REPUBLIKA.CO.ID,
Oleh Eko Saputra, Presiden Direktur Garamatan Foundation
Di sebuah aula sederhana di Bekasi, deru semangat para santri Pondok Pesantren Nuu Waar AFKN terdengar begitu hidup. Mereka duduk rapi, menyimak setiap materi yang disampaikan dalam kegiatan Study Motivation Training yang diselenggarakan dari tanggal 7-15 September 2025 dengan tema “Melangitkan Akhlak, Membumikan Ilmu”. Kegiatan ini bukan sekadar orientasi, melainkan sebuah upaya menyalakan kembali api motivasi agar para santri giat menuntut ilmu dengan visi besar: membangun tanah kelahiran mereka, Papua.
Papua, atau yang sering disebut Bumi Cenderawasih, adalah tanah yang dikaruniai kekayaan alam luar biasa. Di bawah tanahnya tersimpan salah satu cadangan emas terbesar di dunia yang terletak di wilayah Mimika. Data menunjukkan bahwa cadangan emas dan tembaga di Papua yang diexplorasi oleh perusahaan Amerika menghasilkan tidak kurang dari 1.900 ton emas, menjadikan Indonesia termasuk ke dalam daftar negara dengan produksi emas tertinggi di dunia.
Kekayaan itu telah lama menjadi perhatian global, namun belum sepenuhnya memberi kesejahteraan merata bagi masyarakat lokal. Inilah tantangan sekaligus peluang besar yang harus dijawab oleh generasi muda Papua.
Selain emas, lautannya yang luas, lebih dari 45 ribu kilometer persegi, menyimpan potensi perikanan tangkap lebih dari 1,52 juta ton per tahun, ditambah perikanan darat sekitar 268 ribu ton per tahun. Tahun 2021 saja, produksi perikanan tangkap mencapai 252 ribu ton, sementara budidaya menghasilkan 242 ribu ton. Angka ini menggambarkan betapa laut Papua adalah sumber kehidupan yang seakan tidak pernah habis.
Tidak hanya laut, tanah Papua juga menumbuhkan kekayaan perkebunan dan pangan. Kopi arabika dari dataran tinggi Papua kini mulai dikenal sebagai salah satu kopi berkualitas di pasar internasional. Dengan luas lahan sekitar 134 hektare dan produksi 28 ton per tahun, kopi Papua terus berkembang menjadi komoditas unggulan.
Selain kopi, Papua adalah rumah bagi tanaman sagu, panganan lokal yang selama berabad-abad menjadi penopang hidup masyarakat asli. Komoditi yang selama ini dijadikan bahan dasar pembuatan permen, dan kemasan produk, termasuk sagu mutiara yang sangat diminati oleh berbagai negara di Asia. Jika dikelola dengan teknologi modern, sagu bisa menjadi komoditas strategis dunia sebagai sumber karbohidrat alternatif.
Lalu ada Raja Ampat, gugusan pulau menakjubkan yang disebut-sebut sebagai salah satu surga bawah laut terbaik di dunia. Airnya jernih, karangnya berwarna-warni, dan ikan-ikan tropis berenang bebas di dalamnya. Tidak bisa dibayangkan bahwa 75 persen populasi terumbu karang dan ikan tropis dunia ternyata ada di Raja Ampat. Ribuan wisatawan mancanegara datang setiap tahun untuk menikmati keindahan yang tak tertandingi. Pariwisata ini menyimpan potensi ekonomi besar, sekaligus membuka lapangan kerja luas bagi generasi muda Papua.
Namun, semua potensi itu masih menghadapi tantangan. Papua memang kaya, tetapi masih banyak warganya yang belum merasakan seutuhnya hasil kekayaan tersebut. Di sinilah peran santri Papua menjadi sangat penting. Santri bukan hanya murid yang tekun mengaji kitab kuning, bukan hanya pemuda yang fasih membaca ayat-ayat Alquran, melainkan calon pemimpin, wirausahawan, dan inovator yang berakhlak mulia.
Pimpinan Pondok Pesantren Nuu Waar AFKN, KH Fadzlan Garamatan dalam sambutannya menegaskan, “Santri harus hadir sebagai cahaya perubahan. Ilmu yang kalian bawa, akhlak yang kalian jaga, kelak akan menjadi pelita bagi tanah Papua. Jangan hanya puas menjadi penonton di negeri sendiri. Jadilah penggerak pembangunan yang menjadikan Papua maju dan bermartabat.”
Bagi mereka, Bekasi mungkin jauh dari tanah kelahiran, namun hati mereka selalu tertambat di Bumi Cenderawasih. Mereka belajar dengan tekun, karena yakin bahwa kelak ilmu yang mereka peroleh akan kembali ke kampung halaman dalam wujud nyata: memaksimalkan potensi perkebunan kopi, industri olahan sagu, pengelolaan perikanan modern, pengembangan pariwisata halal, bahkan keterlibatan dalam tata kelola sumber daya emas agar memberi manfaat bagi masyarakat Papua.
Kesadaran santri pun digugah dengan pertanyaan retoris: “Jika bukan kalian, siapa lagi yang akan menjaga laut, hutan, dan emas Papua? Jika bukan sekarang, kapan lagi perubahan itu akan dimulai?” Pesan kuat menancap dalam benak santri, mengubah semangat mereka menjadi tekad yang bulat.
Kegiatan Study Motivation Training harapannya, lahir generasi santri yang bukan hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga kokoh dalam iman dan akhlak yang luhur serta tangguh dalam perjuangan. Mereka kelak akan menjadi motor pembangunan Papua yang inklusif, berkeadilan, dan berkelanjutan.
Papua memang kaya akan emas, sagu, kopi, dan ikan, tetapi sejatinya, kekayaan terbesar Papua adalah manusia-manusianya. Santri Papua adalah mutiara yang sedang diasah. Jika mereka bersinar, maka seluruh Bumi Cenderawasih akan ikut bercahaya.
Dan hari itu di Bekasi, kilau itu mulai tampak.