TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja meminta Sentra Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu), yang terdiri dari Bawaslu, kepolisian, dan kejaksaan, merumuskan kembali hukum acara pemilu dan pilkada. Rumusan tersebut, kata dia, akan diusulkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dan pemerintah saat revisi Undang-Undang Pemilu dan UU Pilkada mendatang.
“Adanya ketidaksamaan antara hukum acara pemilu dan pilkada, misalnya tentang in absentia. Hal tersebut perlu dirumuskan kembali agar tidak menjadi persoalan dalam melakukan penanganan pelanggaran ke depannya,” kata Bagja dalam keterangannya di Jakarta pada Kamis, 26 Desember 2024, seperti dikutip dari Antara.
Bagja juga menyinggung perihal penanganan pelanggaran di Bawaslu hanya 14 hari. Padahal, penyidikan oleh kepolisian dilakukan tiga sampai enam bulan.
“Artinya, kita termasuk dalam salah satu kategori mission impossible-nya undang-undang. Walaupun demikian itu, berhasil kita lakukan dan masyarakat tidak tahu tentang hal ini bahkan sudah putusan pengadilannya,” ujarnya.
Meski demikian, dia menegaskan proses, tahapan, dan prosedur pemilu sudah pasti (predictable process), tetapi hasilnya tidak dapat ditentukan (unpredictable results). Bagja menuturkan hal tersebut menjadi alasan penanganan pelanggaran dan sengketa dilakukan secara cepat, karena mengikuti pola dari tahapan pemilu dan pilkada.
“Saya kira ke depan kita bisa melakukan usulan revisi UU Pemilu dan Pilkada. Juga pembahasan tentang bagaimana hukum acara yang baik di penanganan pelanggaran pemilu dan pilkada,” ujar Bagja. “Nantinya, usulan tersebut akan diserahkan kepada DPR dan pemerintah.”
Bagja juga mengingatkan Bawaslu daerah, yang akan memberikan keterangan di MK, agar menyusun keterangan dengan sebaik-baiknya. Dia juga meminta masukan kepada kepolisian dan kejaksaan jika terdapat kasus yang masuk dalam tindak pidana pilkada.
“Tidak bisa lagi, misalnya, hanya dengan menjawab tidak memenuhi syarat materiel saja, melainkan sudah ada petunjuk teknis yang menjelaskan tidak memenuhi syarat materielnya tersebut,” tuturnya.
Persiapan Bawaslu Menghadapi Sengketa Pilkada 2024 di MK
Sebelumnya, Bagja mengatakan Bawaslu telah melakukan berbagai persiapan menghadapi perkara sengketa Pilkada 2024, yang sidang perdananya akan bergulir di Mahkamah Konstitusi (MK) pada awal Januari 2025. Dia menuturkan pihaknya telah mengumpulkan perwakilan Bawaslu daerah. Dalam pertemuan itu, Bawaslu menyusun laporan pengawasan pemilihan yang berkaitan dengan gugatan yang terdaftar di MK.
“Kami kumpulkan dari mulai pekan kemarin. Kami menyusun hal-hal yang mengenai laporan pengawasan pada hasilnya pemungutan suara, penghitungan, dan lain-lain. Alhamdulillah Paniai (Papua Tengah) dan Mimika (Papua Tengah) sudah selesai kemarin,” kata Bagja saat ditemui di Kabupaten Badung, Bali, Senin, 23 Desember 2024.
Menurut Bagja, pembahasan mengenai gugatan sengketa Pilkada 2024 masih terus berkembang di internal Bawaslu, mengingat adanya kemungkinan pembaruan data pelanggaran di berbagai daerah, khususnya Papua Tengah. “Kami harapkan kami bisa menjawab semua jika ditanyakan di MK,” ujarnya.
Dia juga mengatakan Bawaslu masih menerima laporan pelanggaran pemilihan dari masyarakat. Namun laporan yang baru masuk tersebut diharapkan dapat diselesaikan di MK.
“Masih ada laporan kepada kami tentang ada syarat calon. Kami serahkan ke MK. Karena sudah masuk di kami sehingga kami serahkan kepada Bawaslu untuk menanganinya, tapi tetap kami harapkan hasilnya di MK, bukan di kami,” ujarnya.
Lebih lanjut, Bagja memperkirakan akan ada dua gelombang pelantikan kepala daerah terpilih, yakni gelombang pertama untuk daerah yang tidak bersengketa di MK dan gelombang kedua untuk daerah yang lanjut bersidang.
Pelantikan kepala daerah gelombang pertama, tutur Bagja, dijadwalkan berlangsung pada Februari 2025. Sementara itu, pelantikan gelombang kedua menunggu hasil sidang akhir di MK.
Dikutip dari situs web resmi MK, total sengketa Pilkada 2024 yang didaftarkan hingga Senin, 23 Desember 2024, pukul 15.30 WIB, mencapai 313 permohonan. Total permohonan itu terdiri dari 23 permohonan sengketa hasil pemilihan gubernur, 241 permohonan sengketa hasil pemilihan bupati, dan 49 permohonan sengketa hasil pemilihan wali kota.
Berdasarkan Peraturan MK Nomor 14 Tahun 2024, sidang perdana dengan agenda pemeriksaan pendahuluan perkara sengketa Pilkada 2024 dijadwalkan mulai bergulir pada 8 Januari 2025. Adapun sidang pengucapan putusan atau ketetapan akhir direncanakan pada 7-11 Maret 2025.
Pilihan editor: Hasto Jadi Tersangka KPK, Pengamat UI: Momentum Perbaikan Tata Kelola Pemilu