Polwan Bakar Suami di Mojokerto Divonis 4 Tahun, Alasan Tak Banding dan Fakta-fakta Persidangan

4 hours ago 8

TEMPO.CO, Surabaya - Polwan Kepolisian Resor Kota Mojokerto Briptu Fadhilatun Nikmah, terdakwa kasus pembakaran terhadap suaminya, Briptu Rian Dwi Wicaksono, divonis hukuman 4 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Mojokerto, Jawa Timur, Kamis, 23 Januari 2025.

Atas vonis tersebut tim kuasa hukum terdakwa dari Bidang Hukum Polda Jawa Timur memilih tidak mengajukan banding. Dengan demikian perkara polwan bakar suami itu telah berkekuatan hukum tetap.

Salah seorang penasihat hukum terdawa, Inspektur Satu Tatik, mengatakan telah meminta pertimbangan ayah dan ibu Briptu Dhila lewat WhatsApps setelah majelis hakim yang dipimpin  Ida Ayu Sri Adriyanthi Astuti Widja membacakan vonis. Pertimbangan dari orang tua terdakwa diperlukan karena Briptu Dila yang menjalani sidang secara daring menyerahkan keputusan banding atau tidak pada tim kuasa hukum.

“Orang tuanya bilang ‘terima saja’. Kami juga sudah WA-WA-nan dengan pimpinan. Ya sudah kami terima. Meski kami masih ada ganjalan, tapi ini saya kira yang terbaik agar masalahnya segera selesai. Terdakwa juga sudah terlalu lama berada di rutan,” kata Tatik melalui pesan yang diterima.

Jika mengajukan banding, kata Tatik, prosesnya bisa makin lama karena dapat berlangsung hingga dua tahun. Padahal Briptu Dila mempunyai anak kecil yang butuh segera dioperasi karena sakit. “Biar anaknya ini segera tertolong dan dioperasi,” kata dia.

Apalagi setelah vonis peradilan umum ini, Briptu Dhila segera menjalani sidang kode etik di internal kepolisian. Jika terbukti melanggar, sanksi terberatnya berupa pemecatan. “Kami berharap masih dipertahankan,” kata Tatik.

Sebelumnya dalam amar putusannya, majelis hakim menyatakan bahwa terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar pasal 44 ayat 3 Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Hal-hal yang memberatkan terdakwa adalah perbuatan terdakwa mengakibatkan korban kehilangan nyawa. Adapun hal yang meringankan ialah terdakwa merupakan ibu dari tiga anak yang masih kecil-kecil, serta  ibu korban telah memaafkan perbuatan anak menantunya tersebut. Vonis hakim itu sama dengan tuntutan jaksa yang meminta agar terdakwa dihukum penjara selama 4 tahun.

Majelis hakim berpendapat perbuatan terdakwa telah memenuhi unsur melanggar Pasal 44 ayat 3 UU Penghapusan KDRT, yakni melakukan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga yang mengakibatkan matinya korban. Hakim menolak pleidoi terdakwa bahwa ada unsur ketidaksengajaan terhadap apa yang dilakukannya.

Berdasarkan fakta persidangan, kata majelis, terungkap bahwa pada Sabtu, 8 Juni 2024 sekitar pukul 10.30 WIB bertempat di rumah dinas Asrama Polisi Polres Mojokerto Blok J No. 1, Kelurahan Mijil, Kecamatan Kranggan, Kota Mojokerto, terdakwa telah membakar Briptu Rian Dwi Wicaksono yang tak lain suaminya sendiri.

Kejadian bermula pukul 09.00 WIB ketika pelaku pergi ke bilik ATM Jalan Majapahit, Kota Mojokerto untuk melakukan transfer uang. Brptu Dhila juga menyempatkan mengecek saldo ATM suaminya dan diketahui isinya tinggal Rp 800.000. Padahal seharunya total saldonya berjumlah Rp 2.800.000.

Terdakwa kemudian menelepon suaminya dan bertanya gajinya ke-13 digunakan untuk apa kok berkurang banyak. Korban yang juga anggota Polres Jombang menjawab uang tersebut memang telah dia ambil, namun tidak jadi dipakai dan akan segera dikembalikan. Terdakwa pun menyuruh korban segera pulang. Briptu Dhila juga pulang dari ATM itu.

Dalam perjalanan ke rumah, terbersit pikiran terdawa untuk menakut-nakuti korban  dengan cara membeli Pertalite eceran di botol air mineral. Sampai di rumah Pertalite ditaruh di atas rak sepatu di teras. Terdakwa lalu menelepon ibu mertuanya apakah korban ada di sana dan dijawab iya.

Karena korban tidak segera pulang, terdakwa pun memotret Pertalite dengan kamera telepon genggam disertai ancaman, “Nek gak mulih anakmu takpateni, takobong kabeh.” Sekitar pukul 10.15 WIB korban tiba di rumah. Terdakwa kemudian menyuruh saksi asisten rumah tangga bernama Marfuah untuk membawa anak-anaknya keluar.

Setelah sepi, korban disuruh masuk rumah dan pintu dikunci dari dalam oleh terdakwa. Terdakwa menyuruh suaminya mengganti pakaiannya dengan kaos lengan pendek dan celana pendek. Terdakwa mengajak korban yang telah berganti pakaian ke garasi dan menyuruh dia duduk di lantai.

Terdakwa mengambil borgol milik korban di saku celananya kemudian kembali menghampiri korban. Terdakwa selanjutnya memborgol pergelangan tangan kanan korban ke tangga lipat. Setelah suaminya terikat, Briptu Dhila mengambil Pertalite dan korek api. Terdakwa langsung menyiramkan Pertalite ke sekujur tubuh korban sampai habis satu liter.

Terdakwa meraih tissue dengan tangan kiri dan memegang korek api menyala di tangan kanan. Terdakwa membakar tissue  itu dengan korek api. Namun karena panas, terdakwa memindahkan tissue ke tangan kanan. Saat api makin besar, tissue dilepas terdakwa dan jatuh mengenai Pertalite di lantai. Seketika api menyambar tubuh korban.

Terdakwa panik. Ia mencoba membuka pintu garasi namun tidak bisa. Terdakwa beteriak-teriak minta tolong sampai kemudian datang tetangganya yang bernama Alfian. Ia membantu memadamkan api menggunakan baju yang ditemukan di garasi tersebut, serta menyiramkan air memakai timba.

Meski telah dibantu dua orang lagi yang menyusul datang, api tak bisa dipadamkan. Api padam dengan sendirinya setelah pakaian di tubuh korban habis terbakar. Korban masih sempat meminta minum. Terdakwa mengambil cairan di dekat cucian baju, namun dimuntahkan kembali oleh korban sambil mengatakan ‘pahit’. Ternyata cairan itu bukan air putih, melainkan obat pembersih lantai.

Korban segera dilarikan ke Rumah Sakit Umum Daerah Wahidin Sudirohusodo Kota Mojokerto. Namun karena luka bakar di tubuhnya mencapai 96 persen, ia meninggal dunia keesokan harinya.

Sumber kemarahan terdakwa, kata hakim, disebabkan uang Rp 2.000.000 yang seharusnya diserahkan pada dia untuk ditabung dan biaya pengobatan salah satu anaknya, habis dipakai berjudi online. Kebiasaan judi online ini dilakukan korban sejak sebelum menikah sampai punya tiga anak. Bahkan korban pernah kalah hingga puluhan juta rupiah.

Saat kekalahan itu diketahui terdakwa, terjadi pertengkaran hebat hingga pukul-pukulan. Briptu Dhila melaporkan peristiwa itu ke institusinya dan berujung pada surat pernyataan  tertanggal 23 November 2022 bahwa korban tidak akan bermain judi online lagi. “Namun pada 8 Juni 2024 korban diketahui masih bermain judi online. Sehingga perbuatan terdakwa merupakan akumulasi kemarahan yang terpendam lama,” tutur hakim.

Pilihan Editor: Polri Klarifikasi Soal Video Viral Polwan Ganggu Pria Sedang Makan Sampai Dicap Tak Sopan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |