Apa Alasan KPPU Jatuhkan Denda Rp 202,5 Miliar kepada Google?

5 hours ago 7

TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) memutuskan perusahaan Google Limited Liability Company (LLC) bersalah dan denda senilai Rp 202,5 miliar. KPPU menilai bahwa Google terbukti melakukan monopoli dan memenuhi unsur pelanggaran terhadap Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

"Menyatakan terlapor terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 17 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999," ujar Ketua Majelis Komisi Hilman Pujana dalam ruang sidang Erwin Syahril di gedung KPPU, Jakarta Pusat, pada Selasa, 21 Januari 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Selain itu, majelis hakim juga memutuskan Google melanggar Pasal 25 ayat 1 b yang membuktikan Google menggunakan posisi dominannya untuk membatasi pasar dan pengembangan teknologi. "Menghukum terlapor membayar denda Rp 202.500.000.000 (Rp202,5 miliar) yang harus disetor ke kas negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha," lanjut Hilman.

Buntut perkara itu, KPPU juga memerintahkan Google untuk menghentikan kewajiban penerapan Google Play Billing melalui Google Play Store. Google diminta memberi kesempatan bagi developer di Indonesia mengikuti program user choice billing. Program itu dirancang memberikan insentif pengurangan service fee minimal 5 persen selama kurun waktu satu tahun sejak putusan KPPU inkrah atau berkekuatan hukum tetap. 

Menurut Majelis Komisi KPPU, Google dianggap terbukti mewajibkan penggunaan Google Play Billing (GBP) untuk pembelian produk dan layanan digital dalam aplikasi yang didistribusikan di Google Play Store. Google juga tidak memperbolehkan penggunaan alternatif pembayaran lain di GPB. Google menerapkan biaya layanan (service fee) dalam penerapan GPB System tersebut sebesar 15-30 persen.

Berdasarkan fakta persidangan serta analisis struktur pasar, Majelis Komisi menilai bahwa Google Play Store merupakan satu-satunya toko aplikasi yang dapat dilakukan pra-instalasi pada seluruh perangkat seluler pintar yang berbasis Android dengan menguasai lebih dari 50 persen pangsa pasar.

Kebijakan Google Play Billing System yang mulai diterapkan pada 1 Juni 2022 itu dianggap merugikan developer aplikasi Indonesia tapi menguntungkan Google. Majelis Komisi menilai kebijakan itu berdampak terhadap persaingan usaha tidak sehat yang menghambat pasar jasa penyediaan pembayaran hingga hilangnya pilihan pembayaran bagi konsumen. 

Dalam persidangan mengemuka berbagai dampak yang dirasakan oleh pengguna aplikasi atas penerapan kebijakan GPB System yang menyebabkan keterbatasan pilihan metode pembayaran yang tersedia.

Pembatasan metode pembayaran tersebut berimbas pada berkurangnya jumlah pengguna aplikasi, penurunan transaksi yang berkorelasi dengan penurunan pendapatan, serta kenaikan harga aplikasi hingga 30 persen akibat peningkatan biaya layanan.

Kebijakan lain yang diterapkan Google yaitu penjatuhan sanksi berupa penghapusan aplikasi dari Google Play Store dan tidak mengizinkan pembaruan pada aplikasi jika pengguna aplikasi tidak tunduk dan tidak mematuhi kewajiban tersebut. Akibatnya, beberapa aplikasi hilang dari Google Play Store karena developer aplikasi tidak mengikuti kebijakan GPB System.

Tak hanya itu, developer aplikasi juga menghadapi tantangan dalam menyesuaikan antarmuka pengguna (user interface) dan pengalaman pengguna (user experience), yang menambah kompleksitas dalam mempertahankan daya saing aplikasi mereka di pasar.

Dian Rahma Fika dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |