5 Tahun Pandemi Covid-19: Jokowi Ogah Lockdown hingga Bolak-balik Penerapan PPKM dan PSBB

16 hours ago 6

TEMPO.CO, Jakarta - Sudah lima tahun lalu sejak kasus Covid-19 pertama kali ditemukan di Indonesia. Sejak saat itu, pemerintah RI tidak pernah memberlakukan kebijakan lockdown untuk mencegah penyebaran. Sebagai alternatif, pemerintah menerapkan kebijakan social distancing dan pembatasan sosial. Berikut kilas baliknya.

Pada Maret 2020, Presiden Joko Widodo atau Jokowi menegaskan belum akan ada lockdown atau penutupan akses total di Indonesia demi mengantisipasi penyebaran Virus Corona atau COVID-19. Jokowi masih enggan meniru langkah sejumlah negara seperti Italia dan Denmark, yang melakukan total lockdown.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ada pun alasan tidak diberlakukannya lockdown di Indonesia ialah karena menurutnya setiap negara memiliki karakter, budaya, dan kedisiplinan yang berbeda-beda. Menurut dia, apa yang cocok diterapkan di Indonesia adalah menjaga jarak fisik antar individu masyarakat alias physical distancing.

Lindungi Perekonomian

Tim pakar Gugus Tugas Penanganan Virus Corona atau COVID-19, Wiku Adisasmito, mengatakan langkah karantina total atau lockdown, belum akan diambil pemerintah. Langkah pembatasan gerak ini, kata dia, dapat berpengaruh besar pada roda ekonomi masyarakat.

"Itu memiliki implikasi ekonomi, sosial, dan implikasi keamanan. Oleh karena itu kebijakan itu belum bisa diambil pada saat ini," kata Wiku dalam konferensi pers di Kantor BNPB, Jakarta Timur, Rabu, 18 Maret 2020.

Wiku mengatakan masyarakat seharusnya sudah paham bahwa Indonesia memiliki pekerja lapangan yang tinggi. Mereka hidup dari menggunakan upah harian. Karena itu, sistem lockdown jika diterapkan, akan sangat berpengaruh kepada mereka.

"Itu salah satu yang menjadi kepedulian pemerintah, supaya aktivitas ekonominya bisa tetap berjalan. Dengan lockdown, semua orang ada di rumah dan aktivitas ekonominya sulit berjalan dan itu secara ekonomi berbahaya," kata Wiku.

Kontradiktif dengan pernyataan Wiku, Ketua Komite Covid-19 Erick Thohir menegaskan keputusan pemerintah yang tidak melakukan lockdown atau karantina wilayah. Menurut dia, keputusan ini bukan berarti pemerintah hanya memilih untuk melindungi kepentingan ekonomi semata, ketimbang kesehatan.

"Saya rasa tidak," kata Erick dalam webinar Kementerian Perhubungan pada Selasa, 15 September 2020.

Erick mengatakan semua negara pada dasarnya tidak mempunyai formula apa yang bisa diterapkan untuk memulihkan Covid-19 dan ekonimi secara bersamaan. "Formula negara beda-beda," kata dia. Pandemi Covid-19 ini merupakan kondisi pertama, di mana aspek kesehatan sangat bersampak pada sektor ekonomi hingga moneter.

Pemerintah Terapkan PPKM

Sejak pandemi virus Corona mewabah di Indonesia, pemerintah sudah bolak-balik menggunakan sejumlah istilah berbeda dalam penanganan Covid-19. Awalnya pemerintah menggunakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), yang mulai berlaku 17 April 2020.

Kemudian pemerintah memberlakukan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Jawa-Bali, lalu diganti lagi menjadi PPKM Mikro sejak Februari 2021. Bolak-balik diperpanjang, Presiden memutuskan untuk mengambil pengetatan atau penebalan PPKM Mikro pada medio Juni lalu. Namun, kasus Covid-19 terus melonjak.

Akhirnya, Presiden Jokowi memutuskan menetapkan PPKM Darurat pada 3-20 Juli. Keputusan  PPKM Darurat diambil sebagai langkah krusial dalam menangani krisis kesehatan yang dihadapi negara.

Penerapan PPKM Darurat ini mencakup berbagai pembatasan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat, termasuk pembelajaran daring kecuali di daerah dengan tingkat penyebaran rendah yang diizinkan melakukan pembelajaran tatap muka dengan protokol ketat. Sektor usaha seperti restoran, kafe, dan pusat perbelanjaan diizinkan beroperasi dengan kapasitas maksimal 25 persen dan hanya melayani layanan bungkus.

Setelah itu, pemerintah menggunakan istilah PPKM Level 4,3,2,1 sejak 21 Juli. Hingga saat ini, sudah dilakukan perpanjangan keenam untuk Pulau Jawa-Bali. Pemerintah melakukan evaluasi setiap sepekan sekali. Berdasarkan penilaian asesemen dalam evaluasi tersebut, suatu daerah bisa naik turun level tergantung kondisi wilayah masing-masing.

Fajar Pebrianto, Egi Adyatama, dan Angelina Tiara Puspita turut berkontribusi pada penulisan artikel ini.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |