Sejarah Jalan Karanggetas Cirebon: Mitos dan Makna Budaya

1 month ago 112

Jalan Karanggetas di Kota Cirebon bukan sekadar jalur penghubung, tetapi juga menyimpan sejarah dan mitos yang kaya, terutama terkait kisah Syekh Magelung Sakti dan Sunan Gunung Jati pada abad ke-15. Nama “Karanggetas” berasal dari bahasa Cirebon, di mana karang berarti “hutan” atau “tempat” dan getas merujuk pada “tumpul”, “patah”, atau “tak berfungsi”. Nama ini mencerminkan tanah labil di kawasan tersebut atau simbolisasi bahwa kesaktian dan keangkuhan dapat “dipatahkan” di tempat ini. Artikel ini akan mengupas sejarah, mitos, dan makna budaya Jalan Karanggetas yang membuatnya begitu istimewa.

Asal-Usul Nama dan Mitos Syekh Magelung Sakti

Sejarah Jalan Karanggetas CirebonMenurut naskah Babad Cirebon, Jalan Karanggetas erat kaitannya dengan Syekh Magelung Sakti, seorang tokoh dari Timur Tengah yang terkenal akan kesaktiannya. Ia memiliki rambut panjang yang tak bisa dipotong oleh senjata apa pun, bahkan pedang sekalipun. Dengan penuh keangkuhan, ia menantang siapa saja untuk memotong rambutnya. Tantangan ini sampai ke telinga Sunan Gunung Jati, salah satu Wali Songo yang menyebarkan Islam di Cirebon. Di lokasi yang kini menjadi Jalan Karanggetas, Sunan Gunung Jati berhasil memotong rambut Syekh Magelung hanya dengan dua jari, menunjukkan kekuatan spiritual yang luar biasa.

Setelah kekalahannya, Syekh Magelung menjadi pengikut setia Sunan Gunung Jati dan membantu penyebaran Islam di wilayah utara Cirebon. Konon, rambut yang dipotong dimakamkan di petilasan dekat Pusat Grosir Cirebon, sementara makam Syekh Magelung berada di Desa Karang Kendal, Kapetakan, Kabupaten Cirebon. Kisah ini melahirkan mitos bahwa Jalan Karanggetas mampu “melunturkan” kesaktian atau keangkuhan seseorang. Bahkan, pejabat tinggi atau mereka yang memiliki ilmu kebatinan dipercaya bisa kehilangan jabatan atau kekuatannya jika melintas di jalan ini dengan niat buruk.

Makna Filosofis dan Tradisi Lokal

Mitos Jalan Karanggetas tak hanya tentang kesaktian, tetapi juga mengandung pesan moral: jangan sombong atau angkuh. Kawasan ini dianggap sebagai tempat “steril” dari ilmu gaib, sehingga banyak pedagang, khususnya etnis Tionghoa, memilih membuka toko emas di sini karena dianggap aman dari niat jahat. Tradisi lokal seperti Slametan Lenga (sedekah minyak) di Masjid Jagabayan setiap malam Jumat Kliwon memperkuat nilai spiritual kawasan ini. Nama “Sukalila” (suka rela) di sekitar Karanggetas juga merujuk pada sikap ikhlas Syekh Magelung setelah kekalahannya, menambah dimensi filosofis.

Perkembangan Historis Jalan Karanggetas

Pada masa kolonial hingga awal kemerdekaan (1925–1990-an), Jalan Karanggetas dikenal sebagai pusat perdagangan tembakau terbesar di pantura Jawa Barat. Aktivitas niaga di sini sangat ramai, dengan toko-toko furnitur, bahan bangunan, dan jamu. Kini, Jalan Karanggetas telah bertransformasi menjadi pusat pertokoan modern, terutama toko emas, dan tetap menjadi jalur vital yang menghubungkan pusat kota dengan Keraton Kanoman dan makam Sunan Gunung Jati.

Relevansi Mitos di Era Modern

Meski mitos Jalan Karanggetas masih dipercaya sebagian masyarakat, pengaruhnya mulai memudar di era modern. Banyak pejabat kini melintasi jalan ini tanpa masalah, menganggapnya sebagai bagian dari warisan budaya yang kaya, bukan ancaman nyata. Namun, cerita tentang Syekh Magelung dan Sunan Gunung Jati tetap hidup sebagai pengingat akan nilai-nilai rendah hati dan keikhlasan. Jalan ini juga menjadi daya tarik wisata budaya, menarik wisatawan yang ingin menjelajahi sejarah dan spiritualitas Cirebon.

Kesimpulan

Jalan Karanggetas bukan hanya jalan biasa, tetapi simbol sejarah, mitos, dan budaya Cirebon. Dari kisah Syekh Magelung Sakti hingga peranannya sebagai pusat perdagangan, jalan ini mencerminkan kekayaan warisan lokal. Bagi Anda yang berkunjung ke Cirebon, melintasi Jalan Karanggetas bisa menjadi pengalaman untuk merasakan aura sejarah dan makna filosofisnya. Jangan lupa kunjungi petilasan dan situs bersejarah di sekitarnya untuk memahami lebih dalam pesona kota wali ini.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |