TEMPO.CO, Jakarta - Petisi 'Batalkan Privatisasi Pengelolaan Laboratorium dan Lahan Badan Riset dan Inovasi Nasional' telah menghimpun lebih dari 1.200 dukungan pada Senin sore ini, 17 Maret 2025. Petisi itu menyatakan bahwa rencana privatisasi pengelolaan laboratorium dan lahan BRIN mengancam tiga pilar penting: independensi, aksesibilitas, dan kompetensi.
Karenanya, petisi menyerukan, rencana privatisasi harus dibatalkan oleh pemerintah. Sebaliknya, pertahankan pengelolaan laboratorium serta lahan BRIN sebagai aset publik yang independen, terjangkau, dan berkualitas tinggi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kami tidak dapat membiarkan kepentingan profit mengorbankan masa depan riset dan inovasi Indonesia," bunyi isi petisi yang dibuat di laman change.org oleh kelompok yang menamakan diri Majelis Penyelamat Riset RI pada 7 Maret lalu tersebut.
Petisi berisi beberapa bagian, antara lain, menegaskan laboratorium harus memiliki imparsialitas (independen). Disampaikan, laboratorium yang dikelola oleh BRIN memiliki peran krusial dalam menyediakan data dan analisis ilmiah yang objektif serta tidak memihak.
Privatisasi, dikhawatirkan, membuka celah bagi masuknya kepentingan komersial, di mana pengelola swasta mungkin lebih mengutamakan proyek yang menguntungkan secara finansial. "Laboratorium dan lahan BRIN adalah aset publik yang dirancang untuk mendukung riset dan inovasi nasional, bukan untuk menjadi sumber keuntungan bagi pihak swasta."
Isi petisi tak menjelaskan rencana privatisasi yang diresahkan itu. Termasuk laboratorum dan lahan BRIN yang dimaksud akan dikomersialisasi itu. Tapi, menurut pesan yang beredar di grup percakapan di aplikasi perpesanan WhatsApp, proyek mal, perkantoran elit, atau lapangan golf akan menghancurkan lahan strategis kompleks rumah dinas Puspiptek Serpong, Tangerang Selatan.
Isi pesan sekaligus mengecam nota dinas berisi perintah pengosongan rumah dinas dari para periset yang disebutkan memiliki tenggat 14 Maret 2025. Periset yang masih ASN aktif diancam dengan sanksi pelanggaran disiplin apabila tak mengindahkan tenggat yang sudah merupakan perpanjangan sejak akhir tahun lalu tersebut. "Swastanisasi gaya mafia: Lab dan rumah dinas diserahkan ke konglomerat, sementara periset diusir seperti sampah!" bunyi bagian dari kecaman itu.
Pesan tertanda dari Masyarakat Penyelamat Riset (MPR) RI. Kelompok ini menuntut antara lain, "Batalkan PMK (Peraturan Menteri Keuangan) 40/2024 dan selamatkan BMN (Barang Milik Negara) riset dari cengkeraman swasta dan asing!"
Jawaban Kepala BRIN
Saat dimintai komentarnya atas adanya petisi itu, Kepala BRIN Laksana Tri Handoko membantah merencanakan komersialisasi di atas lahan Puspiptek Serpong. "Itu tidak ada," katanya lewat pesan WhatsApp.
Dia menegaskan bahwa lahan Puspiptek Serpong yang termasuk dalam Kawasan Sains Terpadu Habibie adalah kawasan nuklir strategis terbatas (KNST). Menurutnya, sampai saat ini tidak ada lahan dengan izin komersial di sana. "Yang ada kami 'bermitra' dengan swasta sebagai operator untuk mengelola guest house yang memang sudah ada sejak dulu," tuturnya.
Lebih jauh, Handoko mengaku mengetahui pesan berantai berisi kecaman rencana privatisasi itu telah disebarkan ke berbagai grup percakapan WhatsApp sejak 2 minggu lalu. Dia menuding pesan berasal dari para pensiunan yang masih menempati rumah negara, khususnya di Kompleks Puspiptek.
Menurut eks Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia ini, masalah rumah negara belum pernah selesai sejak Menristek tahun 2000-an. Pihaknya berkomitmen menuntaskan, mencegah rumah dinas menjadi warisan generasi berikutnya dari para pensiunan. "Sekarang tinggal 150-an dari total 400-an rumah," katanya merujuk kepada upaya terkini penertiban penghunian rumah negara di lingkungan BRIN.
Mengutip dari Nota Dinas tertanggal 27 Februari 2025 yang dibuat Kepala Biro Manajemen Barang Milik Negara dan Pengadaan di BRIN Arywarti Marganingsih, penertiban dilakukan berdasarkan Peraturan BRIN Nomor 38 Tahun 2022. Di dalamnya diatur ketentuan izin penghunian rumah negara berlaku selama satu tahun dan dapat diperpanjang satu kali melalui proses evaluasi. Perpanjangan Izin Penghunian sebagaimana dimaksud berlaku paling lama satu tahun.
Bunyi pasal yang lain menyatakan penghuni rumah negara yang berstatus pegawai negeri aktif yang tidak mengosongkan rumah negara sesuai ketentuan akan dikenai hukuman disiplin pegawai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Atas dasar itu, Handoko berpendapat, tidak sepantasnya ASN, maupun mantan ASN, merasa memiliki hak untuk memiliki maupun mendapatkan kompensasi dalam bentuk apapun. "Sayang sekali di tengah bulan ramadan yang seharusnya dimanfaatkan untuk mensucikan diri, ada beberapa oknum yang memanfaatkan untuk menarik simpati publik dengan cara yang tidak pada tempatnya," katanya.