Standar Baru BGN untuk SPPG: Porsi Turun, Bahan Baku Air Bersertifikat

9 hours ago 11

Jakarta, CNN Indonesia --

Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana mengatakan penyusunan Peraturan Presiden (Perpres) yang mengatur tata kelola pelaksanaan program Makan bergizi Gratis (MBG) sudah selesai, dan tinggal dibagi.

Usai menghadiri Sidang Kabinet Paripurna di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (20/10), dia membeberkan sejumlah standar baru untuk Satuan Pemenuhan Pelayanan Gizi (SPPG) dalam memproduksi menu MBG buat setiap penerima manfaat.

Standar baru itu di antaranya menurunkan target penerima manfaat MBG per SPPG dari semula rata-rata 3.000an porsi, turun jadi 2.000 hingga 2.500. Porsi makanan yang diproduksi MBG bisa mencapai 3.000 penerima jika unit tersebut memiliki ahli masak bersertifikat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kemudian, kita minta ada juru masak profesional yang akan mendampingi terutama SPPG-SPPG baru selama lima hari dan kalau kurang bisa dilanjutkan," ujar Dadan di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin malam, seperti dikutip dari Antara.

Dadan menambahkan, faktor kualitas air juga menjadi perhatian utama, sehingga air yang digunakan untuk memasak harus bersertifikat layak konsumsi, seperti air galon atau isi ulang yang telah melalui proses sertifikasi resmi.

"Karena di Indonesia kualitas air masih belum rata, sehingga kita akan kerjakan ini," katanya.

Selain itu, BGN juga akan melengkapi seluruh SPPG dengan alat sterilisasi food tray berteknologi tinggi.

"Dengan alat itu, wadah makanan yang telah dicuci bisa dikeringkan dalam tiga menit pada suhu 120 derajat Celsius," katanya.

Ala penanganan pandemi Covid-19

Selain itu, Dadan  mengatakan pelaksanaan program MBG kini mengadopsi pendekatan ketat dengan prinsip "zero defect". Dia mengaku pendekatan itu terinspirasi dari sistem pengendalian kesehatan yang diterapkan saat pandemi Covid-19.

Salah satu pendekatan ala penanganan pandemi Covid-19 itu adalah pelaksanaan rapid test, namun untuk MBG diterapkan pada bahan baku di masing-masing SPPG.

Dadan menyebut langkah ini ditempuh untuk memastikan setiap porsi makanan yang diterima anak sekolah dijamin aman, bergizi, dan bebas dari risiko gangguan kesehatan.

"Kami sedang berusaha melengkapi seluruh SPPG dengan rapid test untuk menguji bahan baku. Karena, pengalaman Jepang sudah 100 tahun makan bergizi, itu 90 persen gangguan pencernaan yang muncul karena kualitas bahan baku," ujarnya.

Perpres MBG

Terkait, Perpres Tata Kelola MBG, Dadan menyatakan beleid itu juga mengatur mengenai sanksi bagi SPPG yang melanggar standar operasional prosedur (SOP), meskipun saat ini sanksi tersebut sudah diberlakukan.

Sanksi tersebut, kata Dadan, berupa administratif termasuk penghentian operasional bagi SPPG yang terbukti melanggar SOP dan ketentuan.

Menanggapi kasus keracunan yang dikategorikan sebagai kejadian luar biasa di beberapa wilayah, BGN pun telah menghentikan sementara operasional 106 SPPG, dan baru 12 di antaranya yang diizinkan kembali beroperasi.

Lebih lanjut, Dadan menjelaskan BGN bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk memastikan data kasus keracunan terkait program MBG dapat dipantau secara real-time oleh publik, layaknya data kasus Covid-19 kala itu.

"Jadi setiap pagi dari Kemenkes kirim ke kita," kata Dadan.

Dadan menjelaskan bahwa situs tersebut sudah mulai menyiarkan data kesehatan yang berkaitan dengan pelaksanaan MBG, namun ia belum bisa merinci nama situs tersebut.

Sebelumnya, dalam Sidang Kabinet Paripurna pada Senin sore lalu, Presiden RI Prabowo Subianto meminta BGN untuk melakukan evaluasi dan terobosan untuk menekan angka keracunan makanan penerima program MBG. 

Prabowo meminta agar BGN dapat membuat prosedur pelaksanaan MBG secara ketat dan menggunakan alat-alat terbaik. Menurutnya hal itu diperlukan agar tidak ada lagi kasus keracunan makanan yang dialami para siswa.

Prabowo menyebut sejak program MBG diluncurkan pada 6 Januari 2025, hingga saat ini sudah 36,7 juta orang menerima MBG. Ia tidak menampik apabila dalam pelaksanaannya memang masih terdapat kekurangan. Namun, ia menilai kekurangan seperti keracunan itu masih dalam batas wajar.

"Kalau tidak salah, kekurangannya adalah katakanlah angka yang sakit itu adalah mungkin sekitar 0,0007 yang berarti 99,99 persen berhasil," ujarnya.

"Dalam sepanjang usaha manusia hampir tidak ada usaha manusia yang dilaksanakan selama 1 tahun dengan volume yang demikian besar, yang zero error, zero deffect. Sangat sulit," imbuhnya.

(antara/kid)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |