TEMPO.CO, Jakarta - Tunjangan hari raya (THR) keagamaan bagi aparatur sipil negara (ASN), termasuk pegawai negeri sipil (PNS) dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) mulai dicairkan pada Senin, 17 Maret 2025. Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2025 tentang Pemberian Tunjangan Hari Raya dan Gaji Ketiga Belas Kepada Aparatur Negara, Pensiunan, Penerima Pensiun, dan Penerima Tunjangan Tahun 2025.
Sementara THR bagi karyawan swasta paling lambat dibayarkan H-7 Hari Raya Idul Fitri 1446 Hijriah atau Lebaran 2025. Hal tersebut sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan (SE Menaker) Nomor M/2/HK.04.00/III/2025 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2025 bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Nominal THR yang diberikan tentu bisa berbeda-beda. Lantas, bagaimana cara mengelola THR dengan bijak?
Certified Financial Planner Rista Zwestika membagikan beberapa kita mengelola uang THR agar lebih produktif dan tidak cepat habis dalam sekejap. Berikut daftarnya:
1. Buat Perencanaan dengan Terperinci
Rista mengatakan hal yang penting dalam pengelolaan THR adalah membuat perencanaan dengan terperinci. Hal tersebut lantaran kesalahan umum yang sering kali terjadi dalam mengatur keuangan THR, terutama pada anak muda adalah tidak menyusun perencanaan.
“Banyak yang langsung menghabiskan THR tanpa membuat daftar prioritas, seperti kebutuhan mendesak atau tabungan,” kata Rista di Jakarta, Jumat, 7 Maret 2025, seperti dikutip dari Antara.
2. Alokasikan Dana dengan Tepat
Dia menyarankan agar dana THR diprioritaskan untuk membayar utang terlebih dahulu, misalnya 30-40 persen untuk utang berbunga tinggi. Kemudian, dialokasikan untuk dana darurat sekitar 20 persen dengan minimal 6-12 bulan pengeluaran atau pendapatan.
Lalu, alokasikan 30 persen untuk kebutuhan mendesak, seperti biaya kesehatan, perbaikan rumah, atau keperluan keluarga. Selain itu, dia memberi saran untuk menyisihkan 10 persen THR untuk diri sendiri supaya tidak stres atau merasa tertekan.
“Hindari impulsif, bisa dengan tunda pembelian barang mahal selama 1-2 minggu untuk menilai apakah benar-benar dibutuhkan,” ucap Chief Executive Officer (CEO) sekaligus pemilik Finante.id itu.
3. Berkomunikasi dengan Keluarga
Dia juga menganjurkan agar penggunaan uang THR bisa dikomunikasikan dengan anggota keluarga atau pasangan. Tujuannya adalah untuk menghindari konflik.
“Misalnya dengan membagi sebagian untuk orang tua tanpa mengorbankan tabungan,” ujar Rista.
4. Manfaatkan Promo dengan Bijak
Dia juga menjelaskan, dalam menghemat THR bisa dengan memanfaatkan promo produk dengan bijak. Misalnya, menggunakan promo potongan harga atau diskon untuk membeli kebutuhan primer dalam jumlah besar, seperti sembilan bahan pokok (sembako), bukan barang-barang konsumtif.
“Gunakan aplikasi keuangan untuk menghindari kebocoran anggaran. Jika ada sisa, maka lakukan investasi sederhana dengan pertimbangan instrumen likuid, seperti reksadana pasar uang atau deposito,” kata Rista.
Dia memberi contoh, perencanaan keuangan THR sebesar Rp 5 juta bisa dialokasikan Rp 1,5 juta untuk utang (30 persen), Rp 1 juta untuk dana darurat (20 persen), Rp 1,5 juta untuk kebutuhan keluarga (30 persen), Rp 500 ribu untuk hiburan (10 persen), dan Rp 500 ribu untuk simpanan likuid atau investasi (10 persen).
“Dengan strategi ini, THR tidak hanya lewat, tetapi menjadi batu loncatan untuk stabilitas keuangan, baik jangka pendek maupun panjang,” ucap Rista.
5. Jangan Mementingkan Gaya Hidup
Lebih lanjut, dia menuturkan beberapa kesalahan umum dalam mengelola THR terutama pada anak muda, seperti tekanan sosial dan gaya hidup serta lebih mementingkan keinginan daripada kebutuhan.
“Mengalokasikan THR untuk hiburan, gawai, atau fesyen, alih-alih membayar utang atau kebutuhan pokok. Memenuhi ekspektasi keluarga atau teman dengan memberikan hadiah mahal atau menggelar pesta melebihi kemampuan,” ujar Rista.
Selain itu, impulsif ketika belanja juga menjadi salah satu kesalahan umum dalam mengelola THR. Akibat terpengaruh diskon atau promosi Hari Raya Idul Fitri, terutama di loka pasar, lanjut dia, banyak orang yang menghabiskan uangnya pada hal-hal yang tidak esensial.
“Menganggap THR sebagai ‘uang panas’ yang harus segera dibelanjakan, tanpa menyisihkan sebagian untuk dana darurat atau investasi sederhana,” kata Rista.