Ragam Tanggapan Soal Kebijakan Larangan Penjualan Elpiji 3 Kg di Pengecer

3 hours ago 6

TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah menerapkan kebijakan baru untuk memastikan pendistribusian subsidi energi berjalan lebih tepat sasaran. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan bahwa mulai 1 Februari 2025, Liquefied Petroleum Gas (LPG) atau elpiji 3 kilogram (gas melon) hanya dapat dibeli di pangkalan resmi yang terdaftar di Pertamina. Langkah ini bertujuan untuk memastikan harga sesuai dengan harga eceran tertinggi (HET) yang telah ditetapkan pemerintah serta menghindari praktik spekulasi harga di tingkat pengecer.

Sebagai alternatif, pengecer tetap berpeluang menjadi agen resmi dengan mendaftarkan diri melalui sistem One Single Submission (OSS). Pemerintah juga memberikan masa transisi selama satu bulan hingga Maret 2025 bagi pengecer yang ingin mengubah statusnya menjadi pangkalan resmi.

Namun, kebijakan ini menuai berbagai tanggapan dari berbagai pihak, baik yang mendukung maupun yang mengkritisi.

Kepala Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi mengatakan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) justru mendorong para pengecer agar mendaftar agen resmi. “Sehingga posisi mereka bisa diformalkan dan pendistribusian elpiji 3 kg bisa di-tracking agar tepat sasaran,” kata dia dalam keterangan tertulis, Senin, 3 Februari 2025.

Ketua MPR Ahmad Muzani menyatakan bahwa kebijakan ini dapat memangkas mata rantai distribusi yang panjang, yang selama ini menyebabkan harga elpiji 3 kg lebih mahal di tingkat pengecer.

"Dari agen ke pangkalan, pangkalan ke pengecer, pengecer baru ke pembeli. Ini membuat harga elpiji 3 kg tidak stabil," ujar Muzani.

Sebaliknya, Anggota Komisi VI DPR Herman Khaeron menilai kebijakan ini dapat menyulitkan masyarakat dalam mendapatkan LPG 3 kg, terutama bagi mereka yang tinggal jauh dari pangkalan resmi. "Harus dipertimbangkan oleh pemerintah, bukan hanya soal ketersediaan, tapi juga keterjangkauan. Jangan sampai masyarakat yang dirugikan," kata Herman.

Dosen Ekonomi Energi UGM, Fahmy Radhi, juga mengkritik kebijakan ini karena dianggap mematikan usaha kecil yang mengandalkan penjualan elpiji 3 kg sebagai sumber pendapatan.

"Pengecer itu kebanyakan pengusaha akar rumput. Mustahil bagi mereka berubah menjadi pangkalan resmi karena butuh modal besar untuk membeli stok elpiji 3 kg dalam jumlah besar," katanya.

Sementara itu, anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika menilai bahwa kebijakan ini tidak menyelesaikan persoalan distribusi subsidi yang tidak tepat sasaran. Menurutnya, penyelewengan harga LPG 3 kg tidak hanya terjadi di pengecer, tetapi juga di pangkalan resmi Pertamina.

"Kami menemukan bahwa agen meningkatkan harga, pengecer juga menaikkan harga. Ini terjadi di berbagai daerah," ujar Yeka.

Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) juga menyoroti perlunya pengawasan yang lebih ketat dalam distribusi elpiji 3 kg. Sekjen HIPMI, Anggawira, mengusulkan agar distribusi LPG bersubsidi diawasi oleh aparat penegak hukum untuk mencegah penyelewengan.

"Selain pengawasan, pemerintah juga harus mendorong solusi jangka panjang seperti pembangunan jaringan gas kota dan insentif untuk penggunaan kompor listrik," kata Anggawira.

Di sisi lain, masyarakat dan pelaku usaha kecil mengeluhkan dampak kebijakan ini. Samidi, seorang penjual gorengan di Palmerah, mengaku kesulitan mendapatkan elpiji 3 kg karena tidak bisa membelinya dari pengecer terdekat. "Seminggu ini susah cari gas. Kalau enggak ada gas, saya enggak bisa jualan," katanya.

Sementara itu, Sumarni, seorang pedagang gas eceran, mengaku tidak lagi bisa menjual elpiji 3 kg karena stoknya sudah tidak tersedia di tingkat pengecer. "Udah sebulan gas melon enggak ada. Biasanya saya stok 10 tabung, sekarang kosong," ujarnya.

Selain itu, beberapa warga di daerah pedesaan yang jauh dari pangkalan resmi mengaku kesulitan mengakses elpiji 3 kg karena lokasi pangkalan yang terlalu jauh dan waktu operasional yang terbatas. Kondisi ini membuat mereka harus membeli dengan harga lebih mahal dari pengecer yang masih menjual secara tidak resmi.

"Kami harus naik ojek ke kota hanya untuk beli gas. Padahal dulu bisa beli di warung dekat rumah," ujar Rohani, warga di Kabupaten Brebes.

Menanggapi kekacauan akibat aturan ini, pada akhirnya Presiden Prabowo Subianto memberikan instruksi kepada Menteri ESDM Bahlil Lahadalia agar para pengecer gas elpiji 3 kg dapat dialihkan statusnya menjadi subpangkalan. Kebijakan ini dimaksudkan untuk memastikan distribusi tetap berjalan lancar dan tidak menyebabkan kelangkaan.

"Perintah Presiden adalah agar pengecer semua dinaikkelaskan menjadi subpangkalan," ujar Bahlil di Istana Kepresidenan, Selasa, 4 Februari 2025.

Sapto Yunus, Eka Yudha Saputra, dan Hendrik Yaputra berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan Editor: Kisruh Bahlil Larang Elpiji 3 Kg Dijual di Pengecer

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |