TEMPO.CO, Jakarta - Tim Polda Banten menangkap produsen minyak goreng merek MinyaKita dan Djernih yang mengurangi takaran.
Polisi menangkap Direktur PT Artha Eka Global Asia (AEGA) berinisial SEW, 44 tahun, di apartemen Tamansari Mahogany, Jalan Arteri Karawang Barat, Margakaya, Kecamatan Teluk Jambe Barat, Kabupaten Karawang, Jawa Barat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktur Kriminal Khusus Polda Banten Komisaris Besar Yudis Wibisana mengatakan Tim Unit 1 Subdit 4 Tipidter menangkap SEW pagi tadi, Jumat, 14 Maret 2025 pukul 07.30 WIB.
Yudis menyebutkan SEW berperan sebagai penyuplai botol kemasal 1 liter, kardus minyaKita dan minyak Djernih, serta label kemasan botol plastik ke tempat produksi pengemasan ilegal di Kampung Kalampean, Desa Jambu Karya, Kecamatan Rajeg, Kabupaten Tangerang.
"Tersangka ditangkap karena merupakan penyuplai botol kemasan, kardus dan label MinyaKita dan Djernih," kata Yudis.
SEW juga merupakan orang yang menunjuk dan mengangkat Kepala Cabang PT AEGA di Rajeg berinisial AW, 37 tahun, yang sebelumnya sudah ditetapkan sebagai tersangka. "Tersangka juga menerima royalti dari pengunaan lisensi serta menjual dan mengedarkan minyaKita dan Djernih yang telah dikurangi volume," kata Yudis.
Saat ini personel Ditreskrimsus Polda Banten masih melakukan pemerikasaan terhadap SEW.
Penyunatan Isi Kemasan MinyaKita dan Djernih Dibongkar Polda Banten
Pada Senin, 3 Maret 2025 sekitar pukul 13.00 WIB, anggota Subdit IV Tipidter Polda Banten mengecek tempat yang digunakan untuk pengemasan minyak goreng sawit kemasan dengan merek MinyaKita dan Djernih.
Wadirreskrimsus Polda Banten Ajun Komisaris Besar Wiwin Setiawan mengatakan pihaknya menangkap AW, pemilik yang merangkap sebagai Kepala Cabang Produksi (KCP) PT AEGA. Ia juga mengelola kegiatan pengemasan minyak goreng sawit dengan merek MinyaKita dan merek Djernih.
Wiwin menerangkan AW sudah melakukan praktik ilegal tersebut sejak 16 Januari 2025. Bahan baku minyak curah atau olein yang digunakan mencapai 7-8 ton per hari yang menghasilkan lebih kurang 800 karton dengan setiap kartonnya berisi 12 botol. Dari jumlah tersebut 600 karton berisikan minyak goreng dengan merek MinyaKita dan sisanya bermerek Djernih.
"Kemasan botol plastik yang digunakan untuk pengemasan minyak goreng sawit merek MinyaKita adalah kemasan dengan ukuran 1 liter dan untuk merek Djernih menggunakan kemasan dengan ukuran 900 mililiter,” kata Wiwin.
Wiwin menyatakan minyak goreng sawit kemasan itu selanjutnya dijual ke beberapa agen yang ada di wilayah Tangerang dan Serang. AW mengenakan harga Rp 176.000 per karton untuk merek MinyaKita. Sedangkan minyak goreng merek Djernih dijual Rp 182.000 per karton.
Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk minyak goreng merek MinyaKita saat ini adalah Rp 15.700. "Tapi AW menjualnya dengan harga lebih rendah," kata Wiwin menyebut harga jual oleh AW adalah Rp 14.500.
Wiwin menuturkan penyidik telah menguji volume barang dalam keadaan tertutup. Hasilnya pada minyak dalam botol kemasan 1.000 mililiter dengan merek MinyaKita didapatkan kesalahan rata-rata -284,09 ml. Sementara untuk hasil pengujian botol kemasan 900 ml dengan merek Djernih didapatkan kesalahan rata-rata -150,42 ml.
Produk minyak goreng yang diproduksi di PT Artha Eka Global Asia ini tidak memiliki SPPT SNI, tidak memiliki Izin Edar (BPOM), dan tidak memiliki Sertifikat Halal serta untuk isi berat bersih hanya sekitar 716 mililiter sampai dengan 750 mililiter.
Wiwin menuturkan motif tersangka adalah mencari keuntungan ekonomi dalam penjualan minyak goreng sawit tersebut. Setiap bulan rata-rata keuntungan nya sebesar Rp 45 juta.