4 Poin Penting Alasan Pegawai LPSK Demo Menolak Pemotongan Anggaran Presiden Prabowo

5 hours ago 6

TEMPO.CO, Jakarta - Ratusan pegawai Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menggelar unjuk rasa di depan kantor di Jakarta Timur, Senin pagi, 10 Februari 2025. Mereka mengeluhkan pemotongan anggaran yang mencapai 62,8 persen.

Dalam APBN 2025, LPSK tadinya mendapat anggaran Rp229 miliar, lalu dipotong Rp144 miliar menjadi Rp85 miliar. Pemotongan ini atas perintah Presiden Prabowo Subianto agar semua kementerian dan lembaga melakukan efisiensi demi mendapat anggaran Rp306 triliun untuk program prioritas di antaranya ketahanan energi dan pangan, serta makan bergizi gratis.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Para pegawai LPSK, termasuk pimpinan, dengan mengenakan seragam putih, mulai berkumpul di halaman kantor sekitar pukul 09.00 WIB. Dalam unjuk rasa itu, para pegawai saling bergantian menyampaikan pendapatnya sebagai respons atas pemangkasan anggaran yang dikeluarkan Presiden Prabowo Subianto.

Ada 4 poin yang menjadi perhatian pegawai LPSK berhubungan dengan berkurangnya anggaran.

Pertama, pemotongan itu dikhawatirkan akan berdampak terhadap pelayanan untuk saksi dan korban.

"Saya sepakat bahwa ini memang bukan efisiensi, tetapi pemotongan. Tetapi kebijakan ini berada di luar kendali kami. Kami akan mempelajari di mana efisiensi bisa dilakukan tanpa mengurangi pelayanan untuk saksi dan korban," ujar Pelaksana Tugas Sekretaris Jenderal LPSK Budi Achmad Djohari  di hadapan para pegawai LPSK.

Kedua, dengan sisa anggaran tersebut, biaya perlindungan saksi dan korban hanya cukup hingga bulan Mei 2025. Ketua Ikatan Pegawai LPSK Tommy Permana mengatakan, pemotongan anggaran yang signifikan itu harus diumumkan kepada publik. Dia pun menyarankan agar para pimpinan LPSK memberikan pernyataan tegas ihwal kondisi LPSK usai pemotongan anggaran.

“Pimpinan harus berani menyampaikan moratorium layanan pemberian perlindungan saksi dan korban kepada publik, agar publik tahu bahwa kondisi anggaran LPSK sudah tidak memungkinkan,” katanya.

Ketiga, banyak permohonan perlindungan akan ditolak. Wakil Ketua LPSK Sri Suparyati mengatakan pemangkasan anggaran membuat lembaganya kesulitan untuk bekerja. Ia menuturkan pemotongan anggaran terhadap LPSK dapat berujung pembatasan kuantitas penanganan karena akan banyak permohonan perlindungan korban dan saksi yang ditolak.

Keempat, anggaran LPSK dikhawatirkan juga berdampak terhadap pegawai kontrak dan honorer. Menurut dia, akan ada puluhan pegawai non PNS yang berpotensi dipecat.

Ketua LPSK, Achmadi, mengatakan masih mengkaji dampak pemotongan anggaran lembaganya. Dia mengaku sedang melobi Komisi XIII Dewan Perwakilan Rakyat untuk mendesak Kementerian Keuangan mengurangi porsi pemangkasan anggaran itu.

"Ini masih kami pelajari. Semua aspirasi pegawai dan kekhawatiran mereka nanti akan saya bahas bersama pimpinan lainnya," ujar Achmadi.

Menurut dia, dengan anggaran yang berkurang lebih dari setengahnya, perlindungan terhadap saksi dan korban tidak boleh terganggu. Dia mengatakan harus ada yang dikorbankan imbas kebijakan pemotongan anggaran tersebut.

"Efisiensi itu perintah presiden dan tidak bisa kami tolak, tetapi saya tegaskan bahwa perlindungan saksi dan korban harus tetap jalan," katanya.

Cacat Hukum

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menilai, perumusan dan pemotongan anggaran oleh pemerintahan Presiden Prabowo cacat konstitusi. Pasalnya, pemotongan anggaran itu hanya berdasarkan instruksi presiden atau Inpres.

Padahal APBN 2025 diatur dengan Undang-undang No 62 tahun 2024. Di dalam Pasal 42, disebutkan bahwa penyesuaian APBN tahun 2025 dilakukan dengan cara dibahas bersama DPR. "Sehingga, perubahan anggaran dengan dasar Inpres yang baru saja dikeluarkan oleh Prabowo tidak memiliki dasar hukum, sesat, dan cacat konstitusi," kata Ketua YLBHI Muhamad Isnur dalam keterangan resminya, Selasa, 11 Februari 2025.

"Rencana perubahan tersebut harus diajukan oleh Pemerintah berupa Rancangan Undang-Undang mengenai Perubahan atas Undang-Undang APBN Tahun Anggaran 2025 untuk mendapatkan persetujuan DPR sebelum Tahun Anggaran 2025 berakhir," kata Isnur.

Selain LPSK, lembaga lain yang terdampak pengurangan anggaran adalah Komnas HAM dari semula Rp112,8 miliar dipangkas sebesar 46 persen menjadi Rp 52,1 miliar.  Komisi Yudisial dipangkas sebesar 54,35 persen dari anggaran semula Rp 184,52 miliar. Pemangkasan ini berdampak pada ketidakmampuan lembaga pengawas hakim ini mengawasi jalannya persidangan di berbagai daerah.

Nandito Putra, Alfitria Nefi P, Ade Ridwan Yandwiputra berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |