Spanyol Tolak Usul Inggris untuk Kirimkan Pasukan Perdamaian ke Ukraina

1 month ago 28

TEMPO.CO, Jakarta -Menteri Luar Negeri Spanyol Jose Manuel Albares menyatakan negaranya menolak usulan Inggris untuk mengirim pasukan penjaga perdamaian ke Ukraina.

"Masih terlalu dini untuk berbicara tentang pengerahan pasukan ke Ukraina karena saat ini belum ada perdamaian," kata Menteri Luar Negeri Spanyol Jose Manuel Albares kepada wartawan menjelang pertemuan puncak darurat para pemimpin Eropa tentang perang Ukraina, Senin, 17 Februari 2025, dikutip dari Reuters

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lebih lanjut, Albares mengatakan negosiasi untuk mengakhiri perang tiga tahun itu seharusnya tidak berakhir dengan agresi Rusia.

"Perang agresi tidak dapat dibalas, kami tidak dapat mendorong pihak lain untuk melancarkan perang agresi," ujar Albares dalam sebuah wawancara dengan stasiun radio Onda Cero.

"Hari ini saya yakin Putin akan terus menyerang dan mengebom Ukraina. Jadi saya tidak melihat perdamaian di cakrawala saat ini."

Perdana Menteri Inggris Keir Starmer menjadi pemimpin Eropa pertama yang mengatakan bahwa dia siap menempatkan pasukan penjaga perdamaian di Ukraina. Dia membuat komitmen tersebut menjelang pertemuan darurat para pemimpin di Paris untuk membahas peran Eropa dalam gencatan senjata.

Dilansir dari Reuters, komentar Starmer menyoroti kesadaran yang berkembang di antara negara-negara Eropa, bahwa mereka kemungkinan harus memainkan peran yang lebih besar dalam memastikan keamanan Ukraina, karena Washington bekerja sendiri dengan Rusia untuk mengakhiri konflik selama tiga tahun tersebut.

Swedia akan mempertimbangkan untuk berkontribusi pada pasukan penjaga perdamaian pascaperang di Ukraina. Pada Senin, 17 Februari 2025, Perdana Menteri Ulf Kristersson mengatakan bahwa negosiasi perlu dilanjutkan sebelum keputusan tersebut diambil.

Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengejutkan Ukraina dan sekutu Eropa minggu lalu ketika mengumumkan bahwa dia telah melakukan panggilan telepon dengan Presiden Rusia Vladimir Putin, tanpa berkonsultasi dengan sekutu Eropa, untuk membahas cara mengakhiri perang.

Upaya tersebut akan dilanjutkan dengan perundingan minggu ini di Arab Saudi antara pejabat AS dan Rusia.

Utusan Trump untuk Ukraina, Keith Kellogg, mengatakan pada Sabtu lalu bahwa Eropa tidak akan memiliki tempat di meja perundingan perdamaian apa pun. 

Washington mengirimkan kuesioner ke ibu kota negara-negara Eropa untuk menanyakan kontribusi apa yang dapat mereka berikan untuk jaminan keamanan bagi Kyiv.

Pada pertemuan puncak Senin, 17 Februari 2025 di Paris, Presiden Prancis Emmanuel Macron akan menjamu para pemimpin dari Jerman, Italia, Inggris, Polandia, Spanyol, Belanda, dan Denmark, yang akan mewakili negara-negara Baltik dan Skandinavia, bersama dengan para pemimpin Uni Eropa dan Sekretaris Jenderal NATO Mark Rutte.

Seorang pejabat kepresidenan Prancis mengatakan bahwa diskusi tersebut akan membahas "jaminan keamanan yang dapat diberikan oleh orang Eropa dan Amerika, bersama-sama atau terpisah," dengan pasukan penjaga perdamaian hanya menjadi salah satu elemen dari jaminan keamanan tersebut.

Starmer, yang diperkirakan akan melakukan perjalanan ke Washington untuk bertemu Trump minggu depan, mengatakan pada Ahad, 16 Februari 2026 bahwa Eropa menghadapi "momen yang jarang terjadi" untuk keamanan kolektif benua tersebut, dan harus bekerja sama erat dengan Amerika Serikat.

Starmer mengatakan Inggris siap memainkan peran utama dalam memberikan jaminan keamanan bagi Ukraina, termasuk siap mengerahkan pasukan mereka sendiri jika perlu. 

"Akhir perang ini, jika sudah tiba, tidak bisa hanya menjadi jeda sementara sebelum Putin menyerang lagi," katanya di surat kabar Daily Telegraph.

Pertemuan Eropa di Paris berlangsung setelah puluhan pertemuan serupa menunjukkan bahwa 27 negara anggota Uni Eropa tidak mampu menghasilkan rencana yang kohesif untuk mengakhiri perang Ukraina. Inggris bukan anggota UE tetapi telah menjadi pendukung utama Ukraina.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |