Setelah Kerusuhan Media Sosial Tak Bisa Dipidanakan, ICJR: Pedoman Baru UU ITE

4 hours ago 8

Nur mengatakan saat ini sudah ada tiga putusan MK tentang UU ITE, yakni 78/PUU-XXI/2023, 105/PUU-XXII/2024, dan 115/PUU-XXII/2024.

30 April 2025 | 16.01 WIB

Ilustrasi - Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/foc/aa.

Ilustrasi - Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/foc/aa.

TEMPO.CO, Jakarta - Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mengapresiasi putusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan sebagian permohonan uji materil terhadap Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). MK mengubah sejumlah pasal di UU ITE tersebut.
 
Mahkamah Konstitusi memutuskan pasal menyerang kehormatan dalam UU ITE tidak berlaku untuk pemerintah, kelompok masyarakat, hingga korporasi. Selain itu, MK juga menambahkan pasal yang menyatakan frasa kerusuhan harus terjadi di ruang fisik bukan di ruang digital. 
  
Dalam sidang perkara Nomor 105/PUU-XXII/2024, MK menyatakan, yang dimaksud frasa "orang lain" dalam Pasal 27A juncto Pasal 45 ayat (4) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 itu adalah individu atau perseorangan. Sementara pada perkara nomor 115/PUU-XXII/2024, MK menyatakan frasa “kerusuhan” pada Pasal 28 ayat (3) dan Pasal 45A ayat (3) UU Nomor 1 Tahun 2024 adalah kondisi yang mengganggu ketertiban umum di ruang fisik, bukan kondisi di ruang digital/siber. 
 
Peneliti ICJR Nur Ansar mengatakan aparat hukum harus meninjau ulang pasal-pasal yang telah diubah MK agar ada kepastian hukum bagi masyarakat. “Secara langsung memberikan mandat kepada penegak hukum untuk teliti dalam menafsirkan tindak pidana itu,” kata Nur dalam keterangan resminya, Rabu, 30 April 2025. 
 
Menurut Nur saat ini sudah ada tiga putusan MK tentang UU ITE, yakni 78/PUU-XXI/2023, 105/PUU-XXII/2024, dan 115/PUU-XXII/2024. Ketiga putusan itu berkaitan dengan tindak pidana ujaran kebencian dan penyebaran berita bohong dalam UU ITE. Ketiga putusan itu harus menjadi pedoman bagi aparat penegak hukum untuk menangani tindak pidana yang melanggar UU ITE. 
 
“Setelah putusan MK 78/PUU-XXI/2023 yang menghapus pasal berita bohong, Pasal 263 dan Pasal 264 dalam KUHP 2023 tentang berita bohong juga harus dihapuskan,” kata Nur. 
 
Dengan putusan MK 105/PUU-XXII/2024 yang memperketat unsur penghinaan, Pasal 27A UU ITE dan Pasal 433 KUHP 2023 harus juga diperketat. Kedua pasal itu tidak untuk melindungi lembaga negara, pemerintah ataupun kelompok orang. Pasal ini menimbulkan iklim ketakutan. 
 
“Maka Pasal 218-219 tentang Penyerangan Kehormatan Presiden atau Wakil Presiden dan Pasal 240-241 tentang penghinaan terhadap pemerintah atau lembaga negara harus ditinjau ulang untuk dihapuskan,” katanya. 
 
Putusan MK 105/PUU-XXII/202 juga memperketat unsur ujaran kebencian secara elektronik. Ujaran kebencian harus merupakan ujaran yang secara substantif memuat tindakan atau penyebaran kebencian berdasar identitas tertentu yang ditujukan untuk umum, sehingga pengetatan harus dilakukan dalam Pasal 28 ayat (2) UU ITE dan Pasal 243 KUHP 2023. 
 
Sebelumnya, pada Selasa, 29 April 2024, MK mengabulkan permohonan pemohon pada perkara nomor 115/PUU-XXII/2024 untuk sebagian. Permohonan itu diajukan oleh Jovi Andrea Bachtiar. 
 
Dalam putusannya, MK menyatakan kata 'kerusuhan' dalam Pasal 28 ayat (3) dan Pasal 45A ayat (3) UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE bertentangan dengan UUD Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai 'kerusuhan adalah kondisi yang mengganggu ketertiban umum di ruang fisik, bukan kondisi di ruang digital/siber'. 
 
Selanjutnya, MK juga mengabulkan permohonan pemohon pada perkara nomor 105/PUU-XXII/2024 untuk sebagian. Permohonan itu diajukan oleh Daniel Frits Maurits Tangkilisan. 
 
MK menyatakan frasa 'orang lain' dalam Pasal 27A dan Pasal 45 ayat (4) UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE bertentangan dengan UUD Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai 'kecuali lembaga pemerintah, sekelompok orang dengan identitas spesifik atau tertentu, institusi, korporasi, profesi atau jabatan' 
 
MK juga menyatakan frasa 'suatu hal' dalam Pasal 27A dan Pasal 45 ayat (4) UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE bertentangan dengan UUD Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai 'suatu perbuatan yang merendahkan kehormatan atau nama baik seseorang'.
 

Pilihan Editor: Kejahatan Perdagangan Orang Makin Marak

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ade Ridwan Yandwiputra

Lulusan sarjana Ilmu Komunikasi di Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik, Institut Bisnis dan Informatika Kosgoro 1957. Memulai karier jurnalistik di Tempo sejak 2018 sebagai kontributor. Kini menulis untuk desk hukum dan kriminal

Koper Koperasi Merah Putih

PODCAST REKOMENDASI TEMPO

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |