Walhi Papua: Ada 3 Izin Tambang Nikel di Pulau-pulau Kecil Raja Ampat

1 day ago 13

Jakarta, CNN Indonesia --

Organisasi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Papua menyatakan ada empat izin usaha pertambangan (IUP) nikel yang dikeluarkan di wilayah Papua. Sebanyak tiga izin tambang nikel di antaranya ada di pulau-pulau kecil di kawasan Raja Ampat, Papua Barat Daya.

"Sampai saat ini ada 4 Izin Usaha Pertambangan Nikel yang dikeluarkan di wilayah Papua, 3 diantaranya berlokasi di pulau-pulau kecil di kawasan Raja Ampat yakni: Pulau Gag, Pulau Kawe dan Pulau Manuran," demikian siaran pers Walhi Papua yang dikutip dari laman resminya, Rabu (4/6).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mereka mengecam pemberian izin tambang itu karena bertentangan dengan UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

"Pertambangan pada pulau-pulau kecil (dengan luasan lebih kecil atau sama dengan 2000 Km2) yang secara teknis dan/atau ekologis dan/atau sosial dan/atau budaya menimbulkan kerusakan lingkungan dan/atau pencemaran lingkungan dan/atau merugikan Masyarakat sekitarnya dengan jelas dilarang untuk dilakukan, sebagaimana yang tertera dalam Pasal 35 huruf K UU 27 Tahun 2007 jo UU 1 Tahun 2014," kata mereka.

Apalagi, sambung mereka, gugusan pulau-pulau kecil di Raja Ampat menyimpan keanekaragaman hayati. Gugusan itu setidaknya menjadi rumah bagi lebih dari 1.600 spesies ikan, 75 persen spesies karang yang dikenal dunia, 6 dari 7 jenis penyu yang terancam punah, dan 17 spesies mamalia laut yang diketahui.

"Jika wilayah konservasi dan surga terumbu karang Raja Ampat kehilangan daya tarik utamanya yakni kelestarian pulau-pulau, terumbu karang, dan keanekaragaman hayati-nya disana, untuk kepentingan siapa sesungguhnya mempromosikan pertambangan nikel di wilayah ini?" sindir mereka.

Walhi Papua mengatakan Pulau Kawe yang memiliki luas tak lebih dari 50 kilometer persegi terancam hilang setidaknya dalam 15 tahun ke depan. Selain itu mereka menyebut, "Pertambangan nikel yang dijalankan di wilayah pulau yang berdekatan dengan kawasan Suaka Alam Perairan Waigeo Sebelah Barat."

Kemudian di Pulau Gag, kini warga takut berenang di lautnya lantaran takut terkena penyakit kulit. Selain itu, lokasi itu kini telah dibangun dermaga bongkar muat material nikel dan ikan-ikan tak lagi terlihat. 

"Selain kerusakan dasar laut, pada saat angin kencang dari selatan mulai bulan Juni hingga September, debu material nikel beterbangan ke arah permukiman penduduk. Hujan debu menyebabkan warga dengan mudah terserang batuk," kata mereka.

[Gambas:Twitter]

Sebelumnya, Bupati Raja Ampat Orideko Burdam mengeluhkan kewenangan pemberian dan pemberhentian izin tambang nikel dari Jakarta, sehingga pemerintah daerah kesulitan memberikan intervensi terhadap tambang yang diduga merusak dan mencemari hutan dan ekosistem yang ada.

"97 persen Raja Ampat adalah daerah konservasi, sehingga ketika terjadi persoalan pencemaran lingkungan oleh aktivitas tambang, kami tidak bisa berbuat apa-apa, karena kewenangan kami terbatas," ujarnya di Sorong, Sabtu (31/5).

Selain itu, Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Raja Ampat telah melakukan investigasi di Pulau Mayifun dan Batang Pele melalui penjaringan aspirasi masyarakat setempat terkait dugaan aktivitas tambang nikel yang merusak ekosistem alam di wilayah itu.

Ketua DPRK Raja Ampat Mohammad Taufik Sarasa menjelaskan investigasi ini tindak lanjut dari demo masyarakat Raja Ampat yang menginginkan pencabutan izin tambang nikel di wilayah itu.

"Investigasi ini melalui pertemuan dengan masyarakat setempat untuk menjaring aspirasi dan memahami kondisi aktual di lapangan," jelasnya di Sorong pada hari yang sama.

Taufik Sarasa mengatakan masyarakat setempat khawatir dugaan aktivitas tambang nikel merusak ekosistem alam dan mengancam kehidupan mereka.

"Mereka meminta agar DPRK Raja Ampat dapat membantu menyelesaikan masalah ini dan memastikan bahwa aktivitas tambang dengan bertanggung jawab dan berkelanjutan," ujarnya.

Sementara itu Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia menyatakan akan memanggil pemegang izin tambang nikel di kawasan Raja Ampat. Dia mengaku akan mengevaluasinya.

"Saya akan evaluasi, akan ada rapat dengan dirjen saya. Saya akan panggil pemiliknya, mau BUMN atau swasta," ucap Bahlil ketika ditemui setelah menghadiri Human Capital Summit di Jakarta, Selasa (3/6).

Di sisi lain, Bahlil mengungkapkan terdapat aspirasi masyarakat Papua yang menginginkan pembangunan smelter di sana. Menurut Bahlil, kompleksitas pertambangan di Papua membutuhkan perlakuan khusus karena merupakan daerah otonomi.

"Kami harus menghargai, karena Papua itu kan ada otonomi khusus, jadi perlakuannya juga khusus. Nanti, saya pulang akan evaluasi," tutur Menteri yang berasal dari Tanah Cenderawasih itu.

Sebelumnya, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kehutanan dan Pertanahan Provinsi Papua Barat Daya Julian Kelly Kambu di Sorong, Senin (19/5), menyampaikan ada dua perusahaan yang mengelola tambang nikel di Raja Ampat, yakni PT GAG Nikel dan PT Kawei Sejahtera Mining.

Dua perusahaan ini bergerak di tambang nikel yang telah mengantongi izin berusaha sejak daerah tersebut masih menjadi satu dengan Provinsi Papua Barat.

Selain dua tambang nikel yang berizin, menurut dia, ada beberapa perusahaan yang beroperasi di Raja Ampat telah memiliki izin usaha pertambangan (IUP) sebelum Papua Barat Daya ada.

(kid/gil)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |