TEMPO.CO, JAKARTA - Realistis merujuk pada istilah yang menyatakan sesuatu yang bersifat nyata atau wajar, sebagaimana menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Orang yang berpikir realistis biasanya lebih mengedepankan logika atau kecerdasan penalaran daripada menggunakan perasaan saat memandang sesuatu.
Melansir Kamus Oxford, kata realistis yang dalam bahasa Inggris disebut sebagai realistic, ditemukan pertama kali dalam buku harian seorang jurnalis bernama Henry Crabb Robinson pada 1820-an. Lantas, apa itu realistis?
Pengertian Realistis
Mengacu pada mynida.stainidaeladabi.ac.id, realistis merupakan proses berpikir dalam rangka menyesuaikan diri dengan dunia nyata. Tujuan dari berpikir realistis ialah mampu memecahkan masalah yang dihadapi, atau juga disebut dengan nalar (reasoning).
Kemudian, menurut laman elibrary.unikom.ac.id, realistis adalah cara berpikir yang sesuai dengan akal sehat manusia. Dengan pola pikir realistis, seseorang dapat menerima kekurangan, kekalahan, dan kelemahan, sehingga menyelaraskan dengan kelebihan-kelebihan yang dimiliki dan dapat menyesuaikan diri dengan perubahan.
Senada dengan hal itu, melansir repositori.untidar.ac.id, realistis, yaitu cara berpikir dengan melibatkan sesuatu atau realitas dengan cermat. Realistis juga didefinisikan sebagai cara berpikir berdasarkan kenyataan, sehingga mudah dipercaya dan diatur serta dicurahkan untuk keputusan yang bijaksana.
Ciri-Ciri Orang Realistis
Berdasarkan repositori.kemdikbud.go.id, seseorang yang berkepribadian realistis mempunyai ciri-ciri, antara lain:
- Menghindari tujuan dan tugas-tugas yang menuntut subjektivitas, seni atau ekspresi intelektual, maupun kemampuan sosial.
- Digambarkan sebagai pribadi yang maskulin, tidak ramah, fisik kuat, emosional yang stabil, dan materialistis.
- Memilih bidang pekerjaan yang berhubungan dengan peralatan atau mesin, teknik, terampil-perdagangan, dan pertanian.
- Menyukai kegiatan yang melibatkan keterampilan motorik, mesin, peralatan, dan struktur, seperti kepramukaan dan olahraga.
Jenis Berpikir Realistis
Floyd L. Ruch membagi konsep berpikir realistis menjadi tiga jenis, yaitu:
Berpikir Deduktif
Berpikir deduktif adalah proses berpikir yang diawali dari hal-hal yang bersifat umum menuju hal-hal yang bersifat khusus. Berpikir deduktif dilakukan dengan cara menarik kesimpulan dari dua pernyataan, di mana pernyataan pertama merupakan pernyataan umum, dan di dalam logika dikenal dengan sebutan silogisme.
Berpikir Induktif
Sementara berpikir induktif merupakan proses pengambilan keputusan yang dimulai dari hal-hal yang bersifat khusus menuju umum. Jenis berpikir realistis yang dikenal juga sebagai generalisasi tersebut bergantung pada dasar permasalahan. Proses berpikir induktif bertolak dari satu atau beberapa fenomena individual, lalu diambil suatu kesimpulan (inferensi).
Berpikir Evaluatif
Berpikir evaluatif adalah proses berpikir secara kritis untuk menilai baik atau buruk, benar atau salah, bahkan bermanfaat atau merugikan dari sebuah gagasan. Karena dianggap sebagai jenis berpikir realistis yang bebas, maka seseorang dapat menambah atau mengurangi gagasan berdasarkan kebutuhan.
Cara Menjadi Orang Realistis
Mengutip buku Menjadi Muslim Realistis oleh Dindin Jamaluddin (2021), terdapat tujuh kebiasaan yang dapat menunjang keberhasilan perubahan, termasuk menjadi pribadi yang realistis, meliputi:
Proaktif
Menjadi proaktif, artinya belajar membuka diri terhadap segala hal baru, termasuk di dalamnya kemauan untuk memahami apa yang terjadi di masa lalu dan ingin dicapai di masa depan. Sebagai makhluk yang otonom, manusia mempunyai kemampuan untuk menanggapi setiap bentuk stimulus yang diterima dari luar, sehingga jangan ragu untuk mencoba hal-hal baru yang positif.
Memikirkan Hasil Akhir dari Perubahan
Untuk memulai perubahan menjadi pribadi yang realistis, manusia harus bisa membayangkan perubahan seperti apa yang diinginkan. Dengan memperkirakan hasil akhir dari perubahan yang akan dibuat, maka seseorang bisa semakin semangat untuk menguatkan langkah atau tindakan yang diperlukan untuk mewujudkannya.
Letakkan Hal Awal di Tempat Pertama
Luangkan waktu untuk memikirkan segala sesuatu yang harus dilakukan untuk menjalankan rencana perubahan. Namun, seseorang juga perlu untuk menyeimbangkan antara harapan dengan kapabilitas yang dimiliki. Kemampuan mengenali diri-sendiri pun harus dilakukan, agar bisa menentukan prioritas tindakan.
Berpikir tentang Keberhasilan Bersama
Mulailah berpikir bahwa apa yang dikerjakan tidak akan mencapai keberhasilan tanpa adanya dukungan. Oleh karena itu, bangunlah hubungan yang berkualitas dengan orang-orang yang bermutu pula. Ciptakan kerja sama saling menguntungkan (win-win solution) di antara kedua belah pihak.
Berusaha Memahami, Lalu Dipahami
Dalam membangun pribadi yang realistis, penting juga untuk selalu bisa memahami keinginan dan kapabilitas orang lain. Apabila sudah memahami orang lain, maka bertindaklah dalam perspektif yang sama. Kesalingpahaman tersebut dibutuhkan untuk menciptakan keselarasan keinginan atau tujuan pribadi tanpa menggadaikan hak orang lain.
Ciptakan Sinergi
Pemahaman terhadap diri-sendiri dan orang lain pada akhirnya akan membentuk keselarasan tindakan dan tujuan, yang disebut sebagai sinergi. Sinergi ditandai dengan keseimbangan pembagian peran, kesadaran tentang hal-hal yang tidak perlu dibicarakan melainkan langsung dikerjakan, maupun kesadaran tentang perbedaan yang dapat saling menguatkan.
Menajamkan Potensi Diri
Kebiasaan efektif yang juga perlu dilakukan seseorang yang realistis adalah menganalisis kembali apa yang sudah terjadi. Langkah evaluatif tersebut bertujuan untuk menemukan kekurangan dan memberikan perbaikan di masa mendatang. Perhitungkan pula terkait kemampuan, kondisi fisik dan mental, hingga dimensi spiritual.