Cirebon, kota di Jawa Barat yang kaya akan sejarah Islam dan budaya multietnis, menyimpan banyak cerita menarik di balik jalan-jalannya yang bersejarah. Salah satunya adalah Jalan Panjunan, yang sering disebut sebagai “Kampung Arab Cirebon”. Kawasan ini bukan hanya pusat perdagangan masa lalu, tapi juga saksi bisu penyebaran agama Islam di tanah Jawa. Jika Anda mencari destinasi wisata sejarah di Cirebon, Jalan Panjunan wajib masuk dalam daftar kunjungan Anda. Dalam artikel ini, kita akan mengupas tuntas sejarah Jalan Panjunan, alasan mengapa dihuni etnis Arab, serta kehidupan dan perkembangannya hingga saat ini. Mari kita telusuri jejak masa lalu yang masih hidup hingga kini.
Asal-Usul Nama dan Sejarah Awal Jalan Panjunan

Jalan Panjunan terletak di Kelurahan Panjunan, Kecamatan Lemahwungkuk, Kota Cirebon. Nama “Panjunan” sendiri berasal dari kata “jun” atau “anjun” dalam bahasa lokal Sunda-Cirebon, yang berarti gerabah atau kerajinan dari tanah liat. Pada abad ke-15, kawasan ini menjadi sentra produksi gerabah utama di Cirebon. Penduduk setempat sibuk membuat dan membakar barang-barang seperti batu bata, genteng, dan peralatan rumah tangga dari tanah liat. Bukti sejarah ini masih terlihat hingga sekarang melalui nama-nama gang di sekitarnya, seperti Gang Warung Bata (tempat penjualan bata) dan Gang Pengobongan (tempat pembakaran gerabah).
Sejarah Jalan Panjunan tak lepas dari peran tokoh-tokoh Islam awal di Cirebon. Salah satu figur kunci adalah Syekh Abdurrahman, yang dikenal sebagai Pangeran Panjunan atau Syekh Syarif Abdurrahman. Beliau adalah keturunan Arab dari Baghdad yang tiba di Cirebon sekitar abad ke-15. Syekh Abdurrahman, putra dari Syekh Nurjati (Syekh Datuk Kahfi), menikah dengan putri Ali Nurul Alim dan datang untuk berdakwah serta berdagang atas restu Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah), pendiri Kesultanan Cirebon. Saat itu, Cirebon merupakan pelabuhan internasional seperti Muara Jati, yang ramai dikunjungi pedagang dari Arab, Tionghoa, dan berbagai negara lain.
Peninggalan paling ikonik dari era ini adalah Masjid Merah Panjunan, masjid tertua di Cirebon yang dibangun sekitar tahun 1480—bahkan lebih tua dari Masjid Agung Sang Cipta Rasa. Awalnya, masjid ini hanyalah musala sederhana untuk tempat ibadah komunitas Arab. Arsitekturnya unik, dengan dinding dari batu bata merah dan ornamen yang memadukan pengaruh Tionghoa serta Hindu-Budha, mencerminkan akulturasi budaya yang kental di Cirebon. Masjid ini menjadi pusat dakwah dan simbol penyebaran Islam damai di wilayah tersebut.
Mengapa Jalan Panjunan Dihuni Etnis Arab?
Kehadiran etnis Arab di Jalan Panjunan bukanlah kebetulan. Gelombang migrasi pedagang dan pendakwah Arab ke Cirebon dimulai sejak abad ke-14 hingga ke-15, bersamaan dengan misi Sunan Gunung Jati dalam menyebarkan Islam. Sunan Gunung Jati membagi wilayah Cirebon berdasarkan etnis untuk menjaga harmoni dan tradisi masing-masing kelompok. Kawasan utara Keraton Pakungwati, termasuk Panjunan, diberikan kepada keturunan Arab dan Tionghoa.
