Apa itu Downtrading yang Disebut jadi Pemicu Penurunan Produksi Rokok?

4 hours ago 9

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Askolani mengatakan produksi rokok nasional hingga Maret 2025 tercatat turun sebesar 4,2 persen secara tahunan (year-on-year). Menurut dia, fenomena downtrading menjadi salah satu hal yang mempengaruhi produksi rokok tersebut.

Penurunan produksi terutama terjadi pada segmen rokok golongan I, yang merupakan rokok dengan tarif cukai tertinggi yang ambruk hingga 10 persen. Sementara itu, produksi rokok golongan II justru meningkat 1,3 persen dan golongan III naik 7 persen. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Tentunya penurunan (produksi rokok sebesar) 4,2 persen ini tidak sepenuhnya dampak dari downtrading. Kita tahu ini juga dampak (penurunan) daya beli, ini dampak dari kebijakan kesehatan dan lain-lainnya,” kata Askolani dalam konferensi pers APBN Kita edisi April 2025 di Jakarta, Rabu, 30 April 2025, seperti dikutip dari Antara. Lantas, apa itu downtrading

Mengenal Downtrading

Downtrading merupakan fenomena peralihan konsumsi rokok masyarakat ke harga yang lebih murah. Perpindahan konsumsi rokok sendiri mulai marak terjadi seiring dengan melemahnya daya beli masyarakat di tengah tekanan ekonomi. Sementara itu, tarif cukai hasil tembakau (CHT) terus mengalami kenaikan dalam beberapa tahun terakhir. 

Peralihan konsumsi rokok dari golongan atas ke bawah dianggap sebagai respons konsumen terhadap tekanan harga dan keterbatasan pendapatan. Oleh karena itu, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu memutuskan untuk tidak menaikkan tarif CHT pada 2025. 

Peredaran Rokok Ilegal Masih Tinggi

Sebelumnya, Askolani mengungkap hasil pengawasan terhadap peredaran rokok ilegal. Dia menyebut rokok polos mendominasi rokok tanpa pita cukai. 

“Total barang bukti yang kami amankan tahun sebelumnya (2024) bisa mencapai 226 juta batang,” ucap Askolani di Kudus, Jawa Tengah, Selasa, 15 April 2025. 

Dia menegaskan bahwa pihaknya konsisten dalam melaksanakan pengawasan terhadap peredaran rokok ilegal. Hal tersebut bisa dilihat dari hasil pengungkapan kasus pada 2024 yang tercatat 20.000 penindakan, sebanyak 22.000 penindakan pada 2023, dan 22.000 penindakan pada 2022. 

Dia menuturkan bahwa total kepabeanan cukai mencapai lebih dari 33.000, baik dari ekspor, impor, dan cukai tembakau. Dari hasil penindakan sepanjang 2024, lanjut dia, Ditjen Bea dan Cukai bisa mengamankan 752 juta batang rokok ilegal, sedangkan pada 2023 sebanyak 787 juta batang. 

Pada triwulan 2025, Ditjen Bea dan Cukai bisa menindak 253 juta batang rokok ilegal. “Tentunya konsistensi dari penindakan rokok ilegal ini terus kami lakukan. Bahkan, mendapatkan dukungan dari aparat, baik Kepolisian maupun TNI, serta pemda (pemerintah daerah) melalui Satpol PP (Satuan Polisi Pamong Praja),” ujar Askolani. 

Mengenai rokok ilegal impor, dia mengatakan, yang menjadi sumber tantangan, di antaranya berasal dari Vietnam. Tantangan lainnya adalah modus yang berubah dari tahun ke tahun. Sebelumnya, banyak pelaku mendistribusikan rokok ilegal menggunakan truk, tetapi kini beralih menggunakan mobil pribadi, serta bus umum. 

“Dari hasil pengungkapan kami di Cirebon dan Lampung, isinya lebih banyak rokok ilegal ketimbang penumpangnya,” kata Askolani. 

Modus terkini, lanjut dia, melalui jasa ekspedisi barang via Pos maupun FedEx. Oleh karena itu, pihaknya benar-benar menyatakan perang melawan peredaran rokok ilegal, terutama melalui penjualan daring (online) di e-commerce.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |