TEMPO.CO, Jakarta - Juru bicara Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Guntur Romli, mengatakan belum mengetahui proses pembuatan video monolog Hasto Kristiyanto yang menuduh Joko Widodo sebagai inisiator revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi. Video itu diunggah akun YouTube koreksi_org pada Sabtu, 22 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Saya tidak tahu. Soal waktu dan tempat pembuatan (video) juga tidak tahu,” kata Guntur saat dihubungi Tempo, Sabtu siang ini.
Guntur mengatakan belum bisa berkomunikasi lagi sejak Hasto ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Kamis, 20 Februari 2025. Hasto ditahan karena melakukan perintangan penyidikan alias obstruction of justice dalam perkara yang melibatkan buron Harun Masiku.
Awal Januari lalu, Guntur sempat mengatakan Hasto akan membocorkan beberapa video yang diduga berisi bukti skandal yang melibatkan Jokowi. Menurut dia, hal itu akan terjadi jika proses hukum oleh KPK yang ia sebut sebagai upaya kriminalisasi terhadap Hasto terus berlanjut.
Namun karena tidak bisa berkomunikasi lagi, Guntur kini mengaku tidak tahu keberadaan video tersebut. “Sejak saudara Sekjen ditahan, saya tidak lagi bisa mengonfirmasi ada di mana dan apa benar mau diluncurkan,” ujar dia.
Namun Guntur mengatakan muatan dalam video yang beredar pernah disampaikan Hasto secara langsung kepadanya. “Sekjen memang pernah menyampaikan kepada saya, dugaan saya, video ini mungkin termasuk video dan dokumen (skandal) itu,” kata dia.
Dalam video tersebut, Hasto membantah PDIP merupakan pihak yang mengorkestrasi revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi yang berujung pada pelemahan fungsi lembaga antirasuah tersebut.
“Karena itulah tuduhan bahwa revisi Undang-Undang KPK diarsiteki oleh PDI Perjuangan itu sangat salah,” kata Hasto dalam video berdurasi 5 menit tersebut.
Hasto mengatakan, revisi UU KPK merupakan inisiatif Jokowi ketika Gibran Rakabuming Raka dan Bobby Nasution hendak mencalonkan diri menjadi Wali Kota Solo dan Medan.
Hasto mengaku, saat itu sudah memberikan masukan saat bertemu Jokowi di Istana Negara bahwa pencalonan anak dan menantu tersebut berpotensi membuat keduanya terindikasi suap, gratifikasi, dan tindak korupsi.
“Karena saya tegaskan bahwa ketika Mas Gibran dan Mas Bobby menjadi wali kota maka dengan mudah akan terkena operasi tangkap tangan dari KPK dan juga aparat penegak hukum yang lain,” kata Hasto.
Namun beberapa waktu setelahnya Hasto mengaku bertemu dengan seorang menteri utusan Jokowi. Menteri itu, kata Hasto, mengaku sudah mendapatkan arahan dari Jokowi untuk menginisiasi revisi UU KPK. Hasto mengatakan dirinya menyarankan agar menteri itu bertemu dengan seluruh jajaran fraksi di DPR untuk menggalang dukungan atas perintah dari Presiden.
“Pak Menteri yang menjadi kepercayaan dari Pak Jokowi menyampaikan bahwa kira-kira akan diperlukan dana sebesar US$ 3 juta untuk menggolkan revisi Undang-Undang KPK,” ujar Hasto.
Menurut Hasto, cerita ini pernah ia sampaikan kepada mantan penyidik KPK, Novel Baswedan. Novel membenarkan cerita Hasto.
Sementara itu, Ketua Umum Barisan Relawan Jokowi Presiden (Bara JP) Utje Gustaaf Patty membantah bahwa Presiden RI ke-7 merupakan dalang di balik revisi UU KPK. Menurut dia, Jokowi menolak beberapa poin revisi seperti penyadapan harus dilakukan seizin dewan pengawas, penyelidik dan penyidik hanya dari kepolisian dan kejaksanaan, penuntutan harus berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung, dan pengelolaan LHKPN di luar KPK.
“Revisi UU KPK 2019 adalah inisiatif parlemen termasuk fraksi PDIP,” kata Utje saat dihubungi Tempo.