TEMPO.CO, Jakarta - Kisah Moko, seorang arsitek muda yang tiba-tiba harus menjadi wali bagi tujuh keponakannya, dulu menghiasi layar kaca lewat sinetron 1 Kakak 7 Ponakan karya Arswendo Atmowiloto. Tayang perdana pada 1996, sinetron ini menyajikan cerita sederhana tentang arti pengorbanan dan kasih keluarga.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dua dekade lebih berlalu, sutradara Yandy Laurens membawa kembali cerita itu ke layar lebar. Dalam wawancara dengan Tempo pada Kamis, 16 Januari 2025 di kawasan Cipete, Jakarta Selatan, Yandy bercerita tentang proses kreatif dan alasan di balik keputusannya mengadaptasi sinetron tersebut menjadi film layar lebar.
Terpikat oleh Judul Unik 1 Kakak 7 Ponakan
Sutradara peraih Piala Citra itu mengaku, awalnya tertarik pada sinetron ini karena judulnya yang unik. “Pertama, nggak tahu soal isinya, tapi tertarik sama judulnya yang unik,” ujarnya. Rasa penasaran itu mendorongnya untuk menelusuri arsip sinetron klasik tersebut.
“Ada 60 episode yang terarsip. Nonton episode 1, kok bagus? Menarik, gitu. Nonton dua, tiga episode, eh habis,” kata Yandy. Sebagai sutradara yang sebelumnya sukses menggarap adaptasi film Keluarga Cemara (2018), Yandy merasa bahwa karya Arswendo selalu memiliki kekuatan emosional yang jarang ditemukan.
Relevansi Fenomena Generasi Sandwich
Bagi Yandy, cerita 1 Kakak 7 Ponakan justru semakin relevan di masa kini, terutama dengan fenomena dan istilah generasi sandwich yang banyak diperbincangkan beberapa tahun belakangan. “Kaget, 20 tahun lalu Mas Arswendo sudah ngomongin. Masalahnya, lengkap dengan bagaimana baiknya kita memaknai dan menyikapinya,” ucapnya.
Tokoh Moko, yang berjuang mengasuh tujuh keponakannya di tengah karier dan kehidupannya sendiri, memberikan pelajaran penting tentang kebaikan. “Kadang-kadang kita melihat, Moko kok bisa sebaik itu? Saya merasa, jadi orang baik itu menyenangkan, ya,” kata Yandy. Ia menilai, nilai-nilai tersebut membawa energi positif, bahkan banyak pesan penting yang bisa disampaikan untuk generasi masa kini.
Tantangan Menggarap Kembali Karya Lama
Menghidupkan cerita lama ke konteks era modern tentu tidak mudah. Yandy sadar betul, tantangan utama adalah menjaga nilai-nilai yang ada di dalamnya. “Tantangan zamannya jelas beda. Respon karakternya juga beda. Tapi nilainya tetap diteruskan ke zaman sekarang,” ucapnya.
Namun, bagi Yandy, kunci dari karya adaptasi adalah memahami hati penulisnya. “Apa ya kira-kira isi hati Mas Arswendo waktu bikin ini? Itu yang coba saya tangkap, lalu adopsi dari isi hati saya juga,” ujar sutradara lulusan Institut Kesenian Jakarta itu.
Film 1 Kakak 7 Ponakan membuka debutnya di Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF) 2024 sebagai film penutup. Diputar di Empire XXI Yogyakarta pada 7 Desember 2024, film ini mendapat banyak sambutan hangat dari penonton. Dibintangi aktor-aktor ternama seperti Chicco Kurniawan, Amanda Rawles, Ringgo Agus Rahman, hingga Kiki Narendra dan Maudy Koesnaedi, kisah ini mencoba menyampaikan pesan yang relevan untuk generasi masa kini. Mulai 23 Januari 2025, 1 Kakak 7 Ponakan akan hadir di bioskop seluruh Indonesia.