Para pendatang Arab, dipimpin tokoh seperti Syekh Nurjati yang tiba pada 1418, datang untuk berdagang barang-barang dari Timur Tengah sambil berdakwah dengan cara santun. Lokasi Panjunan yang strategis—dekat pelabuhan dan jalur perdagangan—memudahkan mereka untuk beraktivitas. Selain itu, komunitas ini dibentuk untuk saling mendukung dalam ibadah dan bisnis. Banyak pedagang Arab yang menikah dengan penduduk lokal, sehingga berkontribusi pada ekonomi Cirebon melalui perdagangan dan kerajinan.
Hingga kini, Jalan Panjunan dikenal sebagai “Kampung Arab” karena mayoritas penghuninya adalah keturunan Arab yang telah berasimilasi dengan masyarakat Jawa. Mereka memperkaya budaya lokal, seperti melalui pembangunan Masjid Merah sebagai pusat spiritual. Ini menjadikan kawasan ini sebagai contoh harmoni multikultural di Indonesia.
Kehidupan Masyarakat dan Perkembangan Jalan Panjunan Saat Ini
Dari masa lalu yang penuh dengan asap pembakaran gerabah, kehidupan di Jalan Panjunan telah bertransformasi secara drastis. Industri gerabah yang dulu mendominasi kini menurun karena keterbatasan bahan baku tanah liat dan urbanisasi. Saat ini, hanya sedikit toko gerabah yang tersisa, dan identitas kerajinan itu hanya tinggal dalam nama-nama jalan dan gang bersejarah.
Komunitas Arab tetap mendominasi, tapi profesi mereka bergeser ke perdagangan modern. Anda bisa menemukan toko-toko yang menjual elektronik, komputer, parfum, minyak wangi, dan barang impor dari Timur Tengah. Kehidupan sehari-hari mencerminkan akulturasi: warga menjaga tradisi Islam seperti shalat berjamaah di Masjid Merah, sambil berintegrasi melalui pernikahan dan bisnis dengan masyarakat lokal.
Perkembangan terbaru menjadikan Jalan Panjunan sebagai destinasi wisata budaya. Pemerintah Kota Cirebon memulai revitalisasi sejak 2022, dengan pembangunan fisik dan non-fisik pada 2023 yang melibatkan tiga RW di Panjunan. Kawasan ini dibagi menjadi klaster-klaster menarik:
- Kuliner: Nikmati nasi mandi, kebab, nasi kebuli, dan kopi jahe Arab yang autentik.
- Oleh-oleh: Belanja parfum, kurma, dan pakaian khas Arab.
- Seni Budaya: Saksikan pertunjukan musik dan tarian tradisional.
- Religi: Kunjungi Masjid Merah dan situs bersejarah lainnya.
Pada 2024, Festival Wisata Kampung Arab digelar untuk mempromosikan potensi ini, menampilkan makanan nusantara bercampur pengaruh Arab serta atraksi budaya. Tujuannya adalah meningkatkan ekonomi warga, melestarikan warisan, dan menarik wisatawan melalui kelompok wisata (Pokdarwis). Di tahun 2025 ini, kawasan semakin hidup dengan gedung-gedung tua seperti rumah kuno yang menjadi daya tarik utama, meski tantangan modernisasi tetap ada. Komunitas Panjunan menjaga collective memory sebagai landmark budaya Cirebon.
Kesimpulan: Mengapa Harus Mengunjungi Jalan Panjunan?
Jalan Panjunan bukan sekadar jalan biasa; ia adalah jembatan antara masa lalu dan masa kini, di mana sejarah Islam, perdagangan, dan akulturasi budaya bertemu. Dari pusat gerabah hingga kampung Arab modern yang ramai wisatawan, kawasan ini menawarkan pengalaman unik bagi siapa saja yang ingin menyelami kekayaan Cirebon. Jika Anda berencana liburan ke Jawa Barat, jangan lewatkan untuk mampir ke sini—cicipi kuliner Arab autentik, jelajahi masjid bersejarah, dan rasakan harmoni multikultural Indonesia.
Ingin tahu lebih lanjut tentang destinasi wisata di Cirebon? Baca artikel kami lainnya hanya di blog kotacirebon.com ini.