TEMPO.CO, Jakarta - Penyelidikan atas kasus meninggalnya Kenzha Erza Walewangko, mahasiswa Universitas Kristen Indonesia (UKI) berusia 22 tahun, resmi dihentikan oleh Polres Jakarta Timur. Kematian yang terjadi di area kampus pada Selasa, 4 Maret 2025 itu dipastikan tidak mengandung unsur tindak pidana.
"Kasus kematian Kenzha Erza Walewangko tidak dapat ditingkatkan penyelidikannya ke tahap penyidikan karena peristiwa itu bukan tindak pidana. Untuk itu, penyelidik akan menghentikan proses ini dan melengkapi administrasinya," kata Kapolres Jakarta Timur Kombes Nicolas Ary Lilipaly saat konferensi pers, Kamis, 24 April 2025 dikutip dari Antara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia menuturkan keputusan tersebut didasarkan pada hasil pra-rekonstruksi serta keterangan para saksi. "Penyelidik menyajikan semua data dan fakta hasil penyelidikan berupa keterangan saksi-saksi, ahli pidana dan ahli kedokteran forensik, yang diperkuat dengan hasil autopsi oleh Rumah Sakit Polri," ucap dia.
Kilas Balik Kasusnya
Kenzha Ezra Walewangko ditemukan tewas di dekat pagar di area kampusnya, Universitas Kristen Indonesia (UKI), pada Selasa malam, 4 Maret 2025. Kala itu, muncul dugaan Kenzha tewas karena dikeroyok lantaran didapati adanya darah di wajah dan hidung korban.
Pihak keluarga korban melaporkan kejanggalan kematian Kenzha itu ke Polres Jakarta Timur. Polisi kemudian melakukan penyelidikan dan memeriksa total 39 saksi dalam perkara tersebut.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Ade Ary Syam Indradi lalu mengungkapkan kronologi tewasnya mahasiswa UKI berdasarkan keterangan para saksi. Dia mengatakan, ada momen pesta miras dalam rangkaian kronologi kejadian.
"Menurut keterangan saksi 4 atas nama EFW bahwa pada hari Selasa, 4 Maret 2025, awalnya sekitar pukul 16.30 WIB meminum minuman beralkohol jenis arak bali bersama dengan ketiga temannya yaitu A dan H," kata Ade Ary melalui keterangan tertulis pada Jumat, 7 Maret 2025.
Kemudian, sekitar pukul 17.00 WIB saksi EFW ingin membeli lagi minuman arak Bali. EFW bertemu dengan korban di pintu keluar kampus UKI. Korban pun menanyakan saksi EFW hendak ke mana dia pergi. "Kemudian saksi menjawab 'Mau beli arak Bali.' Kemudian saksi dan korban pergi bersama dengan berjalan kaki untuk membeli minuman di sebuah toko minuman di Sutoyo, Cawang," ujar Ade Ary.
Seusai membeli minuman, saksi dan korban minum bersama dengan A, H, K, J, S dan R di taman perpustakaan kampus UKI. Kemudian sekitar pukul 18.00 WIB, korban terlibat cekcok mulut. Namun, saksi mengaku tidak tahu apa penyebabnya. "Setelah itu, suasana kembali mereda saksi, korban beserta teman nya kembali minum bersama," kata Ade Ary.
Kemudian berselang 1,5 jam, tepatnya sekitar pukul 19.30 WIB, korban terjadi cekcok mulut kembali. Kejadian ini pun dilerai oleh pihak keamanan kampus dan korban dipapah oleh EFW ke arah pintu keluar kampus.
Begitu sampai di pintu keluar, EFW meninggalkan korban karena mengira dia akan mengambil sepeda motornya untuk pulang. Namun pada saat EFW kembali ke arah saung, ternyata korban tidak mengarah ke sepeda motornya. "Melainkan ke arah pagar sambil berteriak dan mengoyak-oyak pagar, sampai akhirnya korban terjatuh bersama dengan pagar ke arah depan," ujar Ade Ary.
Korban kemudian diangkat oleh seseorang yang tidak dikenal oleh saksi 4 EFW. Saat itu, korban dalam kondisi muka dan hidung yang mengeluarkan darah. "Kemudian dibawa ke IGD RS UKI Cawang Jakarta Timur."
Kapolres Metro Jakarta Timur Kombes Nicolas Ary Lilipaly mengatakan, penyebab cekcok yang terekam dalam kamera pengawas itu akibat kesalahpahaman atau ketersinggungan. Pasalnya, kata dia, korban berada di bawah pengaruh alkohol yang diminum sebelunya. "Kesalahpahaman dan/atau ketersinggungan, karena korban di bawah pengaruh alkohol," tutur Nicolas.
Setelah 20 hari penyelidikan, Nicolas mengatakan bahwa polisi masih belum mengarah kepada penetapan tersangka. Pihak kepolisian, kata dia, menunggu hasil autopsi dan uji laboratorium forensik (labfor) terkait penyebab kematian Kenzha. "Masih dalam tahap penyelidikan. Belum ada mengarah kepada satupun terduga pelaku, sehingga belum ada tersangka," ucap Nicolas Ary kepada Tempo, dikutip Senin, 24 Maret 2025.
Polisi kemudian menggelar pra-rekonstruksi kasus kematian Kenzha pada Rabu, 26 Maret 2025. Nicolas menyebut, ada total 50 adegan yang diperagakan dalam pra-rekonstruksi hari ini. Proses ini melibatkan para saksi yang terkait langsung dengan peristiwa itu dan telah diperiksa polisi.
"Rekonstruksi yang dilakukan sebanyak 50. Kalau penomorannya 50, tapi ada a, b, c. Jadi, kalau kami tadi hitung lebih dari 50, sekitar 70-an adegan yang terkait dengan kasus ini," ujar Kapolres.
Usai melakukan pra-rekonstruksi, tahap selanjutnya adalah pemeriksaan oleh ahli. Seluruh alat bukti, kata Nicolas, akan diperiksa oleh ahli untuk memutuskan apakah ada tindak pidana atau tidak. "Kami akan siapkan semua alat bukti yang ada, kami sajikan ke ahli, ahli juga yang nanti menilai apakah ini perbuatannya dalam ranah pidana atau tidak," ujarnya.
Setelah penyelidikan panjang, Polres Jakarta Timur akhirnya memutuskan untuk menghentikan penanganan perkara ini karena tidak menemukan unsur pidana berdasarkan data dan fakta hasil penyelidikan. Dokter Forensik RS Polri, Arfiani Ika Kusumawati, menjelaskan bahwa kandungan alkohol dalam tubuh korban menunjukkan kadar yang sangat tinggi di lambung, namun sangat rendah di darah.
"Itu berarti korban tersebut mengonsumsi alkohol yang dalam jumlah besar, yang dapat menyebabkan penurunan kesadaran. Alkohol tersebut tidak menyebabkan meninggal, tapi dia berperan penting dalam penurunan kesadaran. Ternyata, pada saat saya koordinasi dengan penyidik, ada adegan korban tersebut (jatuh ke selokan) dan posisi kepala di bawah," ucap Arfiani.
Antara, Hendrik Khoirul Muhid, dan Annisa Febiola berkontribusi dalam penulisan artikel ini