TEMPO.CO, Jakarta - Dalam suasana keakraban Idul Fitri, biasanya masyarakat di Indonesia mencari tempat wisata sebagai ajang berkumpul dan seru-seruan bersama keluarga. Seperti di berbagai tempat, Indonesia bagian timur juga memiliki banyak tempat wisata religi yang wajib untuk dikunjungi.
Salah satunya tempat wisata religi yang bisa bermanfaat bagi mental dan spritual. Berikut tempat wisata religi di Indonesia Timur:
1. Masjid 99 Kubah Makassar
Masjid ini terletak di kawasan Centre Point of Indonesia (CPI) Makassar, tepatnya di Jalan Penghibur No. 289, Losari, Kecamatan Ujung Pandang, Kota Makassar. Nama "99 Kubah" berasal dari desain arsitekturnya yang menampilkan 99 kubah, yang terinspirasi dari Asmaul Husna, yaitu nama-nama Allah. Selain itu, Masjid 99 Kubah juga masuk dalam daftar 10 masjid paling unik di Indonesia dan merupakan yang terbesar di Sulawesi.
Menurut beberapa sumber, pembangunan Masjid 99 Kubah Makassar menelan biaya sekitar 185 miliar rupiah dan memerlukan waktu pengerjaan yang cukup lama. Tidak banyak yang meragukan bahwa desain masjid ini merupakan karya Ridwan Kamil, yang merupakan mantan Gubernur Jawa Barat. Konsep arsitekturnya kemudian bekerja sama dengan seorang arsitek lokal bernama Musrif.
2. Masjid Tua Gantarang di Kepulauan Selayar
Berdasarkan berbagai literatur, Masjid Tua Gantarang Lalang Bata diakui sebagai masjid tertua di Provinsi Sulawesi Selatan. Usianya bahkan disebut lebih tua dibandingkan dengan Masjid Tua Katangka yang berada di Sungguminasa, Kabupaten Gowa. Status masjid ini sebagai yang tertua di Sulawesi Selatan didasarkan pada rekomendasi dari Forum Seminar bertajuk Sejarah Penyebarluasan Ajaran dan Syariat Agama Islam di Semenanjung Provinsi Sulawesi Selatan, yang diselenggarakan dalam rangka peringatan Hari Jadi Kabupaten Selayar ke-406 pada November 2011.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Masjid bersejarah ini terletak di Dusun Gantarang Lalang Bata, sekitar 12 km dari Kota Benteng. Dibangun pada abad ke-16, masjid ini berdiri pada masa pemerintahan Sultan Pangali Patta Raja, raja pertama yang memeluk Islam.
Keberadaannya menjadi saksi sejarah penyebaran ajaran Islam di Sulawesi Selatan, yang dibawa oleh Datu Ribandang, tokoh penyebar syariat Islam pertama di kawasan tersebut. Berdasarkan catatan sejarah ini, Kabupaten Kepulauan Selayar dianggap sebagai wilayah pertama di Sulawesi Selatan yang menerima ajaran Islam, bahkan sebelum agama Islam dianut oleh masyarakat Kabupaten Gowa.
3. Masjid Tua Katangka di Gowa
Masjid Tua Katangka merupakan salah satu masjid tertua di Sulawesi Selatan yang didirikan pada tahun 1603 M oleh Raja Gowa ke-14, I Mangngarangi Daeng Manrabbia. Masjid ini berlokasi di Kelurahan Katangka, Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa, dan hingga kini masih berdiri kokoh sebagai bukti sejarah perkembangan Islam di wilayah tersebut.
Pendirian Masjid Tua Katangka berawal dari kedatangan para pedagang dari Timur Tengah yang tidak hanya berdagang, tetapi juga berusaha menyebarkan ajaran Islam. Meskipun awalnya mendapat penolakan dari pihak kerajaan, mereka tetap menjalankan ibadah salat Jumat di bawah sebuah pohon besar yang dikenal sebagai Pohon Katangka. Pohon inilah yang kemudian menginspirasi pembangunan masjid tersebut.
Masjid Tua Katangka memiliki keunikan tersendiri dengan perpaduan arsitektur dari berbagai budaya. Meskipun desain bangunannya tidak terlalu mencerminkan budaya lokal, ornamen pada pintu utama dan mimbar menggabungkan unsur bahasa Arab serta bahasa Makassar. Mimbar masjid yang menyerupai atap kelenteng dihiasi dengan keramik khas Tiongkok serta ukiran berbahasa Makassar yang menggunakan huruf Arab, mencerminkan pengaruh budaya Tiongkok, Arab, dan Makassar dalam satu kesatuan harmonis.
4. Masjid Agung Syekh Yusuf di Gowa
Masjid Agung Syekh Yusuf, yang berlokasi di Sungguminasa, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan didirikan pada tahun 1679 atas inisiatif Sultan Daeng Mananjapa Daeng Bonto Karaeng Laki Jawi, Raja Gowa ke-19. Masjid ini menjadi simbol kejayaan Kesultanan Gowa sekaligus pusat penyebaran Islam di Sulawesi Selatan. Nama masjid ini diambil dari Syekh Yusuf Tuanta Salamaka, seorang ulama besar yang berperan penting dalam sejarah Islam di daerah tersebut.
Dengan lokasinya yang strategis di depan Kantor DPRD Gowa dan dekat dengan pusat Kota Makassar, masjid ini dapat dijangkau dengan mudah dalam waktu sekitar 15-30 menit berkendara, menjadikannya destinasi yang menarik bagi wisatawan.
5. Patung Yesus Memberkati di Tana Toraja
Patung Yesus Memberkati di Tana Toraja merupakan patung Yesus tertinggi di dunia dengan ketinggian mencapai 45 meter. Patung ini berdiri megah di puncak Gunung Buntu Burake pada ketinggian 1.700 meter di atas permukaan laut (mdpl) dan menghadap langsung ke Kota Makale. Dari tempat ini, pengunjung dapat menikmati panorama Kota Makale serta hamparan perbukitan hijau yang menyejukkan mata.
6. Masjid Raya Hubbul Wathan di Mataram
Sejak diresmikan pada tahun 2013, Islamic Center (IC) telah menjadi pusat ibadah sekaligus destinasi wisata religi terbesar di Nusa Tenggara Barat.
Berdiri di atas lahan seluas 7,76 hektare, bangunan ini memiliki 4 lantai serta 5 menara, dengan salah satunya setinggi 99 meter. Menara tertinggi ini melambangkan 99 nama Allah atau Asma’ul Husna.
Salah satu keunikan dari Islamic Center adalah kubah utamanya yang dihiasi dengan motif khas Batik Sasambo (Sasak-Samawa-Mbojo), mencerminkan keberagaman budaya NTB yang terdiri dari tiga suku utama, yakni suku Sasak di Lombok, serta suku Samawa dan Mbojo di Sumbawa.
7. Makam Loang Baloq di Lombok
Makam Loang Baloq berasal dari bahasa Sasak Lombok yang berarti "Lubang Buaya." Nama ini merujuk pada keberadaan pohon beringin di area tersebut yang memiliki lubang, yang menurut cerita, pernah menjadi tempat tinggal seekor buaya yang diyakini berusia ratusan tahun.
Kompleks Makam Loang Baloq merupakan kawasan pemakaman yang menampung puluhan jasad. Namun, terdapat tiga makam yang dianggap istimewa, yaitu makam ulama Maulana Syekh Gaus Abdurrazak, Makam Anak Yatim, dan Makam Datuk Laut.
Syekh Gaus Abdurrazak adalah seorang ulama dan pendakwah Islam asal Baghdad, Irak. Ia memulai dakwahnya di Palembang sebelum akhirnya singgah di Lombok sekitar 18 abad yang lalu. Setelah menyebarkan Islam di Palembang, ia melanjutkan perjalanan dan tiba di pesisir Pantai Ampenan, di mana ia menyampaikan ajaran dasar Islam kepada masyarakat setempat.
8. Masjid Kuno Bayan Beleq di Lombok Utara
Masjid Bayan Beleq diperkirakan telah berdiri selama sekitar 500 tahun, namun tidak ada catatan pasti mengenai siapa yang membangunnya. Menurut salah satu versi, masjid ini didirikan oleh Syekh Gaus Abdul Razak, seorang penyebar agama Islam di Bayan, pada abad ke-16.
Meskipun disebut sebagai masjid, fungsi Masjid Bayan Beleq berbeda dari masjid pada umumnya. Tempat ini hanya digunakan untuk perayaan besar keagamaan seperti Idul Fitri, Idul Adha, Maulid Nabi, Tahun Baru Islam, serta berbagai acara keagamaan lainnya.
9. Masjid Kesultanan Ternate di Maluku Utara
Masjid Sultan Ternate terletak di Jalan Sultan Khairun, Kelurahan Soa Sio, Kecamatan Ternate Utara, Kota Ternate, Provinsi Maluku Utara. Masjid ini menjadi bukti keberadaan Kesultanan Islam pertama di wilayah timur Nusantara.
Masjid Sultan Ternate dibangun di dekat Kedaton Sultan Ternate, berjarak sekitar 100 meter di sebelah tenggara kedaton. Lokasi ini mencerminkan peran penting masjid dalam kehidupan beragama di Kesultanan Ternate, di mana berbagai tradisi dan ritual keagamaan kesultanan selalu berpusat di masjid ini.
Masjid ini dibangun menggunakan susunan batu dengan perekat yang terbuat dari campuran kulit kayu pohon kalumpang. Dari segi arsitektur, destinasi wisata religi ini memiliki bentuk segi empat dengan atap bertingkat berbentuk limasan. Setiap tingkat atap dihiasi dengan terali berukir, yang menunjukkan gaya khas masjid-masjid awal di Nusantara. Gaya arsitektur ini serupa dengan masjid-masjid pertama di Jawa, yang tidak menggunakan kubah, melainkan atap limasan bertingkat.
10. Gereja Tua Soya
Sejarah awal pembangunan gedung gereja di Negeri Soya tidak diketahui secara pasti. Namun, proses penginjilan di wilayah tersebut terus berkembang hingga tahun 1876, ketika Raja Soya, Stephanus Jacob Rehatta, bersama guru jemaat T.J. Sopacua memimpin masyarakat untuk memperluas gereja Soya menjadi bangunan semi permanen yang digunakan hingga tahun 1927.
Seiring bertambahnya jumlah jemaat yang tidak lagi tertampung di gereja lama, pada tahun 1927, di bawah pemerintahan Raja Leonard Lodwijk Rehatta dan Penatua Ds. M. Haulussy, dibangun gereja permanen di Negeri Soya. Proyek ini dipimpin oleh kepala tukang, Penatua Ezer Soplanit. Konstruksi gereja ini mengadopsi desain gereja tua di Kota Ambon yang telah dibangun pada tahun 1781 pada masa pemerintahan Gubernur Bernadus Van Pleuren.
Ni Kadek Trisna Cintya Dewi dan Delfi Ana Harapap ikut berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: