TEMPO.CO, Jakarta - Bulan Ramadan akan tiba beberapa hari lagi. Masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim memiliki tradisi guna menyambut bulan penuh suci tersebut.
Tradisi itu sudah di wariskan secara turun temurun dan berbeda-beda setiap daerah. Sebab dilakukan untuk menyambut bulan Ramadan, tradisi itu memiliki makna mendalam dan bertujuan menyucikan diri, saling mendoakan dan memaafkan, serta menjalin silaturahmi antar sesama.
Tradisi Menyambut Bulan Ramadan
1. Cucurak (Jawa Barat)
Cucuruak dalam bahasa Sunda dapat diartikan sebagai bersenang-senang dan berkumpul bersama keluarga besar dalam rangka menyambut bulan Ramadan. Tak hanya berkumpul, berkumpul biasanya disertai dengan makan bersama beralaskan daun pisang. Menu yang disajikan berupa nasi liwet, tempe, ikan asin, serta sambal dan lalapan. Momen ini menurut orang Sunda dapat menambah rasa syukur atas rezeki yang diberikan Allah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
2. Padusan (Yogyakarta)
Masyarakat Yogyakarta turut memiliki tradisi dalam menyambut Ramadan yang masih dilakukan hingga sekarang. Dilansir dari indonesia.go.id, kata "padusan" berasal dari bahasa Jawa "adus" yang berarti mandi. Tradisi ini dimaknai sebagai simbol penyucian diri dari segala kotoran dan dosa, baik secara fisik maupun batin. Melalui tradisi ini, masyarakat Jawa diajarkan untuk senantiasa menjaga kebersihan dan kesehatan tubuh. Selain itu, tradisi ini juga menjadi media untuk mempererat tali silaturahmi antar warga, sehingga tercipta kebersamaan dan persatuan di tengah masyarakat.
3. Marpangir (Sumatra Utara)
Tradisi Marpangir ini dilakukan di berbagai daerah Sumatera Utara. Tradisi untuk menyambut bulan Ramadan ini dilakukan denan mandi menggunakan dedaunan atau rempah sepertid daun pandan dan serai serta bunga mawar atau kenanga. Hal ini dilakukan untuk membersihkan diri sebelum memasuki bulan Ramadan.
Warga memadati pasar untuk berbelanja kebutuhan perayaan Meugang Akbar Ramadan 1439 Hijriah di Pasar Inpres Lhokseumawe, Aceh, 16 Mei 2018. Hari Meugang dirayakan tiga kali dalam setahun, yaitu pada Ramadan, Hari Raya Idulfitri dan Iduladha. ANTARA/Rahmad.
4. Meugang (Aceh)
Meugang atau Haghi Mamagang telah dilakukan masyarakat Aceh sejak zaman Kerajaan Aceh Darussalam atau pada abad ke-14. Tradisi ini melibatkan kegiatan memasak daging sapi, kambing, atau kerbau sebelum bulan Ramadan. Hasil masakan tersebut lalu dinikmati bersama keluarga dan yatim piatu. Tak hanya untuk menyambut bulan Ramadan, tradisi ini juga dilakukan saat menyambut Idulfitri dan Iduladha.
5. Sadranan (Jawa Tengah)
Sadranan atau Nyadran berasal dari bahasa Sansekerta yaitu “Sraddha”, yang berarti keyakinan. Oleh karena itu, tradisi ini juga bertujuan untuk menyatakan rasa syukur secara bersama-sama dengan mengunjungi makam atau kuburan leluhur yang terdapat di suatu kelurahan atau desa. Sebagai sarana untuk mendoakan leluhur yang telah meninggal dunia sebelum memasuki bulan Ramadan, nyadran juga sekaligus sebagai pengingat bahwa manusia pada akhirnya akan mengalami kematian
6. Mattunu Solong (Sulawesi Barat)
Tradisi menyambut bulan Ramadan ini dilakukan oleh masyarakat Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Masyarakat akan menyalakan pelita tradisional yang terbuat dari buah kemiri yang ditumpuk dengan kapuk dan dililitkan pada potongan bambu. Pelita tersebut ditempelkan di pagar, halaman, anak tangga, pintu masuk, hingga dapur. Hal itu dilakukan untuk mendapatkan keberkahan , kesehatan, dan umur panjang dari Sang Pencipta sehingga bisa melaksanakan ibadah puasa dengan lancar.
7. Megibung (Bali)
Megibung dilaksanakan oleh masyarakat Kabupaten Karangasem, Bali. Mereka melakukan kegiatan memasak dan makan bersama menyambut Ramadan, sambil duduk melingkar.
Tak sekadar makan bersama, keunikan megibung berada pada peletakan nasi yang disajikan di wadah bernama gibungan dan lauk yang disajikan di alas bermana karangan. Hal ini dilakukan sebagai bentuk eratnya persaudaraan dan kebersamaan
Sharisya Kusuma Rahmanda dan Muhammad Rafi Azhari berkontribusi dalam penulisan artikel ini