Temu Tirta, Ritual Persatukan Dua Mata Air Merapi-Merbabu Demi Keselamatan Warga Selo

2 months ago 61
Wakil Bupati Boyolali, Dwi Fajar Nirwana tampak tengah menyatukan air dari dua sumber yang berbeda, yakni dari Gunung Merapi dan Merbabu, Jumat (27/6/2025) | Boyolali.go.id

BOYOLALI, JOGLOSEMARNEWS.COM – Malam awal Suro selalu menjadi waktu sakral bagi masyarakat lereng Merapi-Merbabu, khususnya warga Desa Samiran, Kecamatan Selo, Boyolali. Jumat malam (27/6/2025), ratusan warga memadati kawasan Simpang PB VI untuk mengikuti ritual Temu Tirta, prosesi tradisi tahunan yang diyakini menjaga keseimbangan alam sekaligus memohon keselamatan dari marabahaya erupsi gunung berapi.

Dalam prosesi Temu Tirta, air dari dua sumber berbeda – Tirta Wening di Merbabu dan Tirta Barokah di Merapi – disatukan ke dalam satu bejana. Penyatuan dua mata air tersebut dipercaya menjadi simbol keharmonisan dua gunung kembar sekaligus sebagai doa agar desa Samiran terhindar dari bencana kekeringan maupun letusan Merapi.

Usai ritual penyatuan air, bejana berisi dua tirta tersebut diarak keliling desa sejauh sekitar tiga kilometer. Arak-arakan dipimpin pasukan Bregodo dari Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, diikuti pembawa bejana air, barisan pengusung gunungan, serta deretan warga yang membawa obor, menciptakan suasana sakral yang memukau.

Kirab gunungan menjadi daya tarik tersendiri. Terdapat gunungan tumpeng nasi jagung, palawija, sayur-mayur, dan buah-buahan. Semua itu menjadi lambang rasa syukur masyarakat lereng gunung yang mayoritas berprofesi sebagai petani atas limpahan hasil bumi mereka.

Wakil Bupati Boyolali, Dwi Fajar Nirwana, yang turut hadir, menyebut Temu Tirta sebagai warisan budaya berharga. “Upacara Temu Tirta bukan hanya tradisi, tapi juga mencerminkan filosofi hidup masyarakat yang menyatukan alam dan manusia. Tradisi ini wajib kita rawat dan lestarikan,” tutur Fajar, seperti dilansir dari Boyolali.go.id.

Tak hanya pemkab, prosesi Temu Tirta juga dihadiri perwakilan Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, yakni Kanjeng Raden Riyo Aryo Panji Bambang Sudarsono.

Tradisi ini berawal dari pengalaman pahit warga Desa Samiran yang pernah kesulitan air bersih puluhan tahun silam. Sejak saat itu, para tokoh adat sepakat menggelar Temu Tirta sebagai ikhtiar spiritual yang terus dilestarikan secara turun-temurun.

Kini, Temu Tirta bukan hanya menjadi ritual sakral, tetapi juga menjadi daya tarik budaya yang mempererat hubungan masyarakat dengan alam Merapi dan Merbabu yang menaungi mereka. [*]

Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |