CANTIKA.COM, Jakarta - Perilaku menyenangkan orang lain di tempat kerja bisa melelahkan, terutama jika hal itu tidak lagi terasa seperti pilihan dan berubah menjadi reaksi spontan. Terlepas dari ketidaknyamanan pribadi, bersikap tegas dan dengan susah bilang tidak. Bahkan ketika kamu memohon pada diri sendiri untuk menetapkan batasan, kamu mendapati diri jatuh ke dalam perangkap 'ya' berulang kali hingga kamu mengalami elelahan yang tak terelakkan dan banyak masalah kesehatan lainnya. Ini adalah lingkaran setan dan bahkan dapat membahayakan batasan kehidupan kerja.
Dalam wawancara dengan HT Lifestyle, Dr. Evelyn Raghel Thomas, direktur klinis, program bantuan karyawan, Truworth Wellness, berbagi alasan di balik perilaku menyenangkan orang lain ini, konsekuensi dari selalu siap sedia setiap saat dan cara seseorang dapat memperoleh kembali kepercayaan diri dan bersikap tegas di tempat kerja.
Alasan untuk berperilaku menyenangkan orang lain di kantor
Dr Evelyn Raghel Thomas menyelidiki akar dari perilaku menyenangkan orang lain di tempat kerja, kebiasaan umum yang menurut banyak karyawan sangat sulit dihentikan. Dengan memahami alasan di balik kecenderungan ini, seseorang dapat mulai menetapkan batasan yang lebih sehat dan memperoleh kepercayaan diri.
"Salah satu alasan utama di balik perilaku menyenangkan orang lain adalah rasa takut akan penolakan dan ketidaksetujuan. Karyawan khawatir bahwa menolak permintaan akan membuat mereka tampak tidak kooperatif atau tidak loyal kepada tim."
Sejak usia dini, banyak orang dikondisikan untuk mencari persetujuan dan menghindari konflik. Perilaku ini terbawa ke tempat kerja, di mana karyawan sering merasa bahwa mengatakan tidak dapat mengakibatkan konsekuensi profesional, hubungan yang tegang, atau berkurangnya peluang untuk kemajuan karier.
Alasan umum lainnya adalah kebutuhan akan validasi dan persetujuan. Karyawan dengan harga diri rendah mungkin merasa bahwa nilai profesional mereka terkait dengan seberapa besar kontribusi mereka dan seberapa besar keinginan mereka untuk mengakomodasi orang lain. Bagi individu-individu ini, mengatakan ya menjadi cara untuk membuktikan kompetensi dan nilai mereka kepada manajer dan rekan kerja. Bahkan ketika mereka bekerja terlalu keras, rasa takut kehilangan kedudukan profesional mencegah mereka menetapkan batasan.
Ketakutan akan konflik dan konfrontasi berperan penting dalam alasan orang ragu untuk mengatakan tidak. Karyawan mungkin khawatir bahwa menolak permintaan akan dianggap sebagai pembangkangan atau kemalasan. Dalam lingkungan kerja hierarkis di mana dinamika kekuasaan menonjol, mengatakan tidak kepada atasan dapat terasa sangat menakutkan. Karyawan mungkin takut akan pembalasan, penilaian kinerja yang negatif, atau diabaikan untuk peluang di masa mendatang.
Perfeksionisme berkontribusi pada kesulitan dalam menetapkan batasan. Karyawan yang perfeksionis sering kali percaya bahwa mereka perlu menangani setiap tugas sendiri untuk memastikan hasil dengan kualitas terbaik. Mereka mungkin merasa bersalah mendelegasikan pekerjaan atau menolak proyek, bahkan ketika mereka sudah terlalu banyak bekerja.
Dr Thomas memberikan contoh untuk menjelaskan ketakutan yang tersembunyi: Seorang karyawan yang sudah harus berhadapan dengan banyak tenggat waktu mungkin ragu untuk menolak permintaan terakhir dari manajernya, karena takut mengatakan tidak akan membuat mereka terlihat tidak dapat diandalkan atau tidak cakap. Hal ini dapat menyebabkan pekerjaan yang berkualitas buruk dan meningkatnya stres, yang pada akhirnya akan mengorbankan kinerja jangka panjang dan kesejahteraan mental mereka.
Bagaimana susah bilang tidak memengaruhi kesehatan mental
Bila refleks kamu mengatakan 'ya' meskipun kamu tidak menginginkannya, maka kamu menciptakan kesan bahwa kamu selalu siap sedia. Seiring waktu, hal ini dapat menyebabkan masalah kesehatan.
Dr. Evelyn Raghel Thomas menyampaikan risiko-risiko berikut yang dapat timbul karena selalu tersedia:
Salah satu konsekuensi langsung dari terlalu banyak komitmen adalah kelelahan emosional dan fisik. Karyawan yang terus-menerus bekerja melebihi kapasitasnya mengalami kelelahan mental, berkurangnya fokus, dan berkurangnya pemikiran kreatif.
Hal ini juga menyebabkan stres kronis. Tingkat stres semakin meningkat karena meningkatnya kecemasan. Permintaan mendadak atau email kantor larut malam yang tidak dapat diprediksi menciptakan kondisi kewaspadaan berlebihan yang konstan. Karyawan merasa perlu untuk tetap "siap sedia" bahkan selama waktu pribadi, yang mencegah mereka untuk benar-benar rileks. Hormon stres yang meningkat seperti kortisol dan adrenalin membuat otak berada dalam kondisi siap sedia, meningkatkan risiko masalah kesehatan jangka panjang seperti hipertensi, penyakit jantung, dan melemahnya fungsi kekebalan tubuh.
Bila otak dibebani dengan terlalu banyak tugas dan tuntutan tekanan tinggi, kemampuan untuk berkonsentrasi dan mengingat informasi pun menurun. Karyawan cenderung melakukan kesalahan, melupakan detail penting, dan kesulitan memecahkan masalah. Penurunan fungsi kognitif ini menciptakan siklus kinerja yang buruk dan stres lebih lanjut, karena karyawan merasa tertekan untuk mengimbanginya dengan bekerja lebih keras.
Secara fisik, kondisi kelelahan ini dapat mengakibatkan sakit kepala, ketegangan otot, masalah pencernaan, dan gangguan tidur. Komitmen kerja yang berlebihan menyebabkan keterputusan hubungan sosial dan pribadi. Karyawan yang terus-menerus mengorbankan waktu pribadi untuk pekerjaan menghadapi hubungan yang tegang dengan keluarga dan teman. Mereka mungkin melewatkan acara pribadi yang penting, merasa terputus dari orang-orang terkasih, dan mengalami perasaan bersalah atau dendam.
Seiring waktu, hal ini dapat menyebabkan mati rasa secara emosional dan penarikan diri secara sosial, yang menyebabkan kesepian dan depresi. Gangguan kecemasan juga dapat muncul. Gangguan kecemasan umum (GAD) atau serangan panik dapat terjadi ketika karyawan merasa tidak mampu melepaskan diri dari tekanan beban kerja mereka.Depresi juga dapat terjadi ketika karyawan merasa terjebak dalam siklus kerja berlebihan dan kurangnya pengakuan.
Cara bersikap tegas di tempat kerja
Bersikap tegas itu penting di tempat kerja. Jangan samakan sikap tegas dengan sikap agresif. Dengan mengatakan Tidak dengan sopan, Anda menetapkan batasan untuk kesejahteraan Anda sendiri. Mengatakan ya sepanjang waktu akan mengorbankan kesehatan mental dan fisik Anda. Mengatakan tidak dalam lingkungan profesional harus dengan nada yang sopan.
Dr Thomas berbagi kiat-kiat berikut tentang cara bersikap tegas di tempat kerja tanpa merusak hubungan profesional apa pun:
1. Akui permintaan
Mulailah dengan mengungkapkan pengertian dan penghargaan atas permintaan tersebut. Ini menunjukkan bahwa Anda bersikap hormat dan profesional meskipun menolak tugas tersebut.
2. Berikan penjelasan yang lugas
Jelaskan dengan sopan mengapa Anda tidak dapat memenuhi permintaan tersebut. Pastikan penjelasan tersebut faktual dan profesional, tanpa meminta maaf berlebihan atau membuat alasan.
3. Usulkan solusi atau alternatif
Menawarkan kompromi membantu menjaga niat baik sekaligus menetapkan batasan. Sarankan penyesuaian tenggat waktu atau pembagian ulang tugas jika memungkinkan. Misalnya: "Saya memahami bahwa proyek ini penting, tetapi saat ini saya sedang menangani tiga tenggat waktu lainnya. Apakah mungkin untuk memperpanjang jangka waktu atau meminta anggota tim lain membantu mengerjakan beberapa bagian proyek?"
4. Tetapkan batasan yang jelas
Bersikaplah transparan tentang beban kerja dan ketersediaan Anda untuk mencegah kesalahpahaman di masa mendatang. Komunikasikan jam kerja Anda dan tegaskan bahwa Anda berkomitmen untuk memberikan pekerjaan berkualitas tinggi dalam batasan tersebut.
5. Bersikaplah tegas, bukan agresif
Pertahankan nada bicara yang percaya diri tanpa terdengar konfrontatif. Fokuskan pembicaraan pada kapasitas beban kerja daripada ketidaknyamanan pribadi. Misalnya, "Saya akan senang mengerjakan hal ini besok pagi, tetapi saya tidak dapat berkomitmen untuk mengerjakannya malam ini."
Dr Thomas menyimpulkan bahwa melepaskan keinginan menyenangkan orang lain memiliki manfaat jangka panjang bagi kesehatan mental, mengurangi stres, dan meningkatkan fokus. Karyawan yang tegas memperoleh kendali atas beban kerja mereka, sehingga mencegah kelelahan.
Ia mengilustrasikan hal ini dengan sebuah contoh: seorang karyawan yang menetapkan jam kerja yang jelas dan menolak tuntutan di menit-menit terakhir merasa lebih memegang kendali, sehingga menghasilkan kinerja yang lebih baik dan kepuasan kerja yang lebih besar.
Pilihan Editor: Hindari Melakukan 5 Hal Ini di Tempat Kerja yang Toxic
HINDUSTAN TIMES
Halo Sahabat Cantika, Yuk Update Informasi dan Inspirasi Perempuan di Telegram Cantika