuk Resistensi
Scott membagi resistensi menjadi tiga bentuk, yaitu:
- Resistensi tertutup adalah penolakan terhadap kategori-kategori yang dipaksakan kepada masyarakat dan hilangnya rasa hormat kepada pihak penguasa.
- Resistensi semi-terbuka adalah penolakan atau protes sosial yang dilakukan masyarakat, seperti demonstansi.
- Resistensi terbuka merupakan bentuk resistensi yang terorganisir, sistematis, dan berprinsip.
Tingkatan Resistensi
Terdapat empat tingkatan dari resistensi di lingkungan kerja, meliputi:
Penerimaan (Acceptance)
Penolakan individu terhadap perubahan masih berada pada tahap kognisi. Belum adanya reaksi yang jelas, tetapi terindikasi dengan hasil pekerjaan yang kurang maksimal. Apabila dalam sebuah perusahaan, maka dapat ditandai dengan adanya sikap mengabaikan terhadap instruksi-instruksi oleh karyawan.
Pengabaian (Indifference)
Pengabaian adalah sikap tidak peduli atau apatis maupun hilangnya minat dan semangat untuk melakukan sesuatu. Pelaksanaan pekerjaan yang bertujuan untuk menggugurkan kewajiban, tetapi tidak acuh dengan hasil akhir.
Penolakan Pasif (Passive Resistance)
Tingkatan resistensi pasif ditunjukan dengan adanya sikap tidak mau belajar, melakukan protes, bekerja tanpa berdasarkan aturan, dan mengurangi frekuensi kegiatan. Pada tahap tersebut, seseorang enggan menerima masukan atau bahkan tidak mau berpikir untuk maju.
Perlawanan Aktif (Active Resistance)
Perlawanan aktif dilakukan dengan cara menyelesaikan pekerjaan lebih lambat, mengulur waktu, memperpanjang waktu istirahat, dan meninggalkan pekerjaan. Seseorang yang melakukan resistensi aktif tak segan untuk melakukan kesalahan, mengganggu, dan sengaja melaksanakan sabotase.