TEMPO.CO, Jakarta - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dicanangkan pemerintah di bawah arahan Presiden Prabowo Subianto kini turut melibatkan warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat. Keterlibatan ini dilakukan melalui pemberdayaan warga binaan sebagai bagian dari kru dapur MBG, yang berfungsi menyiapkan makanan bergizi untuk ribuan penerima manfaat setiap harinya.
Tenaga Ahli Utama Kantor Komunikasi Kepresidenan (Presidential Communication Office/PCO), Adita Irawati, menyampaikan bahwa inisiatif ini merupakan bentuk konkret dari pelaksanaan program makan bergizi gratis yang dirancang agar manfaatnya dapat dirasakan secara menyeluruh oleh berbagai lapisan masyarakat, termasuk oleh warga binaan yang tengah menjalani masa hukuman.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Adita menyampaikan dalam kunjungan kerja ke Lapas Sukamiskin, yang menurutnya telah berhasil menerapkan sistem pelatihan dan sertifikasi keterampilan memasak bagi warga binaan yang terlibat dalam dapur MBG.
Menurut Adita, pelaksanaan program ini berlandaskan pada prinsip pemberdayaan dan keterlibatan aktif. Di Lapas Sukamiskin, pelatihan bagi warga binaan dilakukan dengan mengikuti standar dari Badan Gizi Nasional (BGN), sehingga keterampilan yang mereka peroleh memiliki dasar profesional yang jelas. Selain pelatihan, koperasi lapas juga turut dilibatkan sebagai salah satu penyedia bahan baku makanan, yang mendukung operasional dapur secara menyeluruh.
Dapur MBG di Lapas Sukamiskin, yang dikelola dalam satuan bernama Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG), melibatkan sekitar 47 warga binaan. Mereka ditugaskan dalam berbagai peran, mulai dari menerima dan memeriksa kualitas bahan makanan, mengolah dan memasak, hingga mengemas makanan serta mencuci peralatan yang digunakan dalam proses produksi makanan. Seluruh tahapan ini dilaksanakan dengan pengawasan ketat dan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan oleh BGN.
Salah satu warga binaan, Rijatono Lakka, atau yang akrab dipanggil Tono, mengungkapkan bahwa keterlibatannya dalam kegiatan dapur MBG memberikan rutinitas baru yang bermanfaat dan membuat waktu di dalam lapas terasa lebih terisi. Dengan latar belakang sebagai pengusaha restoran, ia dipercaya sebagai salah satu juru masak utama di dapur tersebut.
Selain Tono, ada pula Firsa dan Dimas, dua warga binaan lainnya yang ikut mengambil peran dalam kegiatan ini. Firsa bertanggung jawab dalam pengolahan bahan makanan berprotein, sedangkan Dimas mengolah makanan yang mengandung karbohidrat. Keduanya mengaku memperoleh pengalaman baru selama terlibat dalam proses memasak dan menyadari pentingnya aspek gizi dalam penyediaan makanan.
Adita Irawati menyampaikan bahwa model pelaksanaan MBG seperti yang dilakukan di Lapas Sukamiskin ini dapat menjadi contoh positif yang bisa diterapkan di berbagai tempat lain dengan tetap memperhatikan aspek pengawasan dan standar operasional yang berlaku. Ia menambahkan bahwa dapur MBG di lapas tersebut telah mampu melayani sekitar 3.550 penerima manfaat per hari, yang terdiri dari murid-murid di 12 sekolah serta ibu hamil dan menyusui yang menerima bantuan melalui posyandu.
Lebih lanjut, Adita juga menegaskan bahwa pengolahan makanan dalam program MBG dilakukan secara sistematis, dimulai dari proses pemilihan bahan baku yang diawasi oleh ahli gizi, hingga proses distribusi ke penerima manfaat. Menurutnya, keterlibatan ahli gizi sejak tahap awal merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk menjaga mutu dan keamanan makanan yang disalurkan melalui program ini.
Meskipun demikian, pemerintah juga mengakui bahwa dalam pelaksanaan program MBG di beberapa daerah sempat terjadi sejumlah insiden yang menimbulkan kekhawatiran. Menyikapi hal tersebut, Adita menyatakan bahwa pemerintah telah melakukan evaluasi menyeluruh serta mengambil langkah korektif, termasuk mempercepat proses distribusi makanan guna meminimalkan risiko terjadinya kontaminasi.
Ia menyebut bahwa beberapa mitra pelaksana yang terbukti tidak mematuhi prosedur telah dihentikan kemitraannya. Badan Gizi Nasional, selaku institusi yang berwenang, disebut telah bersikap tegas dalam menegakkan standar pelaksanaan program.