TNI soal Keterlibatan Warga saat Peledakan Amunisi di Garut: Bantu Masak hingga Gali Lubang

3 months ago 68

TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat (TNI AD) Brigadir Jenderal Wahyu Yudhayana mengatakan, ada keterlibatan masyarakat sipil dalam proses pemusnahan amunisi kedaluwarsa di Garut, Jawa Barat. Kegiatan yang dilakukan pertengahan Mei lalu itu menyebabkan empat personel militer dan sembilan warga tewas.

Wahyu mengatakan, keterlibatan masyarakat sipil dalam kegiatan peledakan afkir itu hanya untuk urusan administrasi dan bersifat ringan. "Contohnya, membantu memasak, menyiapkan logistik, menggali lubang, dan membersihkan residu pasca peledakan," katanya di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Senin, 26 Mei 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Berdasarkan hasil investigasi TNI AD, kata dia, adanya korban dari masyarakat sipil disebabkan lantaran turut terlibat dalam kegiatan teknis yang seharusnya dilakukan ahli. "Jadi masyarakat ikut membantu mengangkat material detonator ke dalam lubang penghancuran," ucapnya.

Dia menduga, ada kesalahan teknis yang dilakukan oleh masyarakat sipil sehingga membuat amunisi kedaluwarsa itu meledak. Sebab, menurut dia, posisi detonator kedaluwarsa yang dibawa tidak diperlakukan secara semestinya.

"Akhirnya ledakan itu terjadi. Ada korban masyarakat sipil karena ada pelibatan yang seharusnya tidak sampai pada tahap itu," ucap Wahyu.

Seharusnya, dia menjelaskan pembawaan detonator kedaluwarsa harus dilakukan secara hati-hati dengan memerhatikan susunan amunisi tersebut. Dia mengatakan, keterlibatan masyarakat sipil dalam proses yang teknis itu menjadi evaluasi dari pimpinan TNI AD.

Sementara itu, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto mengatakan, tidak ada arahan untuk melibatkan masyarakat sipil dalam proses peledakan amunisi kedaluwarsa di Garut. Menurut dia, masyarakat sipil yang berada di lokasi hanya bertugas untuk memasak.

"Kami tidak melibatkan warga sipil dalam pemusnahan bahan peledak. Sebenarnya masyarakat sipil itu tukang masak dan pegawai," kata Agus di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Senin, 26 Mei 2025.

Adapun dalam temuan Komnas HAM, adanya pelibatan 21 masyarakat sipil dalam kegiatan pemusnahan amunisi kedaluwarsa tersebut. Puluhan masyarakat sipil itu dipekerjakan sebagai tenaga harian lepas dengan upah Rp 150 ribu orang per hari.

Komisioner Komnas HAM, Uli Parulian Sihombing menyatakan, pekerja sipil itu tidak dibekali dengan peralatan khusus atau alat pelindung diri. “Saat ditemukan, para korban mengalami luka bakar berat dan beberapa di antaranya ditemukan dalam keadaan tubuh yang tidak utuh akibat ledakan,” kata Uli dalam konferensi pers di kantornya pada Jumat, 23 Mei 2025.

Selain tidak diberikan alat pelindung diri, Komnas HAM juga menemukan fakta bahwa para pekerja itu tidak diberi pelatihan dan sertifikasi berkaitan dengan penanganan dan pemusnahan amunisi. Mereka belajar secara otodidak dari pekerja senior yang telah melakukan pekerjaan serupa.

Meski tidak memiliki sertifikasi, Uli menyebut para pekerja itu telah melakukan pekerjaan ini selama bertahun-tahun. Bahkan, sebagian di antaranya telah bekerja untuk membantu pemusnahan amunisi di berbagai daerah, seperti Makassar dan Maluku.

Uli menyebut, tidak semua pekerja sipil itu bertugas sebagai pembongkar amunisi. Beberapa di antaranya bertugas sebagai penggali lubang untuk pemusnahan amunisi, supir truk, serta juru masak. Mereka diberi upah sebesar Rp 150 ribu per hari untuk melakukan pekerjaan itu.

Oyuk Ivani berkontribusi dalam penulisan artikel ini
Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